PONTIANAK — Wakil Wali Kota Pontianak, Bahasan, menegaskan komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak dalam menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta dampak kabut asap yang ditimbulkannya.
Ia menyatakan bahwa pihaknya secara berkala menginstruksikan camat dan lurah untuk mengawasi lahan-lahan yang rawan terbakar, baik karena faktor kesengajaan maupun kelalaian.
“Kami juga memonitor melalui dinas terkait. Bila terjadi kebakaran lahan di wilayah Kota Pontianak, harus segera dipadamkan sebelum api meluas,” ujarnya, Rabu (23/7/2025).
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalbar dalam sepekan terakhir, kualitas udara di Pontianak sempat menyentuh kategori berbahaya pada malam hari, namun berangsur membaik pada pagi dan siang hari.
Menanggapi kondisi tersebut, Bahasan mengimbau masyarakat untuk menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah.
“Masyarakat harus berhati-hati. Jika tidak ada keperluan mendesak, sebaiknya menunda aktivitas di luar ruangan,” imbaunya.
Bahasan menyebutkan bahwa suhu panas ekstrem serta rendahnya curah hujan meningkatkan risiko karhutla di wilayah Kota Pontianak dan sekitarnya. Kabut asap pun mulai mengganggu aktivitas warga dan diduga berasal dari luar daerah.
“Kami tetap rutin melakukan patroli bersama TNI dan Polri, terutama di kawasan lahan gambut di pinggiran kota, untuk mencegah praktik pembakaran lahan,” tambahnya.
Untuk mendukung upaya penanggulangan, Pemkot telah menyiagakan sejumlah unit mobil pemadam kebakaran beserta peralatan pendukung di titik-titik strategis. Selain itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terus digencarkan.
“Kami terus mengingatkan warga agar tidak membuka lahan dengan cara membakar. Kesadaran menjaga lingkungan harus ditingkatkan. Jangan sampai lalai, karena ada ancaman sanksi yang menanti,” tegas Bahasan.
Ia juga mengajak pelaku usaha, khususnya di sektor perkebunan dan pertanian, untuk turut bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan.
Ia menekankan bahwa pembakaran lahan sebagai metode pembukaan lahan harus dihentikan karena berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat dan aktivitas ekonomi.
“Semua pihak harus bergerak bersama. Kolaborasi antara masyarakat dan pelaku usaha sangat dibutuhkan,” pungkasnya.