banner 468x60
Peristiwa

Masjid Kayu As Syukur, Warisan Tradisi di Batas Kota Pontianak-Kubu Raya

×

Masjid Kayu As Syukur, Warisan Tradisi di Batas Kota Pontianak-Kubu Raya

Sebarkan artikel ini

PONTIANAK – Di tepi Jalan Pemda, Parit Mayor, perbatasan Kota Pontianak-Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar), berdiri sebuah masjid yang berbeda dari kebanyakan. Namanya Masjid Kayu As Syukur.

Ia tak dibangun dari semen dan keramik yang lazim mewarnai masjid-masjid baru, melainkan seluruhnya dari kayu belian.

Bentuknya rumah panggung, dengan nuansa tradisional khas Melayu yang kian jarang dijumpai.

Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono melihat masjid ini lebih dari sekadar rumah ibadah.

“Masjid As Syukur punya ciri khas tersendiri karena dibangun dengan kayu belian dan model rumah panggung. Kehadirannya diharapkan bukan hanya memperkuat ibadah, tapi juga menjadi daya tarik bagi tamu dan wisatawan yang berkunjung,” ujarnya usai meresmikan, Jumat (12/9/2025).

Bagi Edi, masjid kayu ini juga bisa berfungsi sebagai ruang sosial: tempat pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan pengikat silaturahmi masyarakat.

“Atas nama pemerintah kota, saya ucapkan selamat atas peresmian Masjid Kayu As Syukur. Semoga niat baik Bapak Haji Syukur dan keluarga mendapat balasan setimpal dari Allah, serta membawa berkah bagi masyarakat sekitar,” katanya.

Di balik berdirinya masjid ini, ada cerita tentang ketekunan seorang warga, Tamsil Syukur.

Ia memulai pembangunan dua tahun lalu, dengan tantangan utama mencari kayu belian yang harus didatangkan dari hulu.

“Tidak ada alasan khusus, saya hanya ingin membangun masjid. Kayu memang susah didapat, tapi alhamdulillah akhirnya terwujud,” tuturnya.

Tamsil berharap kehadiran masjid kayu bisa menjadi pengingat bagi generasi muda tentang nilai budaya yang perlahan terkikis.

“Anak muda bisa merasakan suasana masjid kayu seperti di masa lalu. Semoga masjid ini punya arti penting, menaungi masyarakat, dan menjaga identitas kita sebagai orang Melayu,” ujarnya.

Peresmian Masjid Kayu As Syukur dimulai dengan salat Jumat berjamaah, disusul pemotongan tumpeng.

Tokoh agama, masyarakat setempat, dan para undangan hadir menyaksikan momen itu.

Kini masjid kayu ini bukan sekadar tempat sujud, melainkan juga penanda: bahwa di tengah derasnya modernisasi, masih ada ruang bagi tradisi untuk hidup dan menghidupi.