PONTIANAK – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus berinovasi untuk menjaga kepercayaan nasabah pada industri perbankan, salah satunya yaitu dengan melakukan percepatan pembayaran klaim simpanan nasabah bank yang dilikuidasi.
“Tim LPS bergerak cepat membayar klaim penjaminan sehingga pembayaran tahap pertama rata-rata sudah dilakukan dalam 5 hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya,” ungkap Sekretaris Lembaga LPS Jimmy Ardianto, di Pontianak, Kamis (14/11/2024).
Berdasarkan data LPS, rata-rata waktu pembayaran klaim penjaminan simpanan dari tahun ke tahun semakin cepat. Sebagai gambaran, proses pembayaran klaim penjaminan nasabah pada tahun 2020 untuk BPR yang dilikuidasi rata-rata membutuhkan waktu sekitar 14 hari kerja untuk tahap pertama, namun sekarang pada tahun 2024 rata-rata hanya membutuhkan 5 hari kerja saja.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga memaparkan mengenai Single Customer View (SCV) atau informasi menyeluruh terkait simpanan dan pinjaman setiap nasabah pada Bank, serta nilai simpanan yang dapat dijamin sesuai dengan ketentuan program penjaminan simpanan.
“Tanpa sistem SCV, akan sulit bagi LPS untuk mempercepat pembayaran klaim penjaminan sesuai dengan standar internasional. Apalagi jika bank yang dilikuidasi adalah bank skala menengah atau bank besar yang memiliki ratusan ribu atau bahkan jutaan rekening simpanan,” terangnya.
SCV dapat meningkatkan layanan klaim penjaminan LPS jika bank dilikuidasi, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan semakin meningkat. Hal ini bertujuan untuk percepatan pembayaran klaim penjaminan dalam rangka mencapai target pembayaran klaim dalam 7 hari kerja.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga memaparkan mengenai kesiapan LPS dalam mengemban amanat UU Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UUP2SK), antara lain mengenai mandat sebagai penyelenggara Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan efektif mulai Januari 2028, atau lima tahun sejak UU P2SK diundangkan.
“Penyelenggaraan PPP oleh LPS bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari Perusahaan Asuransi atau PA yang di Cabut Izin Usahanya. Setiap PA yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan tertentu menjadi peserta PPP. Di mana persyaratan tingkat kesehatan tersebut ditentukan melalui koordinasi OJK dan LPS,” paparnya.
Sementara untuk mekanisme polis yang dijamin oleh LPS menurut UU P2SK adalah melalui pengalihan portofolio polis atau pengembalian hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dengan batas maksimal penjaminan polis yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Sejalan dengan penetapan UU P2SK, LPS telah melakukan penyesuaian struktur organisasi untuk menjalankan amanat baru yang ditetapkan dalam UU P2SK, salah satunya dengan penambahan Direktorat untuk pelaksanaan Program Penjaminan Polis.
Hingga saat ini, LPS secara intensif terus mempersiapkan berbagai hal untuk persiapan PPP, mulai dari pemenuhan SDM PPP secara bertahap, penyusunan proses bisnis, penyusunan perangkat tata kelola, serta penyusunan berbagai peraturan terkait termasuk antara lain Peraturan Pemerintah, Peraturan LPS, dan Peraturan Dewan Komisioner.
Pada tahun 2025 mendatang, persiapan akan difokuskan pada pengembangan IT, penguatan SDM dan penyelesaian peraturan teknis terkait PPP.