AKSARALOKA.COM, PONTIANAK – Komisaris Polisi (Kompol) Bellen Anggara Pratama, seorang perwira kepolisian yang pernah bertugas di Kalbar memaparkan sebuah jurnal karya “Border Policing” dalam Forum Group Discussion (FGD) di Hotel Mercure, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Senin 21 Agustus 2023.
Karya itu tersebut dibedah dalam FGD yang turut disaksikan langsung oleh Kasespim Lemdiklat Polri, Irjen Pol Chryshnanda secara daring, bersama empat narasumber dari Pemprov Kalbar, Ketua PMIH Untan Pontianak Hermansyah, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Barat Imik Eko Putro, dan Kepala Biro SDM Polda Kalbar Kombes Pol Sugiarto.
Kompol Bellen diketahui sedang menjalani masa pendidikan di Lemdiklat Sespimen untuk jenjang kariernya sebagai seorang perwira Polri. Kompol Bellen memaparkan terkait jurnal yang dibuatnya, bahwa kawasan perbatasan saat ini belum dikelola secara baik dan belum jelasnya konsepsi pembangunan yang komprehensif dan integratif.
“Terdapat tantangan yang dihadapi di wilayah perbatasan, antara lain jumlah penduduk yang kurang dan penyebaran yang tidak merata serta keterbatasan infrastruktur,” ujarnya.
Tingkat pendidikan dan kesehatan serta kualitas sumber daya manusia masih relatif rendah dan industri pengelolaan belum berkembang. Sehingga apa yang terjadi, kegiatan perekonomian masih tergantung pada produk mentah.
Tak hanya itu, Bellen juga menyampaikan terkait pengelolaan SDA yang kurang terkendali serta lemahnya sistem informasi dan komunikasi.
“Dampak dari itu, persepsi penanganan kawasan perbatasan lebih didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi ancaman dari luar. Dan cenderung memposisikan kawasan perbatasan sebagai sabuk keamanan, namun di satu pihak terjadi keterbatasan prasarana, sarana dan sumber daya manusia di bidang keamanan,” ujarnya.
Bellen mengambil contoh, seperti di Polres Sambas, Ketapang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu telah menyebabkan lemahnya pola pemolisian berbasis kewilayahan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.
Sehingga pemerintah perlu memperkuat koordinasi seluruh pihak dalam meningkatkan percepatan pemulihan ekonomi nasional berbasis koperasi dan UMKM di wilayah perbatasan dengan mengoptimalkan peran Pos Lintas Batas Negara (PLBN).
“Dengan dibukanya beberapa PLBN di Kalbar, seperti Aruk, Nanga Badau dan Entikong diharapkan mampu mengakomodasi kegiatan ekonomi dan perdagangan antara Indonesia-Malaysia,” tambahnya.
Bellen menjelaskan pula economic border policing sendiri mengacu pada upaya kepolisian dalam menjaga keamanan dan kestabilan ekonomi di wilayah perbatasan. Konsep ini merupakan pengembangan diri dari pola pemolisian berbasis wilayah dan berbasis dampak masalah dengan melibatkan tindakan pencegahan, penegakan hukum dan kerja sama lintas sektor untuk mengatasi tantangan dan ancaman terkait dengan kegiatan ekonomi di wilayah perbatasan.
Setidaknya ada empat aspek yang menjadi fokus dalam economic border policing yakni pengendalian perdagangan ilegal melalui penegakan hukum, pengawasan perdagangan dan investasi dengan memastikan transaksi perdagangan dan investasi sesuai aturan, perlindungan hak dan kesejahteraan masyarakat terutama dalam konteks ekonomi termasuk melindungi masyarakat dari eksploitasi, penipuan, perdagangan ilegal dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal di wilayah perbatasan agar dapat aktif dan berperan dalam kegiatan ekonomi melalui pelatihan, pengembangan keterampilan dan fasilitas akses terhadap pasar dan sumber daya ekonomi lainnya.
“Dengan menerapkan economic border policing diharapkan dapat tercipta lingkungan yang aman, teratur dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di daerah perbatasan,” terangnya.
Sementara itu Ketua PMIH Untan Pontianak Hermansyah menyampaikan karya tersebut merupakan suatu ide, gagasan yang dapat diterapkan kepolisian di perbatasan.
“Ini sangat menarik, kepolisian dapat berkembang dengan pola pikir seperti ini, yakni memikirkan perekonomian di daerah perbatasan serta kesejahteraan masyarakat perbatasan,”kata Hermansyah.
Hermansyah menilai, jurnal berjudul Border Policing ini dapat menjadi referensi ketika menempatkan seorang anggota kepolisian maupun perwira atau pemimpin satker di kepolisian khusus wilayah perbatasan.
“Ini akan menjadi terobosan dan dapat menjadi solusi atas persoalan yang dihadapi masyarakat perbatasan,” tuturnya.
Hermansyah menilai, kepolisian tidak melulu harus berbicara soal penegakan hukum, karena di antara tugas Polri adalah bentuk pengabdian berupa pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat.
“Kita melihat Kompol Bellen memaparkan tadi, seorang polisi yang paham betul terkait perekonomian di perbatasan. Kami dari akademisi tentunya mendukung, tinggal diimplementasikan saja ke depannya,” pungkasnya.