AKSARALOKA.COM, BALI – Memiliki luas wilayah 769 Hektar dengan 8.000 penduduk, Desa Les di Buleleng, Bali yang berada di balik bukit Kintamani yang menjulang dan debur ombak pesisir utara Bali, menyimpan pesona dan ragam potensi.
Les yang merupakan bagian dari Kecamatan Tejakula di Kabupaten Buleleng dikenal sebagai desa penghasil garam tradisional palungan di Indonesia. Tak hanya terkenal di pasar domestik, garam dengan cita rasa umami ini juga menembus pasar luar negeri.
Selain keindahan alamnya yang mempesona, Desa Les juga dikenal karena warisan budaya dan tradisi pengolahan garam laut secara turun-temurun yang masih lestari hingga kini.
Pada rangkaian Capacity Building yang digelar Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kalbar, media diajak menelusuri kehidupan warga yang menggantungkan hidup pada dua sumber utama, tanah dan laut.
Desa ini juga meraih penghargaan Desa Wisata Terbaik dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024. Les berhasil mewujudkan visi Pariwisata Hijau pada Ajang ADWI 2024 yang mengusung tema “Desa Wisata Menuju Pariwisata Hijau Berkelas Dunia”.
Tak hanya menjaga kelestarian lingkungan, desa ini dikenal atas upaya kolaboratifnya dengan NGO untuk monitoring dan rehabilitasi terumbu karang, serta inisiatif pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pembentukan kelompok usaha produktif.
Dengan rasa gurih alami, tekstur kristal yang bersih dan metode produksi ramah lingkungan, garam dari Desa Les menjadi komoditas yang tidak hanya bernilai ekonomis tinggi, tetapi juga menjadi simbol kekayaan budaya.
Ketua Bumdes Giri Segara, Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Ketut Agus Winaya mengatakan saat ini sebanyak 22 petani garam aktif memproduksi garam di Desa Les dan 12 di antaranya sudah tergabung dalam sentra garam dan selebihnya tergabung di koperasi.
“Desa Les mampu menghasilkan sekitar 6 ton garam dalam sebulan, dengan panen raya biasanya terjadi antara Agustus hingga Oktober. Per pack 500 gram kami jual Rp15 ribu, selain kerjasama dengan Pemprov ada juga penjualan langsung,” ujar Winaya pada Rabu 14 September 2025.
Bukan hanya produktivitas yang menjadi daya tarik Desa Les. Pemerintah desa, melalui BUMDes Giri Segara, turut mengembangkan potensi ini menjadi bagian dari desa wisata edukatif.
Pengunjung tak hanya bisa menyaksikan langsung proses pembuatan garam, tetapi juga menikmati keindahan laut, kearifan lokal, serta tradisi leluhur yang tetap hidup. Winaya mengaku banyak wisatawan datang untuk melihat langsung pembuatan garam.
Garam palung khas Les memiliki rasa gurih alami, tekstur kristal yang bersih, dan metode produksi ramah lingkungan. Itu lah kenapa garam dari Desa Les menjadi komoditas yang tidak hanya bernilai ekonomis tinggi, tetapi juga menjadi simbol kekayaan budaya dan keuletan masyarakat Bali Utara.
Desa Les bukan sekadar tempat menghasilkan garam tetapi tempat lahirnya cita rasa, tradisi, dan harapan yang terus dijaga oleh tangan-tangan para petani garam yang tak pernah lelah menghadapi terik, hujan, dan angin demi kelangsungan warisan leluhur.
“Kita juga punya reseller di beberapa kota, kerjasama dengan Pemprov dan penjualan langsung. Jika musim hujan otomatis produksi tidak tercapai, apalagi kalau angin timur biasanya kotor jadi tidak bisa jualan,” ujarnya.

Palungan dan Tinjung
Garam palung khas Desa Les mempunyai ciri khas dengan rasa umami. Sri Anggraini yang merupakan pendamping petani garam mengatakan kekayaan budaya Desa Les tak hanya terlihat dari produk akhirnya, tetapi juga dari teknik tradisional yang digunakan.
Salah satunya adalah penggunaan palungan batang kelapa yang dibelah dua dan dijadikan sebagai media penjemuran air laut. Hasilnya dikenal sebagai garam palungan, dengan cita rasa yang lebih manis dan lembut di lidah.
Ada pula teknik tinjung, wadah semacam kuali besar tempat tanah garaman diendapkan dan diekstrak airnya. Air garam tersebut kemudian dijemur di atas tanah beralas terpal hingga terbentuk kristal-kristal putih.
Proses pembuatan garam di desanya memakan waktu tiga hari jika didukung cuaca yang panas. Hasilnya, satu kali panen petani bisa menghasilkan tiga karung garam berukuran 20 kilogram atau 60 kilogram garam berkualitas tinggi.
Sri, menjelaskan bahwa sebelum proses penjemuran, petani harus menyiram air laut ke petakan tanah, lalu menjemurnya hingga mengering. Tanah itu kemudian digemburkan, dimasukkan ke tinjung, dan diolah lagi hingga menghasilkan air garam pekat yang siap dijemur.
Sebuah proses yang memadukan keterampilan, ketelatenan, dan pengetahuan turun-temurun. Tak memerlukan teknologi modern membuat cuaca menjadi faktor utama.
“Jika musim hujan tiba, produksi pun terpaksa dihentikan. Garam yang gagal panen biasanya hanya bisa diberikan ke hewan ternak atau bahkan dibuang,” ujarnya.
Ia mengaku selain menjadi petani garam, masyarakat setempat juga melaut. Para pria juga melakukan pekerjaan berat pada proses pembuatan garam. Selain memenuhi pasar domestik, garam Desa Les sudah diekspor ke luar negeri.
“Sudah di ekspor ke luar negeri,” ujarnya.

Desa Wisata Terbaik ADWI 2024
Desa Les ini menjadi salah satu desa wisata wisata Bali dengan beragam pesona. Desa Wisata Les merupakan desa tua yang berada di Bali Utara yang masih menjaga adat dan tradisi.
Pesona laut Les, menyuguhkan pemandangan yang indah dari bibir pantai. Wisatawan bisa menikmati tempat ladang garam dan barisan perahu tradional nelayan pencari ikan tuna. Laut di Desa Les ini juga terhampar terumbu karang yang bisa dinikmati lewat aktivitas bawah laut snorkling atau diving.
Air terjun Yeh Mampeh yang merupakan air terjun tertinggi di Bali dikenal dengan keindahannya. Air terjun ini juga dikenal dengan akses yang sangat mudah untuk dijangkau dengan jalan yang mendatar.
Desa Les juga menyuguhkan wisata edukasi bidang penanganan sampah karena desa ini juga memiliki integrated farm yang berdekatan dengan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Tempat ini menjadi sarana belajar dalam penggunaan sampah organik menjadi kompos.
Keunikan budaya juga bisa dijumpai di sini, sebagai desa tua, Desa Les memilki keunikan budaya tersendiri. Satu diantaranya tidak adanya pembakaran mayat (ngaben).
Selain itu di Desa Les terdapat tatanan pura yang menyerupai Pura Besakih dimana Pura Bale Agung Desa Les dikelilingi Pura Dadya keluarga, terdapat cagar budaya dengan banyaknya arca-arca yang berada di Pura Puseh.