banner 468x60
Info Ketapang

Menjaga Akar, Merawat Jati Diri, Makna di Balik Tradisi Naik Jurongk Tinggi di Ketapang

×

Menjaga Akar, Merawat Jati Diri, Makna di Balik Tradisi Naik Jurongk Tinggi di Ketapang

Sebarkan artikel ini

KETAPANG — Suara gong berpadu dengan dentuman gendang memecah kesunyian pagi di Balai Agung Kepatihan Jaga Pati, Rabu, 8 Oktober 2025.

Di bawah cahaya matahari yang menembus sela-sela atap balai adat, masyarakat Dayak dari berbagai penjuru datang berkumpul.

Mereka tak sekadar menghadiri upacara, melainkan merawat sebuah ingatan kolektif: tradisi Naik Jurongk Tinggi.

Di tengah arus modernisasi yang kian deras, masyarakat Dayak Ketapang tetap kukuh menjaga warisan leluhur. Bagi mereka, Naik Jurongk Tinggi bukan sekadar seremoni adat, melainkan ungkapan syukur atas panen, simbol persatuan, dan pernyataan tegas tentang jati diri budaya yang terus dijaga turun-temurun.

“Adat dan budaya adalah jati diri kita. Kalau adat dan budaya hilang, maka hilang pula jati diri kita sebagai bangsa,” ujar Bupati Ketapang sekaligus Patih Jaga Pati, Alexander Wilyo, di hadapan para tetua adat dan ratusan tamu undangan.

Lumbung yang Menyimpan Doa

Bagi masyarakat Dayak, jurongk — lumbung padi tradisional — bukan hanya bangunan kayu di halaman rumah. Ia adalah lambang kehidupan. Setiap butir padi yang disimpan di dalamnya membawa doa agar bumi tetap subur, rakyat makmur, dan panen melimpah.

Dalam prosesi utama, satu per satu tokoh adat dan pejabat menaiki jurongk, membawa ambong berisi padi. Gerak mereka pelan dan tertata, seolah setiap langkah mengingatkan: kehidupan modern tak seharusnya memutus tali dengan akar budaya.

“Menjaga adat bukan hanya tanggung jawab Dayak, tapi semua masyarakat Ketapang,” kata Alexander. “Kita hidup dalam satu rumah besar, di mana setiap suku—Melayu, Jawa, Madura, Bugis, Tionghoa—punya ruang yang sama untuk tumbuh dan berkembang.”

Perayaan yang Merangkul Semua

Pesan itu bergema di seluruh Balai Agung. Di pelataran, penari tampil memukau dengan gerak ritmis khas Dayak, diiringi alunan musik tradisional. Anak-anak menatap dengan mata berbinar, menyerap nilai tentang kebanggaan dan cinta terhadap budaya sendiri.

Upacara sakral ini dihadiri Wakil Gubernur Kalimantan Barat Krisantus Kurniawan, Anggota DPR RI Cornelis, Bupati Sukamara Masduki, Wakil Bupati Sanggau Susana Harpena, serta unsur Forkopimda dan DPRD Ketapang. Hadir pula tokoh agama dan para ketua etnis dari berbagai daerah.

Usai prosesi, masyarakat duduk bersama dalam makan beradat—ritual yang menyimbolkan kesetaraan. Tak ada kursi kehormatan, tak ada jarak antara pemimpin dan rakyat. Semua duduk sejajar, berbagi hasil bumi, tawa, dan kisah.

Pelajaran dari Leluhur

Lebih dari sekadar upacara, Naik Jurongk Tinggi adalah perayaan kehidupan yang berpijak pada nilai-nilai leluhur: syukur, gotong royong, solidaritas, dan penghormatan terhadap alam.

Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, pesan itu kembali bergema lembut di Balai Agung Kepatihan Jaga Pati:

“Jangan pernah melupakan akar. Jangan meninggalkan budaya. Dan selalu pelihara kebersamaan.”