PONTIANAK – DPRD Kota Pontianak merekomendasikan blacklist Sporta Indonesia dari seluruh event Pemerintah Kota Pontianak.
Tak hanya itu, kinerja Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) menjadi cacatan penting bagi legeslatif Kota Pontianak, sehingga dilakukan evaluasi secara keseluruhan.
Ketegasan ini diambil langsung Ketua DPRD Kota Pontianak Satarudin dalam rapat dengar pendapatantara DPRD Kota Pontianak dengan Pemerintah Kota Pontianak dan Event Organizer (EO) CV Jawara Sporta Indonesia, Selasa (27/9/2022) di Gedung DPRD Kota Pontianak.
“Setelah mendengarkan pendapat semua pihak, saya merekomendasikan blacklist Sporta Indonesia dari seluruh event Pemkot Pontianak, dan evaluasi menyeluruh kinerja Disporapar Kota Pontianak. Apakah ini bisa disetujui?” kata Satarudin yang diaamiinkan oleh seluruh anggota dewan yang hadir.
Dalam rapat tersebut, DPRD Kota Pontianak menghadirkan Komisi I, II, III, dan IV hadir untuk mendengar penjelasan dari pihak terkait. Utamanya dari Disporapar dan penyelenggara event atau EO.
Diketahui polemik soal pungutan tarif tiket tinggi dalam kegiatan kulminasi yang mendatangkan salah satu artis ibu kota juga ditanyakan detail dalam pertemuan tersebut. Termasuk soal stan yang terindikasi terdapat penyewaan di lokasi Taman Alun Kapuas.
Menurut Satarudin, Pesona Kulminasi Matahari adalah kegiatan Pemkot Pontianak. Sehingga rakyat berhak menikmati pesta itu tanpa harus dipungut biaya. “Dan kenapa harus ada EO yang mengelola kegiatan di satu tempat, namun di tempat lain dikelola Pemkot. Padahal eventnya sama, Pesona Kulminasi Matahari,” tanya Satarudin.
Mencoba menggali lebih dalam atas rapat tersebut, Satarudin ingin mebtehayu secara detail penunjukan Sporta Indonesia sebagai EO Pesona Kulminasi Matahari oleh Disporapar Kota Pontianak. Termasuk dasar hukum penunjukannya.
Ternyata dari rapat tersebut terbongkar, EO atas nama CV Jawara Sporta Indonesia mendapat surat penunjukan dari Disporapar Kota Pontianak dengan Nomor: 800/449-A/Disporapar/2022 tertanggal 16 Agustus 2022.
Di mana surat penunjukan tersebut tidak disertai dengan perjanjian kerja sama.
Tak hanya itu pula, juga terungkap bahwa Sporta Indonesia belum mengantongi sertifikasi MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) dan tidak terdaftar sebagai anggota APPE (Asosiasi Perusahaan Penyelenggara Event). “EO ini (Sporta Indonesia,red), jika mau eksis segera melengkapi diri dengan legal standing yang jelas,” tegas Satarudin.
“Atas dasar temuan tersebut kami meminta Disporapar melakukan langkah-langkah evaluasi menyeluruh terhadap kinerja dan sumber daya manusia yang ada,”sambung Bang Satar.
Sementara itu Yandi, Sekretaris Komisi III DPRD Kota Pontianak menyatakan bahwa pemicu kekisruhan penyelenggaraan Pesona Kulminasi Matahari ini tidak hanya EO, tetapi juga Disporapar. “Kalau disebut legal atau tidak, EO legal menjalankan kegiatan ini karena ada surat penunjukan,” kata Yandi.
Persoalan muncul, sambung Yandi, karena penunjukan itu tidak diserta perjanjian kerja sama. Sehingga, proses penentuan tarif dan sebagainya tidak dapat dimonitor oleh pemerintah. “Terjadilah kekisruhan itu, masyarakat marah,” tegas Yandi.
Menanggapi hal itu, Ongky Lesmana selaku Komisaris CV Jawara Sporta Indonesia mengaku bahwa rangkaian kegiatan Pesona Kulminasi Matahari yang dikemasnya sudah dikoordinasikan dengan Pemkot Pontianak. “Kami sudah koordinasikan. Termasuk menghadirkan artis ibu kota melalui event di Taman Alun Kapuas,” katanya.
Hanya saja, sambung Ongky, jika DPRD Kota Pontianak meminta dirinya untuk membenahi kelengkapan administrasi perusahaan seperti sertifikasi dan sebagainya, itu menjadi masukan untuk pihaknya. “Kami akan mengevaluasi diri sambil berbenah,” ucap Ongky.
Ongky menambahkan, bahwa Sporta Indonesia hanya ingin ambil bagian dalam berbuat baik untuk kemajuan Kota Pontianak. “Kejadian tahun ini menjadi pelajaran berharga buat kami,” tutup Ongky.