Aksaraloka.com, PONTIANAK-Jembatan Siantan, Kecamatan Pontianak Utara menjadi saksi bisu dari tragedi memilukan yang menimpa seorang bocah berkebutuhan khusus yang sehari-hari beraktivitas sebagai pengamen di perempatan lampu merah.
Tubuhnya lebam, wajahnya biru, dan hidupnya terenggut oleh kekerasan yang terlalu keji untuk dinalar.
Sang ibu, membuka suara saat ditanya petugas kepolisian, dengan mata sembab dan suara bergetar. Ia tak lagi sanggup memendam kisah tragis tentang anaknya yang meregang nyawa dalam pelukan kekerasan.
“Hari itu karena ngamen terlalu lama. Dia marah, saya dipukul. Kemudian anak saya juga. Biasa gara-gara anak saya makan terlalu lama, langsung ditinju wajahnya,” ujar sang ibu.
“Bibir anak saya pecah, tubuhnya penuh lebam… dipukuli pakai kayu, diinjak, bahkan sempat dibanting,” sambungnya.
Pelakunya, seorang pria berinisial APR, adalah kekasih ibu dari korban. Mereka hidup berpindah-pindah, mengamen di lampu merah, menggantungkan hidup dari belas kasih pengendara.
Namun di balik tawa palsu di pinggir jalan, terpendam teror yang brutal dari APR.
Menurut pengakuannya, sang anak kerap menjadi pelampiasan emosi APR. Alasannya remeh: buang air sembarangan, terlalu lama makan, hingga sekadar rewel. Namun ganjarannya luar biasa kejam.
“Setiap hari dia dipukul. Pakai kayu, pakai tinju, pakai kaki. Pernah pelaku bilang ke saya: ‘Bunuh aja ya, biar nggak nyusahin kita.’ Saya bilang jangan, itu anak saya… sembilan bulan saya kandung,” ungkap sang Ibu sambil menangis saat menceritakan kepada petugas kepolisian.
Puncak tragedi terjadi di bawah jembatan Siantan, Kecamatan Pontianak Utara, tempat mereka biasa beristirahat setelah mengamen. Di sanalah bocah malang itu mengalami penganiayaan terakhirnya.
“Pertama aku dipukul, kedua anakku. Kami nggak bisa lari, nggak ada orang,” kata nya.
Polisi kini tengah menyelidiki kasus tersebut. Sementara pelaku APR sudah ditangkap dan ditahan di Mapolresta Pontianak. APR kini dalam proses pemeriksaan intensif.
Namun, lebih dari sekadar kasus kriminal, kisah ini membuka borok sosial: anak-anak jalanan yang tak hanya terabaikan, tapi juga dijerat dalam lingkaran kekerasan domestik tanpa perlindungan.
Sang ibu hanya ingin satu sekarang, keadilan bagi anaknya.