Example 728x250
Opini Publik

Smart city di Kalimantan Barat, Inovasi Nyata atau Sekadar Gimmick?

×

Smart city di Kalimantan Barat, Inovasi Nyata atau Sekadar Gimmick?

Sebarkan artikel ini
Charmyllia, S.T., M.P.W.K (Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Tanjungpura)

Oleh : Charmyllia, S.T., M.P.W.K (Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Tanjungpura)

Konsep smart city kini menjadi tren global dalam pengelolaan perkotaan. Di Indonesia, banyak kota mulai berlomba-lomba mengadopsi model ini, termasuk di Kalimantan Barat. Pontianak dan Singkawang adalah dua kota yang telah mencanangkan program smart city sebagai bagian dari strategi pembangunan. Namun, seberapa efektif implementasi konsep ini dalam menyelesaikan persoalan perkotaan? Apakah smart city benar-benar menjadi solusi inovatif, atau justru hanya sekadar gimik tanpa dampak nyata bagi masyarakat?

Beberapa tahun terakhir, Pontianak dan Singkawang mulai berupaya mengadopsi teknologi dalam tata kelola perkotaan. Pontianak, misalnya, telah memperkenalkan Pontive Center, pusat kendali yang mengintegrasikan berbagai layanan publik berbasis teknologi. Di sisi lain, Singkawang mulai mengembangkan sistem digitalisasi pelayanan publik dan infrastruktur berbasis Internet of Things (IoT). Upaya ini sekilas menunjukkan komitmen pemerintah dalam membangun kota yang lebih efisien dan berbasis teknologi. Namun, ketika dikaji lebih dalam, masih banyak aspek fundamental yang belum terselesaikan, mulai dari kesiapan infrastruktur digital, kualitas layanan publik, hingga keberlanjutan kebijakan smart city di daerah tersebut.

Laporan dari Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) menunjukkan bahwa kebanyakan kota di luar Pulau Jawa masih tertinggal dalam aspek infrastruktur digital, sistem transportasi cerdas, dan keterlibatan masyarakat dalam tata kelola kota berbasis teknologi. Dalam laporan terbaru, Pontianak dan Singkawang masih belum masuk dalam kategori kota dengan implementasi smart city yang optimal. Salah satu penyebab utamanya adalah masih terbatasnya ekosistem digital yang mendukung integrasi teknologi dalam layanan publik.

Di Kota Pontianak, meskipun telah tersedia akses Wi-Fi gratis, CCTV, dan jaringan internet yang memadai, layanan kesehatan dan keselamatan yang terintegrasi belum optimal. Selain itu, meskipun telah ada portal satu data Kota Pontianak untuk akses data publik, belum tersedia Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai manajemen keamanan informasi yang sangat penting dalam ekosistem digital yang berkembang. Ketiadaan regulasi yang jelas dalam pengelolaan data publik ini dapat menjadi celah bagi keamanan informasi dan efektivitas layanan smart city.

Sementara itu, Kota Singkawang juga menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan smart city secara menyeluruh. Evaluasi terbaru terhadap program smart city menunjukkan bahwa progresnya berjalan sesuai dengan Masterplan Smart city yang dirumuskan. Namun, hingga tahun 2024, dimensi Smart Branding masih menjadi fokus utama, dengan penguatan identitas kota melalui pembuatan logo “Singkawang Smart city”. Hal ini menunjukkan bahwa aspek visualisasi branding lebih diutamakan dibandingkan penerapan infrastruktur dan sistem yang benar-benar menyelesaikan masalah perkotaan.

Salah satu tantangan utama dalam pengembangan smart city di Kalimantan Barat adalah minimnya infrastruktur digital dan akses internet yang belum merata. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), masih banyak wilayah di Kalbar yang mengalami keterbatasan akses internet berkualitas tinggi. Padahal, kunci utama keberhasilan smart city adalah konektivitas yang stabil dan cepat. Tanpa infrastruktur yang memadai, konsep smart city akan sulit diimplementasikan secara efektif.

