AKSARALOKA.COM, PONTIANAK – Tahun politik, Wakil Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) H. Ria Norsan tegaskan agar tidak menggunakan tempat ibadah atau masjid sebagai sarana politik praktis.
“Tahun ini dan tahun depan sudah mulai tahun politik, jadi jangan sampai masjid sebagai untuk ajang politik,” ujarnya usai kegiatan Silahturahmi dan Buka Puasa Bersama dengan Para Pengurus Masjid Kota Pontianak, di Aula Serbaguna Masjid Raya Mujahidin Pontianak, Senin (27/3/2023).
Larangan masjid dijadikan sebagai sarana politik lantaran dikhawatirkan akan terjadi perselisihan. Terlebih masjid merupakan tempat ibadah bukan untuk kepentingan kelompok. Golongan maupun sejenisnya dalam ajang kontestasi politik, melainkan kepentingan umat untuk melaksanakan ibadah.
“Takutnya apa, terpecahnya umat muslim nantinya bila masjid sebagai ajang politik dimana ada yang pro dan kontra dengan pilihannya, akhirnya saling menyalahkan dan ribut,” paparnya.
Pelarangan itu juga, seiring dengan hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) DMI ke III beberapa waktu yang lalu, menghasilkan butir-butir instruksi salah satunya terkait masjid yang ada di Indonesia dilarang sebagai tempat berpolitik praktis bagi siapapun. Meskipun demikian bagi pengurus masjid bersilahkan menggunakan hak politiknya untuk memilih dan dipilih dalam pesta demokrasi di tahun 2024 mendatang.
“Untuk pengurusnya (Pengurus Masjid) silahkan berpolitik tapi tidak di masjid, kalau diluar masjid silahkan. Sebab kita punya hak dipilih dan memilih, tidak dilarang kita memilih siapapun yang penting diluar masjid,” tegasnya.
Wagub Kalbar, Ria Norsan menyebut beberapa waktu lalu sempat ditemukan politik praktis yang terjadi di Kalbar dan sempat viral di media sosial dan sudah diselesaikan secara bijak.
“Ada kemarin (kasus Politik Praktis) ditemukan, cuma saya melihat di media sosial ada salah satu masjid yang digunakan orang untuk membagikan amplop dengan dalil zakat mal tapi ada lambangnya. Seperti itu tidak boleh,” tegas Ria Norsan. (NAE)