PONTIANAK – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat kembali mengangkat tameng imunisasi sebagai benteng utama menghadapi ancaman penyakit menular.
Tapi kali ini, musuhnya bukan sekadar virus: melainkan informasi palsu yang menyesatkan publik.
Gubernur Kalbar, Ria Norsan, dalam pembukaan kegiatan Perencanaan Penguatan Program Imunisasi Strategis di Hotel Dangau, Kamis, 12 Juni 2025, menegaskan bahwa meningkatnya kasus penyakit seperti polio dan campak di Kalbar sebagian besar dipicu oleh merosotnya cakupan imunisasi.
Dan penyebab utamanya: hoaks.
“Angka kenaikan imunisasi, terutama untuk polio dan campak, menunjukkan bahwa banyak anak belum mendapat suntikan wajib. Ini bukan semata soal logistik, tapi karena banyak orang tua termakan berita bohong di media sosial,” ujar Gubernur.
Di tengah meningkatnya konsumsi informasi digital, mitos seputar efek samping imunisasi menyebar cepat.
Salah satu yang mencuat adalah klaim bahwa vaksin polio bisa menyebabkan kelumpuhan. Padahal, sebaliknya: imunisasi polio justru mencegah penyakit tersebut.
“Kalau tidak kita luruskan, hoaks-hoaks seperti itu bisa membunuh perlahan. Bukan hanya logika, tapi masa depan anak-anak kita,” katanya lugas.
Imunisasi dan Stunting: Dua Wajah Satu Perjuangan
Tak hanya soal imunisasi, Gubernur juga menyinggung ancaman lain yang diam-diam menggerogoti generasi Kalbar: stunting. Ia menyerukan peran aktif ibu-ibu hamil untuk memperhatikan asupan gizi sejak awal kehamilan.
“Dalam kandungan pun anak harus sudah mendapat gizi yang cukup. Kalau gizinya kurang, anak lahir dalam keadaan stunting. Kalau tidak diimunisasi, ia rentan kena penyakit. Dua hal ini saling berkaitan,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya edukasi menyeluruh, bukan hanya kepada masyarakat, tapi juga kepada tenaga kesehatan dan perangkat daerah yang bertugas di lapangan.
Tanpa narasi tandingan terhadap hoaks, upaya penanggulangan penyakit menular akan terus pincang.
Pertaruhan Kesehatan Publik
Penguatan program imunisasi, dalam konteks ini, bukan sekadar urusan teknis kesehatan.
Ini adalah bagian dari strategi pertahanan masyarakat, yang harus dilakukan secara kolaboratif.
Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan media massa harus berada di garda terdepan melawan disinformasi.
“Semakin banyak masyarakat yang sadar pentingnya imunisasi, semakin kecil peluang penyakit menular menyebar. Ini soal pertaruhan masa depan,” tutupnya.