Minggu pagi di Pontianak Utara. Jalan Flora yang biasanya lengang, hari itu berubah menjadi lautan manusia. Ada yang membawa cangkul, ada yang memungut sampah, ada pula yang menggenggam bibit padi di tangan.
Di tengah kerumunan itu, Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, tampak berbaur, menyapa warga satu per satu dengan senyum lebar.
Tak sekadar aksi bersih-bersih biasa, hari itu Pemerintah Kota Pontianak menggelar gotong royong serentak di enam kecamatan.
Bersamaan dengan itu, Edi juga memimpin penanaman padi secara simbolis — sebuah langkah sederhana, namun penuh makna dalam mendukung program Ketahanan Pangan Nasional.
“Kita manfaatkan lahan yang masih luas di Pontianak Utara ini. Selain membersihkan lingkungan, kita dorong masyarakat untuk menanam sayur atau padi di halaman rumah mereka,” ujar Edi, sambil sesekali membetulkan topi lapangannya.
Lebih dari sekadar menjaga estetika kota, gotong royong ini juga menjadi momen penting untuk memetakan kondisi drainase di seluruh Pontianak.
Edi paham betul, bahwa di kota rendah seperti Pontianak, genangan air bisa menjadi masalah besar. Karena itu, inventarisasi saluran air menjadi salah satu fokus utama.
“Nanti kita petakan saluran primer, sekunder, hingga tersier. Semuanya bertujuan agar lingkungan kita tetap bersih, sehat, dan nyaman,” tegasnya, suaranya tenggelam sesaat di antara dentang alat-alat kerja yang bersahutan.
Tak hanya di Pontianak Utara, semangat serupa juga terasa di Kelurahan Pal Lima, Pontianak Barat.
Di sana, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pontianak, Amirullah, memimpin warga membersihkan saluran air yang dipenuhi sedimentasi dan sampah.
Bagi Amirullah, gotong royong bukan hanya tentang kerja fisik. Ia melihatnya sebagai jalinan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat, yang bersama-sama bertanggung jawab atas lingkungannya.
“Saluran kita ribuan jumlahnya. Mustahil pemerintah membersihkan semuanya sendiri. Perlu partisipasi aktif dari warga,” ungkapnya, sambil mengangkat sepotong kayu besar yang menyumbat jalur air.
Di sela kerja bakti, terdengar tawa anak-anak, seruan semangat para relawan, dan aroma tanah basah yang menyatu dengan udara pagi. Ada rasa lelah, tentu saja. Tapi lebih dari itu, ada juga rasa bangga.
Karena pagi itu, di bawah terik yang mulai mengintip dari balik awan, Pontianak mengukir harapan: tentang kota yang bersih, tentang lingkungan yang sehat, dan tentang masa depan yang ditanam, sebatang padi demi sebatang padi.