AKSARALOKA.COM, PONTIANAK-Seorang bocah berusia 9 tahun di Kota Pontianak harus menjalani operasi berulang kali setelah mengalami dugaan malpraktek khitan/sunat pada 1 April 2022 silam.
Hingga saat ini diketahui anak tersebut masih belum sembuh sepenuhnya. Sang Ibu pun meminta pertanggungjawaban kepada dokter yang mengkhitan anaknya tersebut.
Kepada sejumlah wartawan, sang Ibu membeberkan apa yang dialami anaknya. Di mana ini berawal dari Ia yang membawa anaknya ke salah satu klinik dokter Jalan Tanjungpura, Kecamatan Pontianak Selatan untuk mengkhitan anaknya.
“Saya sebelumnya ditawarkan dokter tersebut untuk mengkhitan anak di tempat prakteknya,” kata P Ibu korban kepada wartawan, Senin 22 Mei 2023.
Diceritakan oleh P, sehari sebelum dikhitan, ia menyampaikan sang dokter mengirimkan sejenis salep untuk putranya yang akan dikhitan, dengan arahan untuk digunakan 20 menit sebelum datang ke klinik, agar saat disuntik sunat sang anak tidak sakit.
Saat proses sunat ia menyampaikan sang anak sempat menangis, kemudian setelah selesai proses sunat, tanpa diperban dan diberikan obat, anaknya pun diperbolehkan pulang oleh sang dokter.
Malam setelah pulang, anaknya merasakan nyeri dan sakit dibagian alat vital, bahkan sampai demam.
“Setelah beberapa hari, alat vital anak saya terlihat memutih pucat serta bagian pangkalnya terlihat bengkak,” beber P.
Melihat kondisi anaknya, P pun langsung menghubungi sang dokter dan mengirimkan foto kondisi sang anak.
“Saat itu dokter yang mengkhitan anak saya menyarankan untuk langsung ke UGD Rumah Sakit,” ungkap P.
Kemudian dilanjut sang Ibu, pada tanggal 8 April 2020 ia pun langsung membawa putranya ke UGD Rumah Sakit Anugrah Bunda Khatulistiwa.
“Saat di UGD, disepakatilah operasi, saya baru tahu bahwa alat vital anak saya terbakar pas di UGD,” ungkapnya lagi.
“Saya dipanggil oleh dokter bedah anak, dan dokter bilang, bahwa alat vital anak saya terbakar,” sambungnya.
Ia pun mengungkapkan, bahwa ujung pangkal habis, Ia lihat jaringan yang putih-putih itu diambil, lalu dokter meminta izin untuk cangkok kulit
“Saat itu saya sambil nangis dan mempersilahkan, saya mau yang terbaik untuk anak saya,” ujar P.
Mengetahui apa yang terjadi, Ia kembali menghubungi dokter yang menyunat anaknya tersebut, kemudian menanyakan bagaimana bisa alat vital anaknya bisa sampai terbakar.
“Dokter itu hanya meminta maaf dan selama di rumah sakit, dokter yang menyunat anak saya tidak datang menjenguk korban,” beber P.
Setelah 3 bulan masa pemulihan pasca operasi pertama, sang putra ternyata tidak pulih total, ia merasa aneh karena putranya tidak bisa menahan kencing, dan celananya sering basah lantaran mengompol, ternyata posisi lubang kencing pada Penis putranya tidak normal.
“Selain itu saat hendak kencing alat vital putranya mengalami pembengkakan, dengan cepat saya kembali menghubungi dokter bedah anak untuk berkonsultasi,” terangnya.
Sempat kebingungan saat berkonsultasi, akhirnya ia memutuskan untuk membawa putranya ke rumah sakit di Jakarta untuk operasi dengan harapan kondisi putranya pulih.
Di Jakarta, pertama kali pergi ke Rumah Sakit Mayapada, setelah dilakukan pemeriksaan diketahui anaknya mengalami infeksi saluran kencing, sehingga dirujuk ke RS Fatmawati untuk operasi pada Januari 2023.
Walaupun sudah menjalani operasi dan kondisi anaknya lebih baik dari sebelumnya, masih ada banyak kekhawatiran terhadap kondisi sang anak yang belum dapat normal seperti layaknya laki-laki.
Menurut penjelasan dokter, lanjut P, bahwa anaknya harus kembali operasi agar kondisi vitalnya normal , namun hal tersebut haruslah menunggu kesediaan anaknyaa sendiri.
“Karena sakit yang dirasa pasca sunat, lalu sejumlah operasi yang telah dijalani sangat mengganggu psikologi dari anak saya,” kata P.
Selama setahun terakhir, ia menyampaikan sang putra telah mengalami banyak hal menyakitkan, namun hingga kini masih belum ada itikad baik dari sang dokter yang menyunat putranya.
Kemudian, Dewi Aripurnawati, penasehat hukum P berharap kasus ini dapat diproses hukum sebagaimana mestinya.
“Artinya, bahwa ini memang ada pelanggaran, bila saya melihat sejak proses awal, kemudian mediasi dengan berbagai instansi, ini memang ada hal yang perlu ditindaklanjuti, diantaranya STR atau izin praktek dokter tersebut,” tegas Dewi Aripurnawati.
Bahkan saat mediasi beberapa waktu lalu, ditambahkan Dewi, bahwa dokter tersebut juga mengakui sendiri bahwa dokter tersebut menggunakan alat yang belum ia pahami spesifikasi alat tersebut. (Zrn)