Aksaraloka.com, JAKARTA – Terkait dengan dugaan penyerangan petugas pengamanan dan anggota TNI, serta ada kerusakan kendaraan perusahaan, Li Changjin Direktur Utama PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) buka suara dan mempertanyakan keterlibatan aparat hukum TNI.
Peristiwa itu terjadi di areal tambang PT SRM di Desa Pemuatan Batu, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, pada Minggu 14 Desember 2025 sekitar pukul 15.40 WIB.
“Ada apa kok TNI ikut-ikutan menduduki tambang yang diduga dikuasai secara ilegal, saat kasusnya masih berperkara di PTUN dan berada dalam penyelidikan Bareskrim Polri,” kata Li Changjin melalui keterangan tertulisnya, Selasa (16/12/2025).
Li Changjin membenarkan bahwa ada WNA Tiongkok staf teknis SRM yang mengoperasikan drone di area tambang milik SRM sendiri, namun membantah melakukan penyerangan anggota TNI dari Batalyon Zeni Tempur 6/Satya Digdaya (Yonzipur 6/SD).
“Itu bukan area militer atau area yang dilarang. Kenapa tidak boleh menerbangkan drone di area tambang milik sendiri? Jadi ada pihak yang tidak suka, WNA yang mengoperasikan drone hingga akhirnya drone dan ponselnya disita,” kata katanya.
Setelah perlenggkapan disita, mereka menghapus hasil perekaman drone yang ada di ponsel staf teknis WNA China. Kemudian, drone dan ponselnya dikembalikan.
“Pada saat kejadian, staf teknis kita bahkan dalam kondisi ketakutan karena drone dan hp langsung disita sama mereka. Siapa yang tidak takut dengan tentara, tapi apa kepentingan mereka di sana? Kami juga tidak tahu,” katanya.
Li Changjin mengatakan bahwa Imran Kurniawan yang mengaku sebagai Chief Security PT SRM bukan pihak yang bertanggung jawab atas perusahaan.
Menurutnya, Imran selama ini menduduki PT SRM yang berusaha menguasai dan mengoperasikan fasilitas di tambang emas PT SRM, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
“Imran Kurniawan dan komplotannya sedang didalami oleh Bareskrim Polri diduga melakukan pendudukan secara ilegal dengan membuat anggaran dasar palsu dan pendaftaran palsu di Ditjen AHU. Dia bukan staf dan petugas PT. SRM,” ujar Li.
Ia mengatakan WNA asal Tiongkok yang merupakan staf teknis PT SRM sengaja diasingkan dan dihalangi oleh Imran dengan para komplotannya untuk memasuki area perusahaan yang merupakan wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik SRM sendiri.
PT SRM telah memenangkan perkara di tingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung dan terbukti tidak bersalah atas perkara penyerobotan lahan tambang yang dilaporkan PT. Bukit Belawan Tujuh (BBT).
Terkait dengan tuduhan membawa senjata tajam (sajam), airsoft gun hingga alat setrum, Li Changjin, membantah narasi itu dan tidak berdasarkan fakta karena tidak ada bukti signifikan mengarah ke sana.
“Staf SRM Tiongkok ini tidak pernah melakukan tindakan ilegal termasuk merusak mobil SUV dan tidak pernah membawa senjata ilegal,” katanya.
Ia tidak mengetahui ada unit mobil dan sepeda motor yang mengalami kerusakan berat, karena mobil double cabin dengan nopol L8939BE yang ada di lokasi kejadian bukan milik PT SRM.
Li Changjin mengatakan bahwa proses hukum saat ini sedang berjalan, di mana Imran dan para komplotannya sedang diselidiki terkait pendudukan illegal, perusakan serta pencurian aset PT SRM oleh Bareskrim Polri.
“Imran mendukung penjahat Liu Xiaodong yang tengah menjalani proses hukum dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri terkait kasus pencurian dinamit dan listrik serta aset SRM,” katanya.












