AKSARALOKA.COM, KUBU RAYA – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk Pertalite, Solar hingga Pertamax pada awal September 2022, menimbulkan persoalan dan kendala baru, bagi Puluhan nelayan di Desa Sepok Laut, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Betapa tidak, sejak keputusan pemerintah itu diumumkan, pasokan solar untuk para nelayan tiba-tiba hilang dan sulit didapat.
Salah seorang nelayan, Amran Amir (42 tahun) mengatakan, sejak 1 bulan terakhir ini, dirinya dan puluhan nelayan tradisional lainnya, memilih tidak melaut lantaran sulit mendapatkan BBM solar jenis subsidi.
“Jika pun ada harus beli di pengecer, seharga Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per liter,” kata Amran.
Di mana hal tersebut diakuinya, tidak dapat menutupi biaya operasional yang berkisar Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per hari.
“Sementara kata dia, hasil tangkapan ikan yaang didapat, hanya sebesar Rp 400.000 hingga Rp.500.000 per harinya,” ucap Amran.
Sementara itu’ Bahtiar Abdul Gani yang mengaku sudah 32 tahun berprofesi sebagai nelayan menjelaskan, ada sebanyak 800 kepala keluarga (KK) tersebar di 3 dusun, yang sehari hari menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai nelayan tradisional.
Menurut Bahtiar, sudah hampir lebih dari 1 bulan ini, nelayan sangat kesulitan mendapatkan solar subsidi dengan harga normal.
“Sejak BBM naik kami benar-benar susah mendapatkan solar untuk ke laut. Kalaupun ada, pasti mahal karena beli ke pengecer,” ucap Bahtiar.
“Sementara hasil tangkapan yang kami dapat, setiap hari terus berkurang,” timpal Bahtiar.
Biasanya tambah Bahtiar, setiap satu kapal atau perahu nelayan, membutuhkan 40 liter hingga 50 liter solar per hari. Saat ini katanya, meski harga solar naik, namun harga ikan justru tetap.
Untuk itu dirinya nelayan Desa Sepok Laut berharap pemerintah daerah dan pihak Pertamina memberikan solusi, sehingga nelayan dapat kembali beraktivitas.