AKSARALOKA.COM, PONTIANAK – Buntut tidak dieksekusinya tiga terdakwa korupsi klaim pembayaran asuransi tenggelamnya kapal tongkang Labroy 168 PT Jasindo, melebar hingga ke Jaksa Agung dan KPK RI.
Kuasa hukum PT Surya Bahtera Sejahtera (SBS) memastikan akan menyurati Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI serta melaporkan Pengadilan Negeri Pontianak ke Mahkamah Agung RI. “Kita sudah menyiapkan surat permohonan yang berbeda kepada MA, Kejagung dan KPK,”kata Herawan Utoro saat ditemui di kantornya, Minggu 20 November 2022.
Herawan menyatakan, surat yang akan disampaikan ke MA adalah surat yang berisikan permohonan pelaksanaan putusan kasasi dan permohonan agar berkas peninjauan kembali (PK) tiga terdakwa korupsi klaim pembayaran asuransi tenggelamnya kapal Labroy 168 yang sudah dikirim untuk dikembalikan ke Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.
“Berdasarkan surat permohonan itu, saya meminta kepada Ketua Mahkamah Agung untuk menyatakan bahwa berkas permohonan PK ketiga terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat dan berkas dikembalikan,” jelas Herawan.
Herawan menyatakan, MA harusnya menolak dan mengembalikan berkas permohonan PK ketiga terdakwa korupsi klaim pembayaran asuransi tenggelamnya kapal tongkang Labroy 168 tersebut, karena tidak memenuhi syarat yang ada pada surat edaran MA nomor 1 tahun 2012 tentang pengajuan permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana, bahwa PK kepada MA hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli waris. “Permintaan PK yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana, tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan,”ujar Herawan.
“Jelas ya, bahwa saat permohonan PK ini diajukan, ketiga terdakwa tidak hadir. Yang mengajukannya hanya pengacara. Jelas tidak memenuhi syarat,” sambungnya.
Sementara itu surat yang akan dilayangkan ke Jaksa Agung RI, Herawan memaparkan, yakni permohonan agar dilaksanakannya putusan kasasi terhadap ketiga terdakwa tipikor. Di mana berdasarkan pelaksanaan putusan tersebut, kepada Kejaksaan Agung agar mewajibkan Kejati Kalbar maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak, untuk mengeksekusi serta mengajukan PK terhadap putusan perkara Sudianto alias Aseng yang dinyatakan tidak terbukti bersalah pada putusan kasasi di MA.
“Adanya perbedaan putusan kasasi yang dikeluarkan majelis hakim MA, maka seharusnya masing-masing pihak mencari kesamaan. Bagi penuntut umum yang harus dicari persamaannya adalah oleh karena ketiga terdakwa lainnya dinyatakan bersalah, maka terhadap terdakwa Sudianto alias Aseng juga harusnya dinyatakan bersalah dengan cara pengajuan PK,”tegas Herawan.
“Begitu pula dengan ketiga terdakwa, persamaannya adalah dinyatakan bebas, sehingga caranya mengajukan PK,”sambungnya lagi.
Herawan menerangkan, yang menyatakan tidak adanya kerugian negara atau tidak adanya unsur memperkaya orang lain adalah menurut hakim yang menangani kasasi terdakwa Sudianto alias Aseng. Sementara majelis hakim yang menangani perkara tiga terdakwa lainnya dan berdasarkan berkas penuntutan penuntut umum jelas menyatakan adanya kerugian negara dari klaim pembayaran asuransi tersebut.
“Seharusnya kejaksaan berusaha membatalkan putusan yang menyatakan tidak adanya kerugian negara dengan cara mengajukan PK,” tegasnya lagi.
Herawan mengatakan, yang harus dilihat oleh kejaksaan pada perkara ini adalah adanya ketidakadilan pada hasil penuntutan. Yang mana satu terdakwa dinyatakan bebas sementara tiga terdakwa dinyatakan bersalah. Bukan ketidakadilan pada terdakwa yang diperhatikan.
“Ketidakadilan pada terdakwa itu yang bertugas memperjuangkannya adalah kuasa hukumnya” kata Herawan.
Herawan menyampaikan pula, harusnya ketidakadilan pada penuntutan itu, jaksa bersikap terhadap kasasi Sudianto alias Aseng yang ditolak. Sebaliknya malah berusaha memperbaiki putusan kasasi yang dikabulkan.
“Inikan menjadi aneh dan tanda tanya atas sikap kejaksaan,” ucapnya.
Herawan menilai, ada upaya pihak-pihak tertentu yang berusaha melumpuhkan jaksa untuk melakukan eksekusi. Diketahui, diterbitkan surat perintah eksekusi hanya formalitas belaka. Sementara untuk melaksanakan eksekusi, salinan putusan tidak dimiliki.
“Itulah yang dimaksud dengan kejaksaan berpura-pura,” ujarnya.
Atas kondisi sedemikian itu, lanjut Herawan, pihaknya juga melayangkan surat permohonan kepada KPK untuk melakukan pengawasan penuntut umum dan peradilan pada perkara korupsi klaim pembayaran asuransi tenggelamnya kapal tongkang Labroy 168.
Sementara itu Kajari Pontianak, Wahyudi mengatakan jika langkah yang diambil oleh Kuasa Hukum PT SBS yang hendak melayangkan surat ke Jaksa Agung RI dan KPK RI itu merupakan bagian dari hak nya.
“Kan sudah saya jelaskan dgn tegas.Jika tak sependapat silahkan saja,” tegas Kajari Pontianak ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp nya, Minggu 20 November 2022.
Kajari pun menjelaskan, berdasarkan UU nomor 11 tahun 2021tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, kewenangan kejaksaan untuk dapat menentukan apakah perkara dapat atau tidak limpahkan ke pengadilan memiliki arti penting dalam menyeimbangkan antara aturan yang berlaku (rechtimagheid) dan interprestasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan (doelmatigheid) dalam proses peradilan pidana.
“Kewenangan Jaksa dalam melaksanakan diskresi penuntutan (prosecutorial discretionary atau oppurtunitiet beginselen) yang dilakukan dengan kearifan lokal dan nilai nilai keadilan yang hidup di masyarakat memiliki arti penting dalam rangka mengakomodasi perkembangan kebutuhan hukum dan rasa keadilan di masyarakat yang menuntut adanya perubahan paradigma penegakan hukum dari semata-mata mewujudkan keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif,”jelas Wahyudi.
Lanjut Wahyudi, untuk itu keberhasilan tugas kejaksaan dalam melaksanakan penuntutan tidak hanya diukur dengan banyaknya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, termasuk juga penyelesaian perkara di luar pengadilan melalui mediasi penal sebagai implementasi dari keadilan restoratif antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan.
“Sehingga dalam hal ini, jaksa melaksananakan kebijakan/diskresi penuntutan (prosecutorial discretionary/opportuniteit beginselen), yang bertujuan mencapai keadilan dengan menyeimbangkan dengan asas kepastian hukum dan kemanfaatan,”tegasnya.
Ditambahkan nya, Jaksa Penuntut umum yang mewakili pemerintah/masyarakat.
“Jadi ini sebagai bentuk pertanggung jawaban tindakan kami kepada masyarakat, bahwa sudah sesuai dgn amanat UU Kejaksaan,”tuntas Wahyudi.