AKSARALOKA.COM, KUBU RAYA-Perhutanan Sosial menjadi salah satu skema upaya pengelolaan dan perlindungan hutan. Lewat skema ini juga menjadi ruang besar bagi keterlibatan perempuan untuk lebih berperan aktif menempati posisi strategis dalam pengelolaan hutan.
Selama ini keterlibatan perempuan masih minim sebagai aktor utama pada konteks tersebut. Terlebih sebagai pengambil keputusan, baik sebagai ketua Lembaga Desa Pengelola Hutan (LDPH) maupun ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Di Indonesia, hingga saat ini baru terbentuk kelompok perempuan yang telah mengantongi izin PS, yakni Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama di Desa Pal VII, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu yang mengelola 10 hektar hutan, dan Kelompok Perempuan Desa Damaran Baru, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh yang mengelola 250 hektar hutan. Namun, data ini tentu timpang bila dibandingkan dengan pengambil keputusan pada skema PS yang didominasi oleh laki-laki.
“Perempuan di desa hanya sebatas terlibat dalam pengelolaan pasca izin atau mengisi posisi pelengkap dalam struktur kelembagaan. Padahal di tingkat tapak kelompok perempuan mengalami beban ganda dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup,” kata Ketua Pelaksana Seminar dan Coaching Clinick Mendorong peran Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) untuk pengelolaan perhutanan sosial di Kalimantan Barat, Hera Yulita, 1 Desember 2022.
Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan yang sebelumnya juga telah dilaksanakan oleh JARI Indonesia Borneo Barat lewat dukungan The Asia Foundation (TAF) berkaloborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kalbar.
Menurut Hera, hal ini perlu direspon, salah satunya dengan mendorong perempuan menempati posisi strategis tersebut sembari penguatan kapasitas perempuan tetap berjalan.
Kubu Raya menjadi kabupaten yang berpotensi menggagas hal ini. Apalagi, Kubu Raya memiliki potensi PIAPS dengan total luasan indikatif 19.807 hektar dengan 31 lokasi hutan desa seluas 132.355 hektar.
“Kabupaten Kubu Raya memiliki peluang untuk menjawab tantangan tersebut, dengan melakukan sebuah terobosan dalam mendorong kelompok-kelompok perempuan melakukan advokasi untuk mendapatkan akses pengelolaan perhutanan sosial,” kata Hera.
Hal ini kata Hera, sejalan dengan masih adanya potensi kawasan hutan yang dapat diusulkan melalui skema PS dan terdapat kelompok-kelompok perempuan yang telah kuat terbangun melalui Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) yang ada di Kabupaten Kubu Raya.
Perlu diketahui, PEKKA merupakan sebuah lembaga yang berfokus pada pemberdayan perempuan kepala keluarga untuk meningkatkan taraf hidup perempuan dan mendorong perempuan untuk aktif dalam kehidupan sosial maupun politik.
Di Kubu Raya, wilayah kerja PEKKA di 5 kecamatan, yakni Kecamatan Kuala Mandor B, Sungai Raya, Rasau Jaya, Sungai Kakap dan Teluk Pakedai yang tersebar di 27 desa. Dari 27 desa tersebut, tiga di antaranya telah memiliki izin PS, yakni Desa Selat Remis seluas 254 hektar, Desa Teluk Pakedai Hulu seluas 295 hektar, dan Desa Teluk Pakedai Satu seluas 785 hektar.
“Meskipun begitu, ketiga Perhutanan Sosial tersebut bukan diajukan oleh kelompok perempuan,” ujar Hera.
Seperti diketahui bersama, kondisi dan potensi sumberdaya alam yang ada di kawasan hutan sangat erat kaitannya dengan perempuan. Sehingga keterlibatan kelompok perempuan dalam pengelolaannya melalui perhutanan sosial menjadi hal yang sangat penting untuk didorong.
Mendorong keterlibatan kelompok perempuan dalam pengelolaan perhutanan sosial seharusnya tidak hanya terbatas pada keterlibatan pada kelembagaan pengelola, tetapi akan lebih strategis jika dapat mendorong kelompok perempuan untuk melakukan proses pengusulan izin dan pengelolaannya ke depan.
“Dengan demikian, kelompok perempuan akan memiliki power yang cukup tinggi dalam melakukan proses-proses pengelolaannya,” tutup Hera.
Sementara itu Direktur JARI Indonesia Borneo Barat mengatakan, agenda yang digelar pihaknya tersebut yakni berawal dari adanya peluang yang dimiliki Kabupaten Kubu Raya dalam mendorong kelompok perempuan untuk mendapatkan akses pengelolaan perhutanan sosial.
“Dimana hal ini sejalan pula dengan masih adanya potensi kawasan hutan yang dapat diusulkan melalui skema perhutanan sosial dan terdapat kelompok perempuan yang telah kuat terbangun melalui Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) yang ada di Kabupaten Kubu Raya,” jelas Firdaus kepada wartawan.
Dikatakan Firdaus, JARI Indonesia Borneo Barat bermaksud melaksanakan kegiatan Lokakarya yakni mendorong peran Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)untuk pengelolaan perhutanan sosial di Kalimantan Barat.
“Kegiatan ini melibatkan DLHK Provinsi Kalimantan Barat, BPSKL Wilayah Kalimantan, PEMDA Kubu Raya, KPH Kubu Raya, para pegiat perhutanan sosial, dan Lembaga Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) Kubu Raya,” tuntas Firdaus. (Zrn)