Bagi Hasil Dinilai Tidak Sesuai, Warga Tiga Desa di Landak Ancam Pagar Kebun PT TTT

Aksaraloka.com, LANDAK – Puluhan masyarakat dari tiga desa di Kecamatan Menyuke dan Banyuke Hulu, Kabupaten Landak, mengancam akan melakukan pemagaran kebun perusahaan PT. Tebar Tandan Tenerah (TTT) yang merupakan anak perusahaan dari PT Sampoerna Agro Tbk.

Yakni warga dari Desa Ringo Lojok, Desa Angkaras dan Desa Songga, yang sebelumnya telah menyerahkan lahan kepada perusahan sejak 2013 lalu.

Hal tersebut disampaikan Tokoh Masyarakat Desa Rongo Lojok, Dusun Lesung, Pius Nastro Bunga didampinggi Iyas, Aloisius Baat dan Absenten. Usai bertemu dengan pihak perusahaan. Kamis 30 Januari 2025.

Dijelaskan Pius Nastro Bunga, rencana pemagaran kebun ini dilakukan karena masyarakat merasa bahwa nilai bagi hasil kebun tidak sesuai dan kebun mitra juga tidak dirawat.

Termasuk menurutnya janji pihak perusahaan saat melakukan MoU dengan masyarakat yang menyerahkan lahan tidak terlaksana dan tidak ada terealisasi.

Seperti semangat menyejahterakan masyarakat sekitar kebun, membuka lapangan pekerjaan, mendidik masyarakat, membuat jalan transportasi publik, serta membantu fasilitas umum.

“Pembagian hasil 70:30 harus transparan dan terbuka. Karena itu dipertanyakan oleh masyarakat sebagai penyerah lahan,” tutur Pius Nastro Bunga.

Termasuk menurutnya berkaitan dengan dana Corporate Sosial Responsibility (CSR), bagi masyarakat sekitar.

“Pemodal bertanggung jawab kepada masyarakat, tetapi apa yang didapatkan masyarakat kami, semuanya janji-janji manis dari perusahaan, tidak dipenuhi,” imbuhnya.

Disampaikannya lagi, selama ini penghasilan masyarakat dari bagi hasil dengan perusahaan setiap bulannya paling besar Rp 200 ribu dan paling parahnya lagi ada yang hanya Rp 6 ribu.

“Uang yang mereka dapatkan tidak bisa untuk menyekolahkan anaknya, apa lagi untuk perbaikan gizi dan keperluan lain. Seharusnya dengan hadirnya perusahaan, semakin baik kehidupan masyarakat sekitar terutama masyarakat penyerah lahan,” ucapnya lagi.

Selain itu, operasional perusahaan juga dinilai berdampak pada lingkungan terutama sumber air warga.

Sebab sumber mata air untuk dikonsumsi masyarakat, di sekitarnya ada kebun perusahaan yang dikhawatirkan dapat merugikan.

“Mereka menggunakan pestisida, pupuk. Waktu kemarau oke dia tidak mengalir, begitu musim hujan dan mengalir, airnya di minum oleh masyarakat, itu sangat merugikan masyarakat saya,” tegasnya.

Lebih lanjut menurutnya banyak lokasi kebun yang tidak dirawat, alasan pihak perusahaan karena pencurian, sehingga berakibat pada pembagian hasil yang tidak sesuai.

“Alasan mereka selalu terjadi pencurian, masyarakat dikambing hitamkan. Tapi kebun mereka tidak dirawat, saya ada bukti foto-foto dan videonya. Cek aja ke lapangan, mana ada perawatan,” tegasnya.

Pius Nastro Bunga kembali menegaskan, kalau permohonan masyarakat yang sudah disampaikan ke pihak perusahaan masih tetap tidak ditanggapi, maka warga akan datang lebih ramai lagi.

“Tapi yang jelas dalam waktu dekat kami akan lakukan pemagaran. Kami akan melakukan pemagaran di pintu masuk arah kebun ke atas, karena menurut kami, yang disanalah yang tidak di rawat yakni di Divisi 6,” terang dia.

Salah seorang warga Dusun Lesung, Desa Ringo Lojok, yang menyerahkan lahan, Jais menuturkan, dirinya menyerahkan sebanyak 9 hektare lahan.

“Yang kami terima cuma Rp 290 ribu (per bulan). Sangat jauh kami pun sangat keberatan juga,” katanya.

Dia berharap kedepannya pihak perusahaan bisa lebih transparan terkait bagi hasil dan bisa disesuaikan sesuai aturan.

Dia menjelaskan, jumlah uang bagi hasil yang didapatkan sejak kurang lebih lima tahun yang lalu tidak pernah bertambah.

“Tidak pernah bertambah, bahkan menurun dari dua ratus,” ucapnya lagi.

Menanggapi hal tersebut, Manajer Plasma Area Landak PT Sampoerna Agro Tbk, Novianto Dwi Setiawan mengatakan bahwa pihaknya telah menjelaskan terkait bagi hasil Sisa Hasil Kebun (SHK) dari dusun ke dusun di area Landak yang dilakukan setiap malam hari.

