AKSARALOKA.COM, PONTIANAK-RS, dilaporkan mantan istrinya ke kepolisian atas dugaan kasus penelantaran anak semata wayang dari pernikahan nya dengan seorang wanita bernama Khatarina.
Katharina resmi melaporkan mantan suaminya itu ke Polresta Pontianak, sejak Mei 2022 lalu dalam bentuk pengaduan. Namun miris, sampai dengan saat ini pengaduannya jalan ditempat.
“Sudah 10 bulan saya membuat laporan berupa pengaduan tentang penelantaran anak. Tapi apakah sudah dinaikkan penyidik dari pengaduan ke penyelidikan, saya tidak tahu,” ungkap Katharina, Kamis Rabu 15 Maret 2023 kepada wartawan.
Katharina menceritakan, pada 9 Juni 2015, Ia dan RS melangsungkan pernikahan secara adat istiadat Tionghoa. Dari pernikahan adat tersebut kemudian, pada 13 Januari 2017 keduanya kembali melangsungkan pernikahan di gereja Sungai Yordan di hadapan Pdt Ir Markus Tonny Hidayat.
Kemudian pernikahan ini pun telah dicatatkan dalam kutipan akta perkawinan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Lanjut Katharina, dalam perjalan pernikahan nya bersama RS telah dikarunia satu orang anak laki-laki, yang mana saat ini usianya sudah lima tahun.
Kemudian, setelah kurang lebih enam tahun membangun rumah tangga, pada 9 Agustus 2020 terjadilah keributan antara dirinya dengan RS.
Keributan itu disebabkan, yang bersangkutan keberatan anaknya dari pernikahan sebelumnya menumpang tinggal di rumah.
“Saya sebelumnya sudah menikah dan mendapat empat anak. Suami yang lama meninggal. Salah satu anak saya yang paling tua, saat itu sedang hamil lalu menumpang untuk tinggal dengan saya,” kata Katharina.
Kepada RS, dirinya pun memohon agar anaknya yang sedang hamil itu untuk tinggal denganya, karena kondisi wabah pandemi Covid-19 sedang tinggi dan suami si anak berada di Jakarta. Namun baru tiga minggu tinggal bersama terjadilah keributan.
“RS saat itu mengeluarkan pedang Samurai, mengancam mau membunuh saya dan anak-anak karena tidak mau menuruti kemauannya. Pengancaman ini sudah saya laporkan ke kepolisian,” terang Katharina.
Katharina mengungkapkan, dalam kondisi ketakutan di tengah ancaman Samurai, ia bersama anak-anaknya memilih pergi meninggalkan rumah dan mengungsi di rumah anaknya yang lain. Tidak lama kemudian, RS mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.
Di mana permohonan gugatan cerai tersebut, RS diduga kerap memberikan keterangan palsu.
“Sebagai contoh, saya dikatakan sudah tidak diketahui keberadaannya, tetapi faktanya gugatan cerai itu dia yang memberi informasi melalui pesan whatsapp,” beber Khatarina.
Katharina menuturkan, di dalam sidang, dirinya dituduh meninggalkan rumah tanpa izin dan membawa semua perabotan rumah tangga. Faktanya kepergian itu karena diancam dan tidak ada satupun barang rumahtangga yang dibawa.
Katharina mengungkapkan, dari proses persidangan cerai itu, majelis hakim yang diketuai, Bonny Sanggah, dengan dua hakim anggota, Riya Novita dan Rendra, pada 15 Februari 2021 mengabulkan permohonan perceraian tersebut dengan amar putusan, menyatakan hak asuh anak jatuh kepada dirinya.
“Dalam putusan sidang tersebut, Penggugat (RS) untuk memberikan nafkah kepada anaknya sebesar Rp2 juta setiap bulan,” ungkap Khatarina.
Namun, dibeberkan Khatarina, sejak sidang dinyatakan selesai pada Februari 2021 sampai dengan saat ini, hingga Maret 2023, RS tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk menafkahi anaknya sesuai dengan apa yang pada amar putusan pengadilan.
Karena tidak ada itikad baik RS untuk memenuhi kewajibannya menafkahi anaknya, pada 10 Mei 2022 lalu, Khatarina resmi melaporkan mantan suaminya itu ke Polresta Pontianak atas perbuatan penelantaran anak.
“Sampai dengan sekarang, anak kami ini tidak sekolah. Karena tidak ada biaya. Saya minta kepada RS, tetapi tidak pernah ditanggapi,” tegas Khatarina.
Khatarina menyatakan pengaduan di Polresta itu sampai dengan saat ini tidak ada perkembangan.
“Informasi yang disampaikan pihak kepolisian, bahwa terlapor beberapa kali dipanggil tetapi tidak pernah datang,” bebernya.
Katharina berharap, jika memang perbuatan mantan suaminya menelantarkan anak, memenuhi unsur tindak pidana, maka dirinya berharap agar pengaduannya ditingkatkan ke laporan polisi dengan memproses secara hukum mantan suami nya tersebut.
“Sekarang kami tinggal berpindah-pindah dari satu indekos ke indekos. Untuk makan kami cari sana cari sini. Kalau tidak dapat rezeki, terpaksa pinjam uang tetapi sampai saat ini belum punya kemampuan untuk membayar,” tuntas Khatarina.
*KPPAD Kalbar Dampingi Korban
Ketua Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, Eka Nurhayati, membenarkan, jika pihaknya telah menerima pengaduan tentang kasus penelantaran anak tersebut.
Eka menjelaskan, pihaknya pun telah mendampingi pengadu dalam hal ini, mantan istri RS, yakni Katharina untuk membuat pengaduan ke Polresta Pontianak.
“Jika memang tindakan penelantaran anak itu melanggar hukum dan unsurnya terpenuhi, maka pihak kepolisian tinggal menindaklanjutinya,” tegas Eka.
Eka menjelaskan bahwa tindakan penelantaran anak yang diadukan adalah tindakan salah sesuai dengan pasal 76B juncto pasal 77B Undang undang perlindungan anak nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang undang nomor 23 tahun 2002.
“Untuk anak sebagai korban, kami sudah berikan pendampingan konseling ke psikologi agar dapat melupakan trauma yang dialami,” ucap Eka.
Sementara itu Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Tri Prasetyo, membenarkan jika pihaknya telah menerima pengaduan kasus penelantaran anak dengan pelapor atas nama Katharina.
Kompol Tri menegaskan, terhadap pengaduan tersebut pihaknya sudah melakukan pemanggilan terhadap pihak terkait, untuk dilakukan klarifikasi. Namun pihak yang panggil tidak memenuhi panggilan.
“Pengaduan ini masih dalam tahap penyelidikan (pengaduan) belum ditingkatkan ke laporan polisi (LP),” jelas Kompol Tri.
Kompol Tri menjelaskan, dalam kitab undang-undang, memang ada pasal yang mengatur bahwa penelantaran anak masuk dalam kategori pidana. Namun dalam kasus ini, pengaduan tersebut akan kembali dikaji setelah mendengar keterangan semua pihak.
“Setelah mendapatkan keterangan dari pihak-pihak terkait, kasus ini akan digelar. Apakah perbuatan penelantaran anak ini masuk unsur pidana atau tidak” tegas Kompol Tri. (Zrn)