banner 468x60
Pontianak

Pontianak Raih WTP ke-14, Wali Kota: Komitmen dan Kolaborasi Jadi Kunci

×

Pontianak Raih WTP ke-14, Wali Kota: Komitmen dan Kolaborasi Jadi Kunci

Sebarkan artikel ini

PONTIANAK – Kota Pontianak kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024.

Ini merupakan kali ke-14 secara berturut-turut Pontianak menyabet predikat tertinggi dalam audit laporan keuangan.

Laporan diserahkan dalam acara di Aula BPK Perwakilan Kalimantan Barat, Senin, 26 Mei 2025, bersama 13 pemerintah daerah lainnya di Kalbar. Hanya satu daerah yang mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menyebut capaian ini sebagai hasil kerja keras seluruh perangkat daerah dalam menjaga akuntabilitas dan transparansi.

“Alhamdulillah, ini adalah bentuk komitmen bersama antara pemerintah dan legislatif dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Edi.

Meski sukses mempertahankan opini WTP, Edi mengakui masih ada sejumlah catatan yang perlu ditindaklanjuti, mulai dari pengelolaan aset, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), hingga perbaikan pelayanan publik.

Ia menekankan pentingnya konsistensi dan kolaborasi seluruh aparatur sipil negara (ASN) untuk menjaga kualitas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Mempertahankan WTP tidak mudah. Diperlukan kerja sama lintas instansi, termasuk koordinasi dengan BPN dalam pengelolaan aset,” katanya.

Ketua DPRD Kota Pontianak, Satarudin, turut mengapresiasi capaian tersebut. Ia menilai transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam pengelolaan keuangan negara.

“Ini buah kerja keras semua pihak. Kami di DPRD berkomitmen mendukung perbaikan atas catatan yang disampaikan BPK, termasuk optimalisasi sektor retribusi,” ujar Satarudin.

Kepala BPK Perwakilan Kalimantan Barat, Sri Haryati, menyebut 13 dari 14 daerah berhasil meraih opini WTP.

Penilaian diberikan berdasarkan kesesuaian laporan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan, dan efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).

Namun, Sri mencatat masih ada sejumlah persoalan yang memerlukan perhatian, seperti pengelolaan pendapatan daerah dari sektor tambang mineral bukan logam dan batuan, PBB, BPHTB, dan retribusi aset daerah yang belum optimal.

Masalah lainnya meliputi kesalahan penganggaran, kelebihan pembayaran, serta belanja yang tidak sesuai ketentuan. Penataan aset dan piutang juga menjadi sorotan.

“Kami meminta agar seluruh pemerintah daerah menindaklanjuti temuan ini dalam waktu 60 hari, sesuai amanat UU Nomor 15 Tahun 2004,” kata Sri.

Ia berharap, rekomendasi yang diberikan dapat menjadi pijakan untuk memperbaiki pengelolaan keuangan yang lebih baik di masa mendatang.