PONTIANAK – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Barat bersama Satreskrim Polres Kapuas Hulu membongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di perbatasan Badau, Kapuas Hulu.
Seorang pelaku berinisial FS (29) ditangkap pada Kamis (14/8/2025).
Kasus ini bermula dari laporan seorang warga, R (22), yang mengadukan adiknya bersama dua teman menjadi korban TPPO.
Mereka sebelumnya dijanjikan bekerja sebagai pelayan toko atau rumah makan, namun justru dijual ke Malaysia.
Kepala BP3MI Kalbar, Kombes Pol Ahmad Fadlin, menjelaskan informasi awal diterima dari KJRI Johor Bahru. Ketiga korban ditemukan di Rumah Pelindungan Wanita (RPW) Negeri Sembilan.
Setelah menjalani proses hukum perlindungan, status mereka resmi ditetapkan sebagai korban perdagangan orang dan difasilitasi untuk dipulangkan ke Indonesia.
“Pada Januari 2025 status perlindungan berubah menjadi Tamat Protection Orders (TPO). Selanjutnya korban dipulangkan ke tanah air dengan fasilitasi KJRI Johor Bahru,” ujar Fadlin, Jumat (29/8/2025).
Penyelidikan mengungkap, pada 6 September 2024, tiga korban berinisial AS (27), ER (24), dan seorang anak (17) dijual FS kepada warga Malaysia, WL, seharga RM3.000 (sekitar Rp10,5 juta).
WL kemudian menjual kembali para korban kepada seseorang berinisial XX.
Di Kuching, Sarawak, korban disekap dan dipaksa menjadi pekerja seks komersial dengan dalih melunasi utang fiktif sebesar RM2.000.
Perbudakan itu terbongkar setelah salah satu korban berhasil menghubungi keluarga pada 12 September 2024.
Dalam pemeriksaan, FS mengakui perbuatannya dan mengaku memakai uang hasil penjualan korban untuk kepentingan pribadi serta biaya keberangkatan melalui PLBN Badau.
Polisi juga menyita barang bukti berupa paspor dan telepon genggam.
Fadlin menegaskan BP3MI Kalbar akan mengawal kasus ini hingga tuntas.
“BP3MI berkomitmen memperkuat kolaborasi dengan aparat penegak hukum dalam penanganan pekerja migran maupun kasus TPPO yang saling beririsan,” tegasnya.












