banner 468x60
INFO PEMPROV KALBAR

Harisson: Sinergi Multisektoral Kunci Berantas Perdagangan Orang di Kalbar

×

Harisson: Sinergi Multisektoral Kunci Berantas Perdagangan Orang di Kalbar

Sebarkan artikel ini

PONTIANAK – Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Harisson menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kalbar.

Hal itu ia sampaikan saat membuka kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) penanganan TPPO di Pontianak, Rabu (10/7/2025).

Menurut Harisson, TPPO merupakan kejahatan kemanusiaan serius dengan modus yang terus berkembang dan melibatkan jaringan sindikat.

“Untuk memberantas TPPO dari hulu ke hilir, dibutuhkan kerja bersama yang harmonis dan sinergis, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga lintas instansi pemerintah dari desa sampai pusat,” ujarnya.

Ia menyoroti bahwa modus TPPO di Kalbar sangat beragam, mulai dari kawin kontrak, program magang ke luar negeri, eksploitasi tenaga kerja rumah tangga, penjaga toko, hingga modus baru seperti penerjemah bahasa Mandarin.

Provinsi Kalbar, kata dia, telah memiliki dasar hukum melalui Perda Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPO, dengan fokus utama pada perempuan dan anak sebagai kelompok paling rentan.

“Pemprov Kalbar sangat serius. Kami sudah bentuk Gugus Tugas TPPO, lakukan sosialisasi masif, edukasi publik, serta pemantauan terhadap korban TPPO — baik dari luar negeri seperti Myanmar, Tiongkok, Taiwan, Malaysia, maupun dalam negeri,” paparnya.

Harisson menekankan bahwa penguatan koordinasi antar-stakeholder menjadi faktor kunci dalam menghadapi kompleksitas kasus perdagangan orang.

“Mari kita bangun komitmen bersama untuk memperkuat jejaring koordinasi. Tanpa sinergi, upaya ini tidak akan efektif,” tegasnya.

Pendekatan Terpadu Lindungi Perempuan dan Anak

Senada dengan Harisson, Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian PPPA, Ratna Oeni Cholifah mengungkapkan bahwa Kalbar masih menghadapi tantangan besar terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Kasus tertinggi di Kalbar mencakup kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual — termasuk berbasis elektronik — dan TPPO. Penanganannya harus melalui pendekatan multisektoral dan terintegrasi,” ujar Ratna.

Ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap kelompok rentan tidak bisa hanya diserahkan pada satu pihak. Diperlukan kerja kolektif, mulai dari pencegahan hingga rehabilitasi korban.

Harapan: Kalbar Bebas dari Perdagangan Orang

Dengan komitmen kuat dari Pemprov Kalbar dan dukungan dari pemerintah pusat, aparat penegak hukum, lembaga sosial, hingga masyarakat sipil, diharapkan upaya pemberantasan TPPO berjalan lebih efektif dan menyentuh akar permasalahan.

Monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan menjadi langkah penting untuk memastikan setiap kebijakan dan program yang dijalankan benar-benar memberikan dampak nyata.

“Sinergi semua pihak adalah kunci. Tujuannya jelas: mewujudkan Kalimantan Barat yang bebas dari kejahatan perdagangan orang, serta melindungi hak asasi manusia, terutama perempuan dan anak-anak,” pungkas Harisson.