AKSARALOKA.COM, PONTIANAK-Ketua DPRD Kota Pontianak Satarudin menyebut KPU Kalbar tak bernyali menyelesai persoalan Coklit di Pontianak Timur.
Satarudin menegaskan, KPU Provinsi Kalimantan Barat jangan berlindung di bawah Permendagri nomor 52. Dalam persoalan tarik menarik tapal batas ini, dasarnya sudah jelas, yaitu putusan MK dan PKPU nomor 7 tahun 2023.
“KPU Kalbar harusnya merespon cepat soal penolakan coklilt warga Perum IV dan SBR 7. Jangan dibiar-biarkan. Persoalan di sana itu seperti bola panas. Jika masyarakat tidak diberi kejelasan tentang pencoklitan ini, maka akan ada masalah besar yang bakal dihadapi KPU Kalbar ke depan,” tegas Satarudin, Selasa 28 Februari 2023.
Lanjut Satarudin, saat ini masyarakat di dua daerah itu butuh kejelasan. Dimana mereka akan melakukan pencoblosan saat Pemilu nanti. Dari data warga mayoritas mereka miliki KTP Pontianak. Lantas ketika petugas coklit dari KPU Kubu Raya datang buat melakukan pendataan jelas mereka terkejut.
“Terlebih bagi warga SBR 7. Selama ini daerah tersebut berada di Kota Pontianak. Tiba-tiba dalam pencoklitan justru didatangi petugas KPU Kubu Raya. Hal-hal ini jika dibiarkan bakal menjadi bom waktu,”ucap Satarudin.
KPU Provinsi dalam mengambil kebijakan juga jangan berlindung pada Permendagri nomor 52.
“Jika KPU Provinsi Kalbar tak mampu mengurus Perumnas IV dan SBR 7 serta daerah terdampak Permendagri nomor 52. Sebaiknya semua anggota KPU mundur. Disinilah peran KPU untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam pemilihan umum KPU kan ada aturannya sendiri. Jadi kenapa justru berlindung pada Permendagri nomor 52,” tegasnya lagi.
Satarudin menilai, jika penjelasan KPU Provinsi Kalbar hanya sebatas omongan, sama saja KPU tidak memiliki nyali untuk menyelesaikan carut Marut coklit di SBR 7 dan Peru IV. Jika dasarnya KTP, itu sudah jelas, putusan MK dan PKUP nomor 7 tahun 2023 jadi landasannya.
“Persoalan ini merupakan masalah hak pilih masyarakat. Jika dipaksakan sama saja, merampas hak-hak masyarakat dalam pesta demokrasi nanti. Kalau warga di KTP Pontianak tapi tiba-tiba mereka harus memilih di Kubu Raya, artinya telah terjadi perampasan hak dalam kasus ini,” tuntas Satarudin. (Zrn)