banner 468x60
Pontianak

Tarian Sulam Kalengkang: Rajutan Budaya Pontianak yang Menggetarkan Panggung Nasional

×

Tarian Sulam Kalengkang: Rajutan Budaya Pontianak yang Menggetarkan Panggung Nasional

Sebarkan artikel ini

SURABAYA — Di bawah cahaya panggung yang hangat dan sorak kagum penonton, seuntai kisah budaya mengalir melalui gerakan para penari dari Kota Pontianak.

Tarian Sulam Kalengkang, yang begitu syahdu dan penuh makna, berhasil mengantarkan Pontianak meraih Juara III Penampilan Terbaik dalam ajang Indonesian International Arts Festival 2025 di Grand City Surabaya.

Dibalut iringan musik tradisional dan lantunan suara merdu, 10 penari muda membawa pesan yang lebih dalam dari sekadar estetika panggung.

Mereka menyulam cerita—tentang harapan, identitas, dan perjalanan warisan budaya—yang menyentuh hati siapa pun yang menyaksikan.

“Tarian ini bukan sekadar gerakan, tapi adalah rajutan nilai budaya yang kami rawat dengan cinta,” ungkap Wasis, Koordinator Tim Kesenian Kota Pontianak. Ia menjelaskan bahwa Sulam Kalengkang, yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda, menggambarkan proses menyulam kain pada Pengidang, simbol kekayaan tradisi Melayu.

Ragam gerak seperti Tahto dan Langkah Nyulam menggambarkan kisah panjang tentang penciptaan, melalui simbol menggulung dan membentangkan kain—gerakan yang dalam budaya Melayu diartikan sebagai lambang harapan dan awal kehidupan baru.

Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menyampaikan rasa bangga dan haru atas pencapaian ini. “Prestasi ini bukan hanya milik para penari dan pemusik, tetapi milik seluruh warga Pontianak. Ini menjadi pengingat bahwa budaya kita memiliki tempat di hati bangsa,” tuturnya.

Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Direktur Eksekutif APEKSI, Alwis Rustam, kepada perwakilan Pemerintah Kota Pontianak dalam momen penuh kebanggaan di acara penutupan Indonesia City Expo.

Melalui seni, Pontianak tidak hanya tampil memukau di panggung, tetapi juga menyampaikan pesan bahwa budaya adalah jembatan antargenerasi.

Sebagaimana disampaikan Wasis di akhir pertunjukan, “Lewat tarian ini, kami ingin membiarkan setiap gerak menjadi doa agar tradisi tak pernah pudar oleh waktu.”