AKSARALOKA.COM, PONTIANAK – Seorang anak perempuan berusia 12 tahun di Kecamatan Pontianak Utara diduga menjadi bulan-bulanan ibu nya, penyiksaan yang dialami sejak kelas lima SD itu membuatnya kini enggan untuk bersama orangtuanya lagi.
Bekas luka air panas di wajahnya masih membekas jelas, sekujur tubuhnya tak mampu lagi menahan rasa sakit.
Terungkap dari dirinya langsung yang menceritakan kepada gurunya di MTS tempatnya bersekolah. Kemudian akhirnya sampai ke Bhabinkamtibmas kepolisian dan kemudian ditindaklanjuti Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN).
“Saya memutuskan untuk mengevakuasi korban, karena melihat kondisi korban yang sudah begitu trauma,” ujar Devi Tiomana Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara, 17 Agustus 2022.
Devi yang mencoba mendekati korban, akhirnya korban pun bercerita penyiksaan yang dialami itu sejak duduk di kelas lima SD. TK hanya itu korban juga diminta untuk mempekerjakan pekerjaan rumah mulai dari nyuci baju, ngepel, nyapu dan nyuci piring. “Jam tiga subuh sudah harus bangun, kemudian jarang diberi makan. “YNDN lagi fokus ke pemulihan korban secara fisik dan psikis,” kata Devi.
Pengakuan korban begitu mengenaskan, Ia disiram dengan air panas yang menyebabkan luka dari wajah tangan dan leher. Kepala dipukul pake penyapu, jarang dikasi makan dan disuruh mengerjakan pekerjaan rumah tidak sesuai dengan umurnya.
Menurut Devi yang sudah mengunjungi orang tuanya untuk menanyakan langsng persoalan ini, sang ayah ternyata tidak mengetahui atas penyiksaan itu. Lantaran sang ayah bekerja dari jam dua malam hingga jam 12 siang dikebun sayur. “Para tetangga tahu dan sudah menegur tetapi, sang ibu mengatakan jangan ikut campur urusan rumah tangga orang, sehingga membuat tetangga tak bisa berbuat apa-apa,” jelas Devi.
“Ketika kami menanyakan kenapa diberlakukan sedemikian rupa terhadap anak kandung ibu sendiri, jawaban atau alasan yang tidak masuk akal. Dengan menyebut nakal dan sering menyimpan sampai bekas makanan tidak pada tempatnya,” sambung Devi.
Dikatakan Devi, keterangan ini berebeda dari Kepala sekolah MTS tempat korban bersekolah. “Padahal kata Kepsek, teman-teman sekolahnya sering berbagi makanan dengan korban karena jarang dikasi makan di rumahnya,” beber Devi.
Teman sekolah korban, tidak tega melihat korban, sehingga makanan yang dimiliki dibagikan kepada korban, kemudian dibawa pulang. “Kondisi korban memgalami kurang gizi, banyak bekas luka lama, luka yang belum kering dan masih basah di sekujur badan, wajah dan tangan dan korban masih trauma tak ingin ketemu keluarganya,” terang Devi.
“Besok, korban masih harus ke dokter untuk penyebuhan luka dan masih akan diperiksa psikolog,” sambungnya lagi.
Terkait persoalan hukum, Devi menyatakan masih dilema, lantaran sang ibu masih mmengurus bayi yang masih berusia tiga bulan dan menyusui. “Dugaan atas apa yang terjadi ini, sang ibu akan dilakukan pemeriksaan psikologi nya,” tuntas Devi.