PONTIANAK – Kolektif seni Susur Galur turut mengambil bagian dalam gelar karya Art Borneo: Bala Dingan yang berlangsung di Gedung Aula Dekranasda Provinsi Kalimantan Barat pada 20–28 Juni 2025 bersama seniman dari Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Pameran ini merupakan respons atas krisis lingkungan sekaligus upaya memperkuat keterhubungan antarwilayah Borneo yang berbeda secara geografis namun satu secara ekologi dan budaya.
Dalam pameran ini, Program Manager Kolektif Seni Susur Galur, Syarifah Apriyanti menyebutkan mengatakan, Susur Galur menawarkan kritik atas kelimpahan limbah plastik di Kota Pontianak yang telah menjelma menjadi seribu warung kopi melalui pendekatan daur ulang (upcycling).
Material sisa seperti HDPE, PET, LDPE, dan barang bekas diolah menjadi furnitur warung kopi yang fungsional.
Prinsip kesetaraan ekologis menjadi dasar karya ini: memberi narasi baru pada plastik yang dianggap “mati” sebagai bagian dari siklus kehidupan.
Karya ini lahir dari kegelisahan atas krisis ekologis yang mengancam bumi, di mana plastik dan sampah menjadi simbol paradoks peradaban modern: nyaman sekaligus merusak.
Proses ini bukan sekadar upaya estetis, tetapi juga tindakan filosofis—mempertanyakan ulang relasi manusia dengan alam.
Daur ulang dihadirkan bukan sebagai perayaan plastik, melainkan sebagai penanda kritik dan keberdayaan manusia untuk berbicara melalui sampah yang ditinggalkan.
Instalasi ini tidak hanya untuk dilihat, tetapi mengajak publik untuk berinteraksi secara langsung.
Pengunjung diundang untuk berinteraksi langsung dengan karya yang masih menyisakan jejak asalnya.
Melalui pendekatan ini, karya tidak hanya mengajak pengunjung melihat keindahan, tetapi juga merefleksikan kebiasaan konsumtif dalam kehidupan sehari-hari.
Antusiasme pengunjung tergambar pada pembukaan pameran. Familiaritas warung kopi dan bentuk plastik menjadikan pengalaman lebih reflektif, antusias, dan bermakna.
Art Borneo: Bala Dingan masih berlangsung hingga 28 Juni 2025 dan terbuka untuk umum. Mari hadir, duduk, dan refleksikan bersama—apa yang telah kita buang, dan apa yang sebenarnya sedang kita wariskan?