KETAPANG – Angin malam menyapa lembut pelataran Balai Sungai Kedang, tempat ratusan orang berkumpul bukan hanya untuk berjabat tangan, tapi untuk merayakan sesuatu yang jauh lebih bermakna—kehangatan dalam perbedaan.
Ketapang malam itu bukan sekadar kota, melainkan rumah bersama yang merayakan keberagaman.
Dalam balutan tema “Silaturahmi untuk Harmoni: Semangat Baru yang Berkeadilan, untuk Kabupaten Ketapang yang Maju dan Mandiri”, Pemerintah Kabupaten Ketapang menggelar Halal Bihalal pada Jumat malam, 25 April 2025.
Namun, di balik serangkaian protokol acara, tersimpan getaran yang tulus: semangat untuk hidup berdampingan dalam damai.
Wajah-wajah dari berbagai latar belakang hadir menyatu. Dari tokoh agama seperti KH Ahmad Said Asrori (PBNU), Uskup Ketapang, Ketua MUI, hingga para ketua etnis dan jajaran Forkopimda, semua duduk sejajar, tanpa jarak.
Tak ada sekat antara satu dengan lainnya—yang ada hanyalah ruang silaturahmi yang menghangatkan hati.
Bupati Ketapang, Alexander Wilyo, menyampaikan pidatonya bukan sekadar sebagai pejabat, tetapi sebagai pemimpin yang merangkul.
Dengan nada hangat, ia menyampaikan ucapan Idulfitri kepada seluruh hadirin, seraya menegaskan komitmennya untuk merawat persatuan.
“Pemerintah ini adalah milik masyarakat Ketapang. Kami hadir untuk melayani, memimpin, dan mengayomi siapa pun—apa pun latar belakangnya,” ucapnya mantap.
Lebih dari sekadar ucapan, Alexander menegaskan bahwa Halal Bihalal ini bukan acara satu malam saja.
Ia ingin menjadikannya tradisi tahunan—sebuah ruang temu yang melampaui perbedaan, ruang di mana semangat gotong royong dan nilai-nilai kebudayaan bisa terus tumbuh.
“Kita ingin Ketapang menjadi rumah yang tidak hanya layak huni, tapi juga layak disyukuri—oleh semua yang tinggal di dalamnya,” tambahnya.
Tak hanya sambutan dan jabat tangan, acara ini juga dihiasi oleh tarian tradisional Bubu Gila dari Kecamatan Sandai.
Tarian yang penuh unsur spiritual ini seolah menjadi penegasan bahwa budaya bisa menjadi tali pengikat yang menyatukan keberagaman.
Sebagai penutup, penampilan Andin KDI—putri daerah yang kini dikenal secara nasional—membawa suasana menjadi hangat sekaligus membanggakan.
Dalam setiap tawa, dalam setiap langkah tarian, dan dalam setiap lirik lagu yang dinyanyikan malam itu, tergambar satu pesan kuat: Ketapang bukan hanya wilayah administratif, tetapi tanah yang memeluk semua identitas.
Halal Bihalal ini menjadi penanda, bahwa di tengah perbedaan warna dan suara, Ketapang memilih untuk tidak hanya hidup berdampingan—tetapi tumbuh bersama, sebagai satu kesatuan.
Karena di tanah ini, persatuan bukan sekadar slogan. Ia hidup, terasa, dan dirayakan.