Hukum dan Kriminal

Blak-Blakan, Herawan Utoro Sebut Kasus Tanah Bank Kalbar Dimanipulir, Ditunggangi dan Dipaksakan Kejati Kalbar

×

Blak-Blakan, Herawan Utoro Sebut Kasus Tanah Bank Kalbar Dimanipulir, Ditunggangi dan Dipaksakan Kejati Kalbar

Sebarkan artikel ini

Aksaraloka.com, PONTIANAK-Herawan Utoro pengacara tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah Bank Kalbar menyebutkan bahwa penyelidikan Kejati Kalimantan Barat pada tahun 2024 sangat kontradiksi dengan penyelidikan Kejari Pontianak pada tahun 2022.

Herawan mengungkapkan hal tersebut, lantaran kaitan dengan penyidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan kembali oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar selaku penyidik sesuai Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru yang diterbitkan 13 November 2024 terhadap kliennya yakni SDM selaku Dirut dan SI selaku Dirum serta MF selaku Kepala Divisi Umum Bank Kalbar tahun 2015.

Menurut Herawan Utoro, dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah Bank Kalbar Tahun 2015, berdasarkan hasil penyelidikan Kejati Kalbar yang dilakukan sejak 6 Juni 2024.

Di mana dari penyelidikan tersebut jaksa penyelidik Kejati Kalbar berkesimpulan pada pokoknya ditemukan bukti permulaan yang cukup dalam pengadaan tanah tersebut yakni tidak mempedomani Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di Internal Bank Kalbar yakni Buku Pedoman Perusahaan (BPP) Logistik, Pedoman Pengadaan Barang/Jasa, dimana dalam pengadaan tanah dimaksud telah dibentuk Panitia Pengadaan tanah.

Namun pelaksanaannya menggunakan pihak ketiga/perantara sebagai yang dikuasakan yaitu Paulus Andy Nursalim (PAM) dan Ricky Sandi (RS) terhadap pembelian 15 bidang tanah bersertipikat hak milik (SHM) sehingga terjadi kelebihan pembayaran yang dihitung selisih berdasarkan bukti transfer pembelian tanah dengan yang diterima oleh pihak pemilik tanah bersertifikat hak milik.

Sehingga menurut Jaksa penyelidik dapat menimbulkan kerugian keuangan Negara kurang lebih sebesar Rp.30 milyar rupiah, oleh karena itu diusulkan agar penyelidikan terhadap kasus tersebut dilanjutkan ketingkat Penyidikan.

Atas penyidikan dan penetapan tersangka dari Kajati Kalbar tersebut, Herawan Utoro menyatakan perkara ini sebelumnya pada akhir tahun 2022 pernah dilakukan penyelidikan oleh Jaksa Penyelidik Kejari Pontianak.

Di mana penyelidikan Kejati Kalbar tahun 2024 materinya sama dengan penyelidikan Kejari Pontianak tahun 2022.

“Di dalam penyelidikan Kejati Kalbar tahun 2024 hanya berisi pengulangan, tidak terdapat fakta dan data serta informasi baru,” terang Herawan Utoro.

Lanjut Herawan, pada saat mendampingi SDM, SI dan MF menjalani pemeriksaan di penyidikan, ia selaku PH menanyakan kepada Jaksa Penyidik Kejati Kalbar apakah adanya fakta dan data serta informasi baru yang diperoleh Jaksa Penyelidik Kejati Kalbar, hingga membuka kembali penyelidikan perkara ini yang telah dihentikan oleh Pontianak tahun 2022.

“Jaksa penyidik Kejati Kalbar tidak dapat memberikan jawaban, jaksa penyidik menyatakan mereka hanya menjalankan perintah pimpinan,” ujar Herawan.

Dikatakan Herawan, saat itu jaksa Penyidik Kejati Kalbar tidak dapat menunjukkan dan menguraikan secara jelas dan sederhana tentang adanya fakta dan data serta informasi baru yang ditemukan oleh Jaksa Penyelidik dari Kejati Kalbar berdasarkan bukti permulaan yang cukup yang diperoleh dalam penyelidikan perkara ini.

