PONTIANAK – Sidang perkara korupsi pembangunan Gedung BP2TD Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) kembali digelar, Senin (3/4/2023).
Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan saksi, salah satunya Agung Sasmita, selaku staf terdakwa Erry Iriansyah.
Saat ditanya majelis hakim, Agung mengaku sebagai staf namun sekaligus Direktur Utama PT Aslaraya Kalbat, pemenang paket 2 pembangunan BP2TD Mempawah.
“Saya cuma staf, jadi hanya disuruh jadi direktur, yang nyuruh Pak Erry,” kata Agung.
Sebagai direktur, Agung mengaku mengaku mengikuti segala macam proses administrasi, seperti misalnya pembuktian klarifikasi dan penandatanganan kontrak pekerjaan.
Namun demikian, Agung hanya atas nama. Sejatinya, perusahaan tersebut milik terdakwa Erry Iriansyah.
Bahkan, Agung mengaku tak mendapat cipratan dari proyek pekerjaan tersebu, kecuali hanya gajinya sebagai staf, yakni sekitar Rp 2,5 juta per bulan.
“Ketika pencarian termin pekerjaan, saya hanya diminta tandatangan cek kosong dan yang oegang cek pun Pak Erry,” ucap Agung.
Sementara itu, saat diklarifikasi hakim, terdakwa Erry enggan mengomentari keterangan Agung.
“Saya serahkan kepada kuasa hukum saya,” ucap Erry.
Sebagai informasi jaksa penuntut umum (JPU) Gandi Wijaya mengatakan, pembangunan gedung BP2TD Mempawah menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBD) tahun 2016 di Kementerian Perhubungan senilai Rp 122 miliar.
“Anggaran tersebut dibagi menjadi empat pekat pekerjaa, yakni paket 1 senilai Rp 15 miliar, paket 2 senilai Rp 6 miliar, paket 3 senilai Rp 20 miliar, paket 4 senilai Rp 15 miliar dan pembangunan infrastruktur dan lansekap Rp 65 miliar,” kata Gandi, Senin siang.
Dijelaskan, masing-masing terdakwa memiliki peran berbeda, yakni Prayitno selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Erry Iriansyah dan Joni Isnaini sebagai pemilik dan operator pekerjaan, kemudian Nurlela dan Razali Bustam pemilik perusahaan yang digunakan ikut lelang dan Ghazali yang mengurus administrasi.
Keenam orang ini, melalui materi dakwaan, disebut melakukan sejumlah komunikasi dan pertemuan untuk merancang untuk memenangkan proses pelelangan.
Kemudian, hasil penghitungan yang dilakukan BPK, dalam proses pelaksaan ditemukan kerugian negara mencapai Rp 32 miliar.
“Selain dijerat undang-undang tipikor, 3 terdakwa Prayitno, Erry Iriansyah dan Joni Isnaini dijerat Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang,” kata Gandi.