PONTIANAK – Babak baru ekonomi Kalimantan Barat dimulai dari sebuah pulau kecil di selatan provinsi itu. PT Dharma Inti Bersama (DIB) resmi memulai pembangunan smelter bauksit di Pulau Penebang, Kabupaten Kayong Utara.
Proyek ini masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029 dan diperkuat lewat Peraturan Menko Perekonomian Nomor 16 Tahun 2025.
Pulau Penebang terletak di Desa Pelapis, Kecamatan Kepulauan Karimata, sekitar lima mil laut dari permukiman terdekat. Lokasinya yang terpencil membuat area itu dinilai ideal bagi pengembangan industri pengolahan mineral.
Ketua DPRD Kalbar, Aloysius, menyebut kehadiran smelter akan menjadi mesin baru penggerak ekonomi daerah.
“Investasi besar berdampak luas. Ekonomi tumbuh, lapangan kerja terbuka, pembangunan bergerak,” ujarnya, Rabu (5/11).
Smelter itu menandai perubahan besar dalam tata kelola sumber daya alam Kalbar. Bauksit tak lagi diekspor mentah, tapi diolah menjadi produk bernilai tambah. Hilirisasi ini diharapkan menumbuhkan sektor pendukung, meningkatkan pendapatan daerah, serta memperluas lapangan kerja.
Aloysius mengingatkan, tenaga kerja lokal harus menjadi prioritas.
“Masyarakat Kalbar mampu. Tenaga luar hanya untuk posisi teknis,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik, dan air bersih.
“DPRD akan mengawal agar proyek berjalan sesuai jadwal,” ujarnya.
Dari sisi pemerintah daerah, Gubernur Kalbar Ria Norsan menyebut smelter di Pulau Penebang bukan sekadar proyek industri, melainkan momentum kebangkitan ekonomi wilayah kepulauan.
“Ini pusat pertumbuhan ekonomi baru bagi Kalbar,” ujarnya.
Menurut Norsan, proyek itu sejalan dengan visi pembangunan Kalbar: pemerataan ekonomi, peningkatan kesejahteraan, dan kemandirian industri. Pemprov kini menyiapkan infrastruktur penunjang berupa akses laut, jaringan listrik, dan sistem komunikasi. Perguruan tinggi lokal juga dilibatkan untuk menyiapkan tenaga kerja terampil agar masyarakat sekitar tak sekadar menjadi penonton.
“Kita ingin masyarakat lokal jadi pelaku utama,” tegasnya.
Norsan optimistis Pulau Penebang akan berkembang sebagai kawasan industri modern dan hijau.
“Kita sedang menuju babak baru. Pulau Penebang akan jadi simbol kemajuan itu,” katanya.
Optimisme serupa datang dari pengamat ekonomi Universitas Tanjungpura, Andy Kuriniawan Bong. Ia menilai pembangunan smelter bakal memicu perputaran ekonomi rakyat.
“Kalau industri tumbuh, ekonomi berputar. Lapangan kerja terbuka. PDRB naik,” ujarnya.
Andy menilai efek domino proyek ini akan merembet ke berbagai sektor: logistik, transportasi, kuliner, perhotelan, hingga bahan bangunan. Namun ia mengingatkan pentingnya menyiapkan SDM lokal agar tak kalah bersaing.
“Latih anak-anak daerah mulai sekarang. Sesuaikan pendidikan vokasi dengan kebutuhan industri,” pesannya.
Ia mendorong pemerintah dan dunia pendidikan melakukan pemetaan kebutuhan tenaga kerja agar peluang tidak direbut pendatang.
“Smelter Pulau Penebang bukan sekadar investasi industri, tapi ujian kesiapan Kalbar naik kelas,” ujarnya.
PT DIB juga menunjukkan komitmen sosial melalui pendampingan nelayan, bantuan pendidikan, layanan kesehatan, dan program tali asih bagi warga sekitar.
“Pembangunan sejati adalah ketika rakyat ikut tumbuh bersama,” kata Andy.
Jika dikelola bijak, Pulau Penebang berpotensi menjelma menjadi simbol kebangkitan ekonomi Kalimantan Barat — dari pulau pesisir yang dulu sunyi, menuju pusat industri masa depan yang menyejahterakan.















