AKSARALOKA.COM, KETAPANG-Sebanyak 168 kepala keluarga (KK) atau kurang lebih 600 (enam ratus) jiwa warga Dusun Sungai Tengar Desa Sungai Tengar Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, mengungsi dengan membuat tenda darurat di pinggir jalan raya, Rabu 20 September 2023.
Rusman salah seorang pengungsi menuturkan keluarganya dan ratusan warga lainnya terpaksa mengungsi akibat tidak tahan dengan polusi udara yang ditimbulkan dari aktivitas smelter alumina, tambang bauksit PT. WHW.
“Keluhan warga terkait masalah debu ini sudah terjadi sejak 7 tahun silam pak, yang terparah sejak PT. WHW memproduksi alumina mengunakan kompayer curah,” ungkap Rusman.
Meski warga sudah beberapa kali melakukan aksi protes terkait keluhan debu yang di timbulkan, Namun belum ada penyelesaian dari manejemen perusahaan maupun pemerintah setempat.
Bahkan sejumlah anak-anak di Dusun Sungai Tengar, sambung Rusman, dinyatakan Dokter terserang penyakit paru-paru akibat polusi udara dari debu alumina yang setiap pagi beterbangan.
Kepala Desa Sungai Tengar Hasbuna, yang dihubungi aksaraloka.com melalui sambungan WhatsApp, pada Rabu siang 20 September 2023. membenarkan peristiwa tersebut.
Menurut Hasbuna, memang benar ada ratusan warga Dusun Sungai tengar yang mengungsi sejak beberapa hari lalu. Warga yang mengungsi dan menempati tenda-tenda darurat itu, sebagian besar membawa anak-anak, balita serta manula.
Hasbuna mengungkapkan ratusan warga yang mengungsi karena kecewa lantaran tuntutan minta di relokasi belum mendapatkan respon dari pihak manajemen perusahaan maupun pemerintah setempat.
Bahkan menurut Hasbuna, pihak Desa sudah mencoba melakukan mediasi untuk mencari solusi terkait polusi udara yang sudah bertahun tahun melanda 1 Dusun, namun pihak perusahaan hingga kini belum bersedia ditemui.
Meski demikian kata Hasbuna, pihak perusahaan secara tertulis sudah mengakui dan memberikan kejelasan terkait polusi udara dari aktivitas alumina.
“Pihak perusahaan mengaku jika saat musim timur memang banyak debu alumina yang beterbangan ke pemukiman warga,” tuturnya.
“Namun terkait tuntutan warga yang minta di relokasi hingga kini masih belum ada kejelasan,” tutup Hasbuna.