Budaya  

Baru Delapan Kabupaten Keluarkan Perda Tentang Masyarakat Adat

AKSARALOKA.COM, PONTIANAK – Bertepatan dengan Hari Masyarakat Adat Internasional Sedunia (HIMAS) yang ditetapkan setiap 9 Agustus, tahun ini peringatan digelar dengan tema “Perempuan Adat Dalam Merawat dan Mentransmisikan Pengetahuan Tradisional”.

Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Provinsi Kalimantan Barat mengeluarkan rilis tentang tantangan dan capaian penetapan pengakuan masyarakat adat di Provinsi Kalimantan Barat.

Ketua BPH PW AMAN Kalbar Dominikus Uyub, mengatakan, Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia atau International Day of the World’s Indigenous Peoples ini ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 23 Desember 1994, yang terdapat dalam resolusi 49/214, dan pada tanggal 13 September 2007 PBB kembali mengesahkan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat yang berisikan tentang hak atas tanah, wilayah, sumber daya, budaya, kekayaan intelektual, hukum adat, lembaga adat, dan hak-hak lainnya.

Dominikus menjelaskan, tujuan dari Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia tersebut, yaitu untuk melindungi masyarakat adat yang ada di dunia. Pada tahun 2021 setidaknya terdapat sebayak 476 juta Masyarakat Adat dari 90 negara di dunia. Sementara Indonesia sendiri memiliki 2.422 Masyarakat Adat yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Siapakah masyarakat adat? Definisi Masyarakat Hukum Adat dalam batang tubuh UUD-45 masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum,” kata Dominikus, Senin 8 Agustus 2022.

Dan karena itu pada pasal 18B UUD-45, lanjut Dominikus, ditegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta menghormati identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Dominikus menuturkan, untuk menuju pengakuan masyarakat adat, hingga saat ini DPR-RI bersama kelompok sosial masyarakat atau Civil Society Organization (CSO) lainnya, diantaranya adalah AMAN. Terus mendorong lahirnya Undang undang khusus tentang masyarakat adat.

Walaupun UU masyarakat adat belum ada, sejauh ini AMAN di Kalimantan Barat, bersama Badan Resistrasi Wilayah Adat (BRWA) Kalimantan Barat, Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Institut Dayakologi (ID), PPSDAK Pancur Kasih, Suar Institute-Gemawan, Jari Borneo Bagian Barat, Intan, Pervasi, Lanting Borneo, terus mendorong penetapan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat melalui regulasi yang tersedia, yakni Permendagri No. 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

“Melalui Permendagri ini, para CSO yang konsen terhadap masyarakat adat di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat mendorong pemerintah daerah untuk menetapkan masyarakat adat di Kalimantan Barat. Tentu saja turunan dari Permendageri ini adalah melahirkan Peraturan Daerah (Perda) dan Surat Keputusan (SK) bupati tentang penetapan dan perlindungan masyarakat adat,” ucapnya.

Dia menerangkan, hingga Juni tahun 2022, setidaknya terdapat delapan Perda pengeturan tentang masyarakat adat yang terdapat di delapan kabupaten dan kota di Kalbar. Yakni Kabupaten Sintang Perda nomor 12 tahun 2015, Kabupaten Kapuas Hulu Perda nomor 13 tahun 2018, Kabupaten Melawi Perda nomor 4 tahun 2018, Kabupaten Sekadau Perda nomor 8 tahun 2018, Kabupaten Sanggau Perda nomor 1 tahun 2017, Kabupaten Landak Perda nomor 15 tahun 2017, Kabupaten Bengkayang Perda nomor 4 Tahun 2019 dan Kabupaten Ketapang Perda nomor 8 Tahun 2020.

Dominikus menyatakan, dari delapan kabupaten yang memiliki Perda, baru lima kabupaten yang sudah menetapkan komunitas masyarakat adat, yakni Kabupaten Kapuas Hulu telah mengeluarkan sembilan SK penetapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat kepada sembilan komunitas. Kabupaten Sintang empat SK kepada empat komunitas masyarakat adat.

Kabupaten Melawi enam SK kepada enam komunitas masyarakat adat, Kabupaten Sekadau satu SK kepada satu komunitas masyarakat adat, Kabupaten Sanggau delapan SK kepada delapan komunitas masyarakat adat dan Kabupaten Landak terdapat 3 SK penetapan kepada tiga komunitas masyarakat adat.

“Dengan demikian, total pengakuan masyarakat adat di Kalimantan Barat melalui SK bupati terdapat 31 SK penetapan pengakuan dan perlindungan kapada masyarakat hukum adat. Sementara dua kabupaten lainnya yang sudah memiliki Perda belum menetapkan masyarakat adat adalah Kabupaten Bengkayang dan Ketapang. Kedua kabupaten ini sedang dalam proses penyiapan data usulan masyarakat adat dari lembaga pendamping,” pungkas Dominikus.

error: Content is protected !!