Namun menurutnya jika terdapat beberapa dusun yang perlu diulang, maka pihaknya siap untuk memberikan penjelasan ulang.

Terkait pertemuan bersama perwakilan masyarakat petani plasma dari Desa Ringo Lojok dan Desa Angkaras, masih akan dilakukan pertemuan lanjutan menunggu informasi lanjutan dari perwakilan masyarakat.

“Jadi untuk Dusun Gulong dan Engkaras menunggu informasi Pak Yas. Terus Dusun Berinang, Dusun Lesung dan Dusun Kelampaan, itu menunggu informasi dari Pak Bunga. Jadi sifatnya kami menunggu kapan mau dilakukan,” jelasnya. Jumat, 31 Januari 2025.

Disampaikan Novianto bahwa terkait bagi hasil SHK, menurutnya perlu dilakukan peningkatan produksi buah yang dipanen. Salah satunya menghindari pemanenan buah mentah, karena merugikan biaya tenaga kerja pemanenan karena tidak bisa dijual.

Untuk menghindari hal itu, pihaknya telah menggandeng koperasi untuk melakukan pendampingan di lapangan. Baik untuk mendampingi pemanenan maupun pelaksanaan kegiatan di lapangan, untuk membantu perusahaan meningkatkan disiplin karyawan.

Sementara terkait alokasi dana CSR yang turut disoroti, dia menyebut pihaknya telah melakukan berbagai kegiatan mulai dari pengobatan gratis di Dusun Guna, termasuk menyerahkan bantuan keagamaan ke gereja.

Serta bantuan 4 unit perahu evakuasi yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah sebelumnya.

“Untuk pendidikan, kemarin saya sampaikan silahkan bagi yang putra putrinya lulusan S1 pertanian, ekonomi, akutansi, teknik mesin, itu bisa mengikuti program Star. Trus dari tahun 2015 sampai 2018 kita ada CSR Sampoerna Foundation,” imbuhnya.

Selanjutnya terkait pelaksanaan AMDAL, disampaikannya bahwa pada 2019 hingga 2020, pihaknya telah melakukan pendataan ulang areal mata air, panyugu, pantak, padagi. Sebab PT Sampoerna Agro Tbk merupakan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Dia mengatakan perusahaan bersama masyarakat bisa bersama memeriksa kembali, jika ditemukan hal yang kurang baik.

“Pada prinsipnya kita terbuka untuk diskusi, baik di atas meja maupun di lapangan. Agar bisa selaras, sejalan, beriringan untuk kemajuan bersama,” ucapnya lagi.

Dari aspirasi masyarakat yang disampaikan tesebut juga menurutnya telah dijelaskan semua kepada perwakilan masyarakat Ringgo Lojok dan Angkaras yang datang.

Mengenai aksi pemagaran kebun yang akan dilakukan warga, menurutnya juga tidak menyelesaikan masalah dan ditakutkan akan dimanfaatkan oknum tidak bertanggug jawab.

Selain itu, produksi kebun plasma di area yang dilakukan pemagaran juga tidak bisa dikeluarkan.

“Kalau produksi tidak bisa keluar, bagaimana bagi hasil SHK akan baik,” imbuhnya.

Novianto menyebut, pihaknya akan terus bernegosiasi dengan masyarakat, agar tidak dilakukan pemagaran agar juga tidak mengganggu kepentingan kebun plasma.

Dijelaskannya lebih lanjut mengenai bagi hasil 70:30 dari warga yang mengaku  menyerahkan 9 hektare lahan, namun mendapatkan bagi hasil paling besar Rp 200 ribu.

Menurut Novianto, mencontohkan salah satu warga bernama Buyek berdasarkan data miliknya warga tersebut GRTT yang ada 7,18 hektare. Dari total luasan lahan tersebut 2 persil lahan belum dilakukan penanaman sawit.

“Jadi kemitraannya dati enam persil itu baru empat persil yang dikelola, dua persilnya masih belum diapapakan. Jadi kemitraannya itu adalah 1,824 hektare. Sepengetahuan kami dana talangan antara Rp 140 ribu sampai Rp150 ribu. Jadi kalau 1,8 tinggal dikali Rp 140 atau Rp 150 itulah yang dia terima,” tambahnya.

Selain itu di dalam dokumen GRTT juga dikatakannya telah tertulis hak inti plasmanya. Yakni untuk lahan inti 70 persen dan lahan plasma 30 persen, yang menjadi pola 70:30 dari luas yang diusahakan, yakni yang tertatam, untuk jalan dan sarana prasarana pendukung operasional kebun.

Sementara untuk potongan yang sudah disosialisasikan, dari hasil penjualan TBS terdapat beberapa potongan diantaranya  manajemen fee 5 persen perusahaan, manajemen fee koperasi 2 persen untuk pengembangan koperasi, PPN manajemen fee 7 persen, biaya panen, biaya pemupukan, biaya perawatan, PPN dan potongan PPH 22.

“Trus angsuran kredit, karena disini produksinya rendah ini dari tahun 2013 itu hanya dipotongkan 9 persen di tahun 2014. Seharusnya 30 persen semuanya,” pungkasnya.

error: Content is protected !!