Kratom Bukan Narkoba, Petani Kapuas Hulu Harap Jokowi Segera Beri ‘Stempel’ Legal

PONTIANAK – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan menggelar rapat terkait peredaran dan tata niaga kratom di Istana Negara, Kamis (20/6/2024).

Ratap tersebur disambut baik. Wakil Bupati Kapuas Hulu, Wahyudi Hidayat, mengatakan, legalisasi kratom oleh pemerintah, adalah kebijakan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Kapuas Hulu, khususnya para petani kratom.

“Menurut pendapat saya, selaku pimpinan daerah di Kapuas Hulu, yang notabene penghasil kratom terbesar di Kalbar, sangat kami apresiasi. Karena legalitas ini yang sangat ditungguoleh masyarakat,” kata Wahyudi kepada wartawan, Kamis.

Sebagai informasi, kratom sudah dikonsumsi oleh masyarakat sejak lama, sebagai untuk menjaga stamina tubuh serta mengurangi rasa sakit.

Namun setelah BNN menyebut kratom masuk golongan narkoba, muncul kebimbangan di masyarakat.

Padahal, Kementerian Kesehatan, secara tegas menyebut kratom tidak masuk kategori narkoba.

Wahyudi menambahkan, kratom merupakan salah satu sumber utama pendapatan bagi masyarakat, khususnya bagi petani Kapuas Hulu.

Tanaman kratom tersebar di hampir seluruh wilayah di Kapuas Hulu. Misalnya di Kecamatan Bunut Hilir, dengan jumlah petani sebanyak 2.517 orang dengan luas lahan 3.200,40 hektare, dan jumlah pohon sebanyak 14 juta batang lebih.

Kemudian untuk di Kecamatan Embaloh Hilir, jumlah petani sebanyak 1.866 orang, dengan luas lahan 1.547 hektare dan banyak pohon sebanyak 6 juta batang lebih.

Kratom juga saat ini menjadi komoditi ekspor. Memperhatikan bahan paparan dari Kemendag yang dirilis pada 24 Juli 2023, nilai ekspor ke Amerika Serikat mencapai 4,86 juta Dollar AS, atau sekitar Rp 76,19 miliar.

Jumlah ini merupakan 66,3 persen dari total ekspor kratom di Indonesia.

“Melihat kondisi ini tentu ini merupakan peluang yang besar bagi pemerintah kita, dan yang paling penting adalah dari hasil ekpor tersebut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan,” paparnya.

Terkait dampak kesehatan, pihaknya juga sudah melakukan sejumlah penelitian.

“Sejak dulu masyarakat biasa mengkonsumsi kratom untuk meredakan rasa sakit, hingga mengatasi kelelahan. Sampai saat ini, saya belum pernah mendengarkan ada yang meninggal setelah mengkomsumsi kratom,” ungkapnya.

Namun, Wahyudi menilai memang benar harus ada aturan yang membatasi pemakaian yang secara berlebihan, agar mengurangi pergerakan orang-orang yang memiliki niat menyalahgunakan kandungan di dalam kratom tersebut.

“Terkait dukungan tehadap legalisasi kratom, saya mendukung penuh dan tetap memonitor apa yang menjadi kebijakan pusat, agar disosialisasikan kepada masyarakat kami, dan disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat dalam pemakaian kratom di daerah kami,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengkonfirmasi kratom tidak termasuk dalam kategori narkotika, tapi zat adiktif yang terkandung di dalamnya masih perlu diteliti lebih lanjut.

“BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) diminta untuk melakukan penelitian mendalam untuk mengetahui seberapa besar bahaya kratom sebenarnya,” kata mantan Panglima TNI usai mengikuti rapat terbatas tersebut.

Moeldoko menjelaskan, riset itu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan zat adiktif di kratom.

Saat ini, Kementerian Kesehatan, kata Moel, memastikan tanaman asal Kalimantan Barat itu bukan narkotika.

“Kita tunggu dari riset lanjutan, kalau itu memang tak berbahaya dan dalam jumlah besar. Sama aja, kopi juga kalau dalam jumlah besar bisa repot,” kata Moeldoko.

Respon (58)

Komentar ditutup.

error: Content is protected !!