Selain itu, banyak kebijakan smart city di daerah ini masih berfokus pada pengadaan perangkat teknologi tanpa diiringi oleh peningkatan kualitas layanan publik dan partisipasi masyarakat. Digitalisasi pelayanan publik di beberapa kota sering kali hanya bersifat administratif tanpa benar-benar meningkatkan efisiensi dan transparansi. Sebagai contoh, aplikasi layanan publik yang diperkenalkan sering kali tidak user-friendly, kurang disosialisasikan, atau bahkan hanya menjadi formalitas tanpa optimalisasi dalam implementasi.

Jika dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia yang lebih maju dalam implementasi smart city, seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya, maka perbedaan dalam kesiapan infrastruktur dan strategi pengelolaan sangat terlihat. Surabaya, misalnya, sukses mengembangkan Command Center 112 yang memungkinkan respons cepat terhadap keadaan darurat, sementara Bandung menerapkan sistem transportasi cerdas dengan data real-time yang membantu mengurangi kemacetan. Sayangnya, di Pontianak dan Singkawang, aspek seperti transportasi berbasis teknologi dan manajemen lalu lintas cerdas masih belum menjadi prioritas utama.

Konsep smart city seharusnya tidak hanya berorientasi pada digitalisasi layanan, tetapi juga pada pembangunan kota yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan efisien. Smart city bukan sekadar soal aplikasi atau kamera pengawas di jalan raya, tetapi bagaimana teknologi bisa membantu menyelesaikan permasalahan mendasar seperti kemacetan, polusi, efisiensi energi, hingga pelayanan kesehatan dan pendidikan berbasis teknologi.

Agar smart city di Kalimantan Barat tidak sekadar menjadi slogan tanpa dampak nyata, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Pemerintah daerah perlu memastikan kesiapan infrastruktur digital sebelum menerapkan konsep smart city secara menyeluruh. Tanpa jaringan internet yang stabil dan sistem teknologi yang terintegrasi, digitalisasi layanan publik hanya akan menjadi proyek tanpa manfaat signifikan bagi warga. Selain infrastruktur, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan smart city juga harus ditingkatkan. Banyak program smart city gagal karena hanya berbasis top-down, tanpa memperhitungkan kebutuhan warga secara langsung. Pemerintah perlu membuka ruang dialog dan melibatkan komunitas lokal serta universitas dalam mengembangkan solusi berbasis teknologi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Transparansi dan evaluasi terhadap program smart city juga harus menjadi perhatian utama. Banyak inisiatif smart city di Indonesia yang berhenti di tahap perencanaan atau pengadaan teknologi, tanpa ada pengukuran dampak yang jelas. Pemerintah daerah harus menyusun indikator keberhasilan yang konkret, seperti peningkatan efisiensi layanan publik, pengurangan kemacetan melalui sistem transportasi berbasis data, atau peningkatan akses layanan kesehatan berbasis digital.

Sejumlah studi dalam tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa implementasi konsep smart city di Indonesia telah memberikan dampak positif dalam pengelolaan sumber daya. Dengan laporan yang diterima melalui aplikasi, pemerintah kota dapat lebih efektif dalam mengelola sumber daya dan merespons kebutuhan yang mendesak, yang membantu dalam perencanaan dan pengelolaan infrastruktur kota yang lebih baik. Namun, integrasi aplikasi yang belum optimal dan kurangnya regulasi mengenai keamanan informasi masih menjadi kendala dalam implementasi smart city di beberapa kota. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengembangan dan implementasi yang komprehensif untuk mengatasi kekurangan tersebut dan memastikan bahwa konsep smart city dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.

Smart city di Kalimantan Barat masih berada dalam tahap awal. Jika tidak dikelola dengan baik, konsep ini bisa berakhir sebagai proyek mahal tanpa manfaat nyata. Namun, jika dijalankan dengan strategi yang tepat, smart city berpotensi menjadi solusi inovatif yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Apakah smart city akan benar-benar menjadi inovasi yang bermanfaat, atau hanya menjadi sekadar gimmick politik yang tidak memberikan perubahan berarti?

error: Content is protected !!