banner 468x60
Peristiwa

Mediasi Sengketa Kepemilikan Tanah di Aloevera Pontianak Hasilkan Kesepakatan

×

Mediasi Sengketa Kepemilikan Tanah di Aloevera Pontianak Hasilkan Kesepakatan

Sebarkan artikel ini

PONTIANAK – Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menegaskan bahwa persoalan kepemilikan tanah di Jalan Aloevera yang sempat ramai diperbincangkan di media sosial telah diselesaikan secara mufakat.

Penyelesaian itu tercapai setelah melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak.

“Persoalan tersebut sudah dimediasi dan mencapai kesepakatan bersama. Warga yang menempati lahan itu juga bersedia membongkar bangunannya,” ujar Edi, Senin (13/10/2025).

Edi mengimbau masyarakat yang memiliki sertifikat tanah agar segera melaporkannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dilakukan pengecekan dan balik batas.

Langkah ini penting untuk mencegah tumpang tindih kepemilikan maupun penyalahgunaan lahan yang dapat memicu sengketa.

“Saya mohon warga Kota Pontianak yang memiliki sertifikat segera melapor ke BPN dan melakukan balik batas. Jangan biarkan lahan bertahun-tahun tidak diurus hingga dianggap tanah terlantar,” pesannya.

Menurutnya, Pemkot Pontianak akan berkoordinasi dengan BPN dalam membentuk tim pemetaan permasalahan pertanahan di kota ini.

Edi menilai, banyak kasus muncul karena adanya pihak yang memanfaatkan lahan kosong dan mengklaimnya sebagai milik pribadi.

“Kejadian seperti ini sering terjadi. Ada yang menggarap tanah orang lain karena dianggap kosong, lalu ketika diingatkan justru minta ganti rugi,” jelasnya.

Ia menambahkan, penyelesaian sengketa tanah dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu musyawarah dan hukum.

Pemkot siap menindaklanjuti setiap laporan warga dengan memverifikasi data dan mengundang pihak terkait untuk memastikan kepemilikan sah.

“Kalau masyarakat melapor ke Pemkot, kami akan tindak lanjuti. Bahkan ada juga tanah milik Pemkot yang diduduki masyarakat sejak lama. Karena itu, saya sarankan agar masyarakat segera mendaftarkan tanahnya ke BPN, apalagi sekarang sudah ada sertifikat digital,” paparnya.

Edi juga mengingatkan warga agar berhati-hati terhadap dokumen tanah palsu. Ia menyebut, indikasi kepalsuan bisa dilihat dari ketidaksesuaian ejaan atau tahun penerbitan materai.

“Misalnya surat diterbitkan tahun 1960-an tapi ejaannya sudah ejaan baru, atau materainya tidak sesuai tahun. Itu bisa jadi indikasi surat palsu,” ungkapnya.

Sementara itu, Camat Pontianak Tenggara, M. Yatim, menjelaskan bahwa sengketa tanah di Jalan Aloevera telah melalui proses mediasi sejak 2023. Kasus ini sempat viral di media sosial karena dianggap belum direspons, padahal pemerintah setempat telah melakukan langkah penyelesaian sejak awal.

“Permasalahan ini sebenarnya sudah lama. Kami sudah melakukan mediasi antara pemilik lahan bersertifikat dan pihak yang membangun di atasnya,” jelas Yatim.

Dari hasil pertemuan, kedua pihak akhirnya sepakat menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan dengan pemberian ganti rugi sesuai kesepakatan.

“Sudah ada kesepakatan. Pemilik tanah tidak mempermasalahkan lagi agar tidak berlarut. Kami juga buatkan berita acara dan perjanjian resmi. Pemilik bangunan diberi waktu membongkar paling lambat 2 November 2025,” ujarnya.

Yatim menambahkan, pihaknya kini menunggu pelaksanaan pembongkaran sesuai jadwal yang telah disepakati.

“Pada dasarnya, permasalahan ini sudah selesai dan tidak menimbulkan masalah baru,” pungkasnya.