Aksaraloka.com, PONTIANAK — Insiden serius yang menyentuh wibawa aparat negara terjadi di areal tambang PT SRM di Desa Pemuatan Batu, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang.
Sebanyak 15 warga negara asing (WNA) asal China diduga melakukan penyerangan terhadap 5 anggota TNI dan petugas pengamanan internal perusahaan, Minggu 14 Desember 2025 sekitar pukul 15.40 WIB.
Tak hanya penyerangan fisik, aksi tersebut juga disertai perusakan aset perusahaan, mulai dari mobil hingga fasilitas operasional.
Pihak PT SRM memastikan kasus ini telah dilaporkan secara resmi ke Polda Kalimantan Barat pada Selasa, 16 Oktober 2025 sekitar pukul 13.00 WIB, dan kini ditangani Ditreskrimum Polda Kalbar.
Kuasa hukum PT SRM, Muchamad Fadzri, SH, menegaskan keprihatinan mendalam atas peristiwa tersebut.
“Yang dilakukan warga negara asing kepada aparat kita sangat kami sesalkan. Kami turut prihatin dan menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan-pimpinan TNI karena gara-gara ulah WNA, aparat negara menjadi korban,” tegas Fadzri.
Menurutnya, kehadiran anggota TNI di lokasi bukan dalam kapasitas pengamanan perusahaan, melainkan sedang melaksanakan latihan dasar satuan sebagai bagian dari tugas negara.
“TNI ada di lokasi untuk latihan dasar satuan. Mereka menjalankan tugas negara, bukan sebagai security perusahaan,” jelasnya.
Insiden bermula saat pihak pengamanan internal perusahaan mencurigai aktivitas penerbangan drone di sekitar area operasional tambang oleh WNA.
Demi menjaga keamanan, langkah persuasif dilakukan. Namun upaya itu justru berujung konflik.
“Karena komunikasi yang tidak berjalan baik, mereka menggunakan bahasa China, kami bahasa Indonesia, terjadi perselisihan. Keamanan internal kami diserang,” ungkap Fadzri.
Ia membeberkan, para WNA diduga membawa senjata tajam, airsoft gun, hingga alat setrum, serta melakukan perusakan mobil perusahaan menggunakan besi, kayu, dan batu.
“Ini tindakan anarkis. Kami mendukung penuh penegakan hukum. Tidak boleh kita kalah di negeri sendiri oleh bangsa asing,” tegasnya.
Lebih jauh, Fadzri mengungkap persoalan serius terkait status dan keberadaan 15 WNA tersebut.
Ia menyebut, para WNA itu merupakan peninggalan manajemen lama PT SRM, tanpa laporan pertanggungjawaban yang jelas.
“Direksi baru PT SRM tidak pernah merekrut mereka. Tidak ada laporan resmi dari manajemen lama terkait perekrutan dan penjaminan 15 WNA ini,” katanya.
PT SRM sendiri telah resmi berganti kepengurusan sejak 4 Juli 2025, dengan Firman sebagai Direktur Utama dan H. Muwardi sebagai Direktur, menggantikan manajemen lama yang dipimpin Mr. Li.
Pergantian direksi dan komisaris itu, kata Fadzri, sah dan legal sesuai peraturan perundang-undangan, serta telah diberitahukan ke Kementerian SDM dan instansi terkait lainnya.
Tak tinggal diam, manajemen baru PT SRM bahkan telah melayangkan surat ke Imigrasi pada 17 Oktober 2025 untuk membatalkan jaminan terhadap sejumlah WNA tersebut. Namun hingga kini, proses tersebut belum ditindaklanjuti.
“Kami sudah bersurat resmi ke Imigrasi untuk pembatalan jaminan. Tapi sampai sekarang belum ada proses. Saat ini para WNA sedang dalam pemeriksaan Imigrasi,” jelasnya.
Terkait motif penerbangan drone yang dioperasikan WNA, PT SRM mengaku belum mengetahui tujuan dan fungsinya.
“Motifnya masih kami dalami. Drone itu dioperasikan WNA. Untuk apa dan dalam rangka apa, belum jelas,” pungkas Fadzri.












