SUNGAI KAKAP – Kolase Journalist Camp 2024 menyajikan serangkaian agenda iklim sebagai ruang belajar bagi para jurnalis, kreator konten, dan mahasiswa. Satu di antaranya, gelaran diskusi panel yang mengusung tema “Gender, Pangan, dan Bencana”.
Fokus diskusi menyoroti peran perempuan dalam ketahanan pangan, tren kebencanaan di Kalimantan Barat, serta urgensi komunikasi politik lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim.
Kepala Unit Training Learning Center Gemawan Arniyanti dalam paparannya menjelaskan bahwa perempuan memainkan peran yang penting dalam sejumlah sektor, baik sebagai petani, nelayan, maupun pengumpul hasil lahan.
“Perempuan sangat terlibat dalam hampir semua proses pertanian, namun yang diakui sebagai petani umumnya adalah laki-laki. Ini menunjukkan adanya ketimpangan gender yang masih perlu diatasi,” ungkapnya.
Akrab disapa Arni, dirinya menyoroti beberapa faktor utama yang menyebabkan kerawanan pangan di Kalimantan Barat.
Di antaranya, perubahan iklim yang semakin ekstrem, alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit, serta hilangnya keanekaragaman pangan akibat perubahan pola konsumsi.
Ia memberikan contoh nyata dari kondisi iklim di Kalimantan Barat yang semakin panas dan berdampak signifikan pada pola tanam masyarakat lokal.
“Perempuan di Desa Sadaniang, Mempawah, memiliki pengetahuan tradisional tentang kapan waktu yang tepat untuk menanam, namun perubahan iklim yang drastis membuat pengetahuan ini tidak lagi bisa diandalkan,” tambah Arniyanti.
Ia juga memaparkan strategi pemberdayaan perempuan petani sebagai langkah penting untuk memperkuat ketahanan pangan di tengah tantangan ini.
Menurutnya, perempuan yang memegang peran penting dalam menjaga ketahanan pangan keluarga perlu dilibatkan lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan.
“Kami mendampingi perempuan dalam melestarikan benih lokal dan mengembangkan diversifikasi pangan,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kalimantan Barat Judan, dalam kesempatan yang sama menyoroti peningkatan tren bencana hidrometeorologi di Kalimantan Barat.
Menurutnya, kurang seriusnya penanganan lingkungan, seperti pelanggaran aturan terkait penebangan di dekat sungai, menjadi penyebab utama bencana yang semakin sering terjadi.
“Indonesia tidak serius dalam menangani masalah lingkungan, terutama di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti ketidaktepatan dalam penetapan kawasan hutan lindung, yang justru mempersulit pembangunan di daerah perdesaan.
“Di Ketungau Tengah, misalnya, pembangunan sekolah terhambat karena lokasi yang masuk kawasan hutan lindung. Ini salah satu contoh bagaimana kebijakan kurang tepat bisa menghambat pembangunan,” ujar Judan.
Dalam upaya mitigasi bencana, BPBD Kalbar melakukan patroli di wilayah-wilayah rawan untuk memantau potensi bencana.
Patroli ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat agar lebih siap menghadapi risiko bencana.
Judan menambahkan, kebakaran hutan (karhutla) telah berkurang secara signifikan di Kalimantan Barat, dengan pengawasan yang intensif dan penggunaan helikopter untuk mencegah kebakaran meluas.
Dewi Utami, akademisi Ilmu Komunikasi Universitas Tanjungpura, menekankan peran strategis jurnalis dalam menyampaikan isu-isu perubahan iklim kepada masyarakat dan pemerintah. Menurutnya, komunikasi politik yang efektif sangat diperlukan untuk menekan laju perubahan iklim.
“Peran media sangat penting sebagai penghubung antara warga dan pemerintah, terutama dalam menyampaikan kebenaran yang berpihak pada kepentingan publik,” kata Dewi.
Ia menekankan jurnalis memiliki peranan penting dalam dunia politik lingkungan sebagai penyambung aspirasi antara pemerintah dengan masyarakat.
“Peran jurnalis sangat besar dalam dunia politik. Sehingga media berperan sebagai penyambung atau penghubung agar pemerintah mendengar warga dan sebaliknya,” ujarnya.
Dewi juga menyoroti pentingnya komunikasi berbasis bukti dalam melawan misinformasi yang sering kali menyulitkan upaya penanganan perubahan iklim.
Ia menekankan bahwa jurnalis harus dibekali dengan keterampilan untuk mengenali dan menyaring informasi yang valid guna memberikan edukasi yang tepat kepada masyarakat.
“Komunikasi yang efektif dapat mendorong pembuatan kebijakan untuk mengadopsi langkah-langkah mitigasi, seperti pengembangan transportasi berkelanjutan dan investasi energi terbarukan,” tegasnya.*