PONTIANAK – Keresahan terhadap tumpukan sampah plastik di Kota Pontianak mendorong kolektif seni Susur Galur untuk menyuarakan kritik melalui karya.
Melalui pameran bertajuk Art Borneo: Bala Dingan, mereka menyuguhkan instalasi seni yang tidak hanya bisa dinikmati secara visual, tetapi juga mengajak publik berefleksi atas relasi manusia dengan alam.
Pameran ini digelar di Aula Dekranasda Provinsi Kalimantan Barat pada 20–28 Juni 2025.
Tak hanya diikuti oleh seniman lokal, Art Borneo juga melibatkan perupa dari Malaysia dan Brunei Darussalam, mempererat keterhubungan lintas wilayah di Pulau Kalimantan (Borneo) yang secara geografis terpisah, namun menyatu dalam ekologi dan budaya.
“Pameran ini lahir dari kegelisahan terhadap krisis ekologis yang kian nyata. Plastik dan limbah menjadi simbol paradoks zaman: praktis namun merusak,” ujar Program Manager Susur Galur, Syarifah Apriyanti, Senin (23/6/2025).
Melalui pendekatan upcycling, Susur Galur mengolah sampah plastik—seperti HDPE, PET, dan LDPE—menjadi furnitur warung kopi. Pilihan bentuk ini bukan tanpa alasan.
Warung kopi, yang jumlahnya menjamur di Pontianak, dipilih sebagai simbol ruang sosial yang akrab namun sering kali menghasilkan limbah tak sedikit.
“Kami ingin mengubah narasi bahwa plastik bukan akhir dari siklus, melainkan bisa menjadi bagian dari kehidupan baru yang lebih fungsional dan reflektif,” kata Apriyanti, yang akrab disapa Anti.
Baginya, proses ini bukan sekadar upaya artistik. Ada pesan filosofis di baliknya—sebuah ajakan untuk mempertanyakan kembali hubungan manusia dengan alam.
Alih-alih merayakan plastik, instalasi ini hadir sebagai bentuk kritik sekaligus pengingat bahwa daya rusak peradaban bisa ditanggapi dengan kreativitas yang bertanggung jawab.
Instalasi dalam pameran ini dirancang agar pengunjung bisa berinteraksi langsung.
Beberapa karya sengaja tidak menyembunyikan jejak asalnya—retakan, tekstur plastik, bahkan label kemasan—semuanya menjadi bagian dari cerita.
“Interaksi ini kami harapkan mampu menggugah kesadaran baru. Bahwa limbah yang kita tinggalkan hari ini adalah warisan yang akan diterima generasi berikutnya,” ujar Anti.
Pameran Art Borneo: Bala Dingan masih akan berlangsung hingga 28 Juni 2025 dan terbuka untuk umum.
Melalui pameran ini, Susur Galur mengajak masyarakat duduk sejenak, menatap karya, dan bertanya dalam hati: apa yang telah kita buang, dan apa yang sebenarnya sedang kita wariskan?