“Dari Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) dari Jaksa Penyelidik Kejari Pontianak tahun 2022 yang menghentikan perkara ini, adanya pelaksanaan pengadaan tanah diperoleh/dibeli Bank Kalbar melalui PAM dan RS selaku pemegang kuasa penawaran, penjualan dan penerimaan hasil pembayaran tanah dari pemegang SHM, berdasarkan bukti-bukti surat berupa akta-akta atau surat terkait yang dibuat secara Notaril/PPAT terlampir dalam berkas pengadaan tanah dan menjadi bukti surat atau barang bukti dalam penyelidikan tersebut, semua telah diperiksa oleh Jaksa Penyelidik Kejari Pontianak dan dinyatakan telah sesuai dengan ketentuan pasal 1320 Jo 1792 Jo 1796 Jo 1338 KUHPerdata.

“Pengadaan tanah Bank Kalbar diperoleh dengan cara jual-beli, sehingga penawaran dan penjualan serta penerimaan hasil pembayarannya melalui penerima kuasa, oleh karenanya tidak melanggar SOP. Bukan pengadaan tanah yang diperoleh dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau dari pembebasan tanah. Adanya klausul yang terdapat dalam SOP terkait pengadaan tanah yang diperoleh dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau dari pembebasan tanah tentunya tidak bisa diterapkan dalam pengadaan tanah yang diperoleh dengan cara jual-beli,” jelas Herawan.

Lebih lanjut Herawan mengatakan, dari LHP penyelidikan Jaksa Penyelidik Kejari Pontianak tahun 2022 tersebut, adanya penanda-tanganan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dan akta jual beli tanah (AJB) dengan harga penjualan/pembelian yakni sejumlah Rp.11.925.000,-/M2 dan/atau seluruhnya berjumlah Rp.94.004.775.000, dari jumlah mana telah dibayar oleh Bank Kalbar dengan 2 (dua) tahap pembayaran yakni pertama sebesar 20% (dua puluh persen) atau sejumlah Rp.18.800.955.000,- setelah ditandatangani akta PPJB tersebut dan kedua sebesar 80% (delapan puluh persen) atau sejumlah Rp.75.203.820.000,- setelah ditandatangani AJB, dengan cara pemindahbukuan dari pos aktiva dalam proses Bank Kalbar disetorkan ke rekening An. PAM pada Bank Kalbar.

Kemudian berdasarkan permintaan PAM langsung dipindahbukukan ke rekening masing-masing pemegang hak pada Bank Kalbar yakni Nurdjannah Ali,Mad Hapi,Burhan, Johana, Lim Hoei Leng, Johan Kurnia,dengan jumlah pembayaran sesuai dengan harga dan luas tanah yang dimilikinya masing-masing.

“Sehingga tidak terdapat selisih pembayaran, berdasarkan bukti-bukti surat berupa akta-akta dan/atau surat terkait pengadaan tanah yang dibuat secara Notaril/PPAT terlampir dalam berkas pengadaan tanah dan juga menjadi bukti surat dan/atau barang bukti dalam penyelidikan tersebut, telah diperiksa oleh Jaksa Penyelidik Kejari Pontianak dan dinyatakan belum ditemukan perbuatan melawan hukum,” tegas Herawan.

Herawan menerangkan pula, bahwa harga penjualan/pembelian tanah sebesar Rp.11.925.000,-/M2 nilainya dibawah hasil appraisal dari penilaian melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yakni KJPP Masroni Singaisdam yakni sebesar Rp.12.700.000,-/M² dan KJPP Toto Suharto & Rekan yakni sebesar Rp.13.600.000,-/M2.

“Para pemegang SHM mengetahui bidang-bidang tanah yang dimilikinya dijual kepada Bank Kalbar dengan harga sebesar Rp.11.925.000,-/M2 pada saat penanda-tanganan PPJB dan AJB dihadapan Widiansyah selaku Notaris dan PPAT di Pontianak. Para Pemegang SHM telah memberikan kwitansi kepada PAM baik pembayaran panjar uang muka maupun pelunasan,” terangnya.

Dijelaskan Herawan, terhadap uang yang diterima oleh PAM dan RS dari para pemegang SHM tersebut oleh Jaksa Penyelidik Kejari Pontianak dinyatakan bukan sebagai kerugian keuangan negara karena terikat dalam perjanjian kuasa menjual dan menerima uang diantara kedua belah pihak sehingga termasuk ranah perdata apabila terjadi permasalahan prestasi dikemudian hari.

“Bahwa disamping itu sebelumnya sekira tahun 2016 terkait perkara pengadaan tanah ini, juga pernah dilaporkan ke Kejati Kalbar setelah dilakukan klarifikasi dan pemeriksaan oleh Jaksa Penyelidik Kejati Kalbar yakni Fatwa K. Sembiring, dinyatakan tidak ditemukan adanya peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi sehingga sesuai dengan Kuhap, tidak dapat dilakukan penyidikan,” ungkapnya lagi.

