Aksaraloka.com, PONTIANAK-Petugas dari Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Kalimantan Barat berhasil menggagalkan upaya pengiriman ratusan ekor burung tanpa dokumen resmi di Pelabuhan Dwikora, Pontianak, Sabtu (14/6/2025) sore.
Kepala BKHIT Kalbar, Amdali Adhitama mengatakan, penggagalan tersebut dilakukan dalam rangka pengawasan rutin terhadap kapal KM Dharma yang akan berlayar menuju Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.
“Dalam pengawasan tersebut, kami menemukan total 173 ekor burung tanpa pemilik yang hendak dikirim tanpa dokumen karantina dan perizinan yang sah,” ujar Amdali dalam konferensi pers di Kantor BKHIT Kalbar, Senin (16/6/2025).
Adapun rincian burung yang diamankan antara lain Burung Kacer sebanyak 88 ekor, Burung Colibri 67 ekor, Burung Murai 10 ekor, serta Cucak Hijau 8 ekor.
Dua jenis terakhir, Colibri dan Cucak Hijau, termasuk dalam kategori satwa yang dilindungi.
Menurut Amdali, burung-burung tersebut diduga dimasukkan secara sembunyi-sembunyi ke dalam kapal menjelang keberangkatan.
Satwa-satwa itu disembunyikan di salah satu ruang kapal, ditutup menggunakan terpal untuk mengelabui petugas.
“Berkat kejelian dan pengalaman petugas kami di lapangan, pengiriman ilegal ini berhasil digagalkan sebelum kapal meninggalkan pelabuhan. Ini merupakan bagian dari komitmen kami dalam menjaga kelestarian satwa liar dan mencegah peredaran ilegal,” ujarnya.
Amdali menambahkan, praktik tersebut melanggar Pasal 88 jo Pasal 35 huruf (a) dan (c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Aturan ini mewajibkan setiap individu atau badan usaha yang mengangkut media pembawa (MP) antarwilayah untuk melengkapi sertifikat kesehatan dan melakukan pelaporan ke petugas karantina melalui jalur resmi.
“Perdagangan satwa liar ilegal bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga menjadi ancaman nyata bagi kelestarian ekosistem. Ketika satwa-satwa ini diambil dari habitat alaminya, keseimbangan ekosistem terganggu dan keanekaragaman hayati terancam,” katanya.
Seluruh burung yang diamankan kini berada di bawah pengawasan karantina dan selanjutnya akan diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat untuk penanganan lebih lanjut.