banner 468x60
INFO PEMPROV KALBAR

Ria Norsan Ikut “Perang Ketupat” di Tayan, Tradisi Perekat Budaya Kalimantan Barat

×

Ria Norsan Ikut “Perang Ketupat” di Tayan, Tradisi Perekat Budaya Kalimantan Barat

Sebarkan artikel ini
TAYAN – Suasana Sungai Kapuas di Tayan, Kabupaten Sanggau, Rabu siang (29/10/2025), berubah riuh oleh tawa dan sorak gembira. Dari atas kapal-kapal yang berjejer di sungai, ketupat beterbangan ke udara sebelum jatuh dan mengenai siapa saja yang berada di dekatnya.
Di antara peserta yang saling melempar ketupat, Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan tampak ikut larut dalam keseruan. Dengan senyum lebar, ia melempar dan menerima lemparan ketupat sambil tertawa bersama warga dan para tokoh kerajaan yang hadir.
Tradisi Perang Ketupat ini merupakan bagian dari agenda budaya Mande Bedel Keraja, yang digelar oleh Keraton Pakunegara Tayan di bawah pimpinan Raja Tayan, Gusti Yusri. Acara tersebut diikuti para raja dan sultan se-Kalimantan Barat serta perwakilan Forum Silaturahmi Kerajaan Nusantara (FSKN).
“Tradisi seperti ini seru. Bukan hanya melestarikan budaya, tetapi juga mempererat hubungan antarwarga,” ujar Ria Norsan di sela kegiatan.
Menurutnya, Perang Ketupat bukan sekadar ritual adat, tetapi simbol kebersamaan dan kerukunan yang menjadi karakter masyarakat Kalimantan Barat.
“Budaya adalah pondasi penting bagi pembangunan yang bermartabat. Melalui kegiatan seperti ini, kita tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga memperkuat sektor pariwisata berbasis kearifan lokal,” kata Norsan.
Gubernur menegaskan, Kecamatan Tayan dengan tradisi Mande Bedel Keraja dan Perang Ketupat memiliki posisi strategis sebagai simpul koridor budaya Kalimantan Barat.
Ia pun mengajak Pemerintah Kabupaten Sanggau untuk berkomitmen pada empat langkah utama:
1.Penguatan infrastruktur dan aksesibilitas wisata, termasuk revitalisasi kawasan keraton;
2.Digitalisasi promosi budaya;
3.Pemberdayaan pelaku UMKM dan komunitas adat;
4.Integrasi festival budaya ke dalam kalender pariwisata provinsi.
Dalam tradisi Perang Ketupat, warga saling melempar ketupat sebagai simbol penghapusan dosa dan penguatan rasa kebersamaan. Selain itu, terdapat ritual memandikan barang pusaka di atas kapal di Sungai Kapuas, yang melambangkan penyucian dan penghormatan terhadap warisan leluhur.
Ratusan warga dari berbagai daerah di sekitar Sanggau dan Tayan hadir memeriahkan acara ini. Mereka tampak antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan.
“Kegiatan ini tidak hanya menjadi bentuk pelestarian budaya, tetapi juga menjadi daya tarik wisata yang unik di Kalimantan Barat,” ujar Norsan.
Tradisi Perang Ketupat diharapkan dapat terus dilestarikan dan dikembangkan sebagai agenda tahunan budaya dan pariwisata di Tayan—warisan yang tak hanya mempererat hubungan sosial, tetapi juga memperkuat identitas budaya masyarakat Kalimantan Barat.