Kemudian terhadap rencana pengadaan tanah ini, berdasarkan permintaan SDM dan SI selaku Direksi Bank Kalbar, Panitia Pengadaan Tanah juga didampingi oleh Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) dari bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) dari Kejati Kalbar sejak bulan Oktober 2015 yakni Warman Widianta, Lufti Akbar, Farida Aspeyanie, Heni Kurniana, Yoga Mulyana, Rifda Yuniastuti, Eka Setiawati Dan Yunirawati yang pelaksanaannya diketahui oleh Kajati Kalbar.

Dalam pendampingan tersebut Tim JPN Kejati Kalbar telah melakukan pemeriksaan berkas pengadaan tanah ini, terhadap 15 SHM yang akan dibeli oleh Bank Kalbar tersebut.

Pada tanggal 20 Oktober 2015 Tim JPN telah melakukan pemeriksaan ke Kantor Pertanahan Kota Pontianak, Ketua Pengadilan Negeri Pontianak dan Ketua PTUN Pontianak dan diperoleh hasil bahwa 15 SHM tersebut tidak terdapat sengketa perdata dan TUN.

Kemudian pada tanggal 22 Oktober 2015,Tim JPN memberikan pendapat hukum (Legal Opinion) terhadap pengadaan tanah ini, dalam Pendapat Hukum tersebut dinyatakan bahwa dari analisa yang dilakukan oleh Tim JPN Kejati Kalbar terhadap 15 SHM yang akan dibeli oleh Bank Kalbar yakni SHM Nomor 407 s/d 2014 tersebut telah memiliki dokumen legalitas yang sah dan bersertipikat serta tidak dalam sengketa, dengan demikian proses penandatangan PPJB dan pembayaran uang muka tahap pertama sebesar 20% dilakukan.

Selanjutnya pada tanggal 2 November 2015, Tim JPN memberikan Pendapat Hukum Kedua pada pokoknya Bank Kalbar baru dapat mencairkan pembayaran tahap kedua sebesar 80% jika pihak penjual telah memenuhi pembayaran pajak Pph.

Kewajiban tersebut kemudian telah dipenuhi oleh pihak penjual, dengan demikian proses penandatangan AJB-AJB dan pembayaran pelunasan 80% dilakukan dengan cara pemindahbukuan, kemudian langsung dipindah-bukukan kerekening masing-masing dari para pemegang SHM sebagaimana yang dilakukan pada tahap pembayaran pertama, dengan jumlah sesuai dengan harga dan luas tanah yang dimilikinya masing-masing, sehingga tidak terdapat selisih pembayaran, apalagi kerugian keuangan negara.

Didalam Undang-undang Kejaksaan R.I terdapat prinsip kejaksaan adalah satu dan tidak dapat dipisah-pisahkan dalam tata pikir, tata laku dan tata kerja kejaksaan.

Namun demikian ternyata kesimpulan penyelidikan Kejati Kalbar tahun 2024 tersebut ternyata kontradiksi atau bertentangan dengan kesimpulan penyelidikan Kejari Pontianak tahun 2022.

“Kesimpulan penyelidikan Kejati Kalbar tahun 2024, tidak didasarkan fakta dan data serta informasi dari bukti-bukti keterangan saksi-saksi dan surat terkait pengadaan tanah, hanya didasarkan persepsi dan asumsi dari Jaksa Penyelidik Penyidik. Kesimpulan penyelidikan Kejati Kalbar tahun 2024 tersebut, dimanipulir atau didramatisir atau dikarang atau ditukangi atau dipaksakan atau didesak masuk oleh Jaksa Penyelidik Kejati Kalbar menjadi peristiwa pidana dan melawan hukum serta menjadi menimbulkan kerugian negara,” beber Herawan.

Herawan menambahkan, berdasarkan dan beralasan yuridis dan fakta-fakta yang cukup menurut hukum tersebut, penyidikan perkara ini dan penetapan tersangka dan penyitaan yang diterbitkan berdasarkan penyidikan tersebut harus dinyatakan tidak sah menurut hukum atau dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum dikarenakan penyelidikan Kejati Kalbar tahun 2024 yang menjadi dasar penyidikan ini hanya merupakan pengulangan dari penyelidikan Kejari Pontianak tahun 2022. (Zrn)