banner 468x60
INFO PEMPROV KALBAR

Kasus Keracunan Siswa di Ketapang Bongkar Kekacauan Koordinasi Program Makan Bergizi Gratis

×

Kasus Keracunan Siswa di Ketapang Bongkar Kekacauan Koordinasi Program Makan Bergizi Gratis

Sebarkan artikel ini

PONTIANAK — Kasus dugaan keracunan belasan siswa SDN 12 Benya Kayong, Ketapang, menyingkap persoalan lebih besar di balik pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalimantan Barat.

Gubernur Kalbar, Ria Norsan, mengaku tidak tahu siapa koordinator program tersebut di daerah.

“Di pemda tidak ada. Sampai saya harus telepon kepala MBG di pusat,” kata Norsan di Pontianak, Rabu, 24 September 2025.

Ketiadaan koordinasi itu, menurut Norsan, membuat pemerintah daerah menjadi sasaran amarah masyarakat setiap kali muncul persoalan.

“Begitu ada keracunan, masyarakat menyerang kita. Padahal kita tidak pernah dilibatkan,” ujarnya.

Sistem yang Tak Jelas

Pengakuan Gubernur Kalbar itu menambah daftar kritik terhadap implementasi MBG yang digagas pemerintah pusat.

Program yang semestinya membantu pemenuhan gizi pelajar justru menimbulkan kekhawatiran soal keamanan makanan.

Norsan menilai ada masalah serius dalam tata kelola dan pengawasan. “Kalau tidak jelas koordinasinya, bagaimana bisa menjamin keamanan konsumsi anak-anak?” katanya.

Panggilan untuk Koordinator

Pemerintah Provinsi Kalbar kini berencana memanggil pihak yang disebut sebagai koordinator MBG di daerah.

Norsan menegaskan pihak dapur penyedia makanan harus bertanggung jawab penuh atas insiden di Ketapang.

“Ini bukan sekadar urusan bisnis. Kalau sampai ada anak meninggal dunia karena keracunan, siapa yang mau bertanggung jawab?” ucapnya.

Ia meminta seluruh penanggung jawab program di Kalbar segera menghadap pemerintah provinsi. “Koordinator MBG diharapkan segera merapat untuk berkoordinasi,” kata Norsan.

Kasus di Ketapang dipandang sebagai ujian bagi keberlanjutan MBG. Jika masalah koordinasi tak segera diselesaikan, program yang digadang-gadang sebagai solusi gizi pelajar ini justru berpotensi kehilangan legitimasi di mata masyarakat.