AKSARALOKA.COM, LANDAK – Dinas Perkebunan Kabupaten Landak meluncurkan dan mensosialisasikan inovasi sistem penilaian mandiri usaha perkebunan, kepada perusahaan-perusahaan perkebunan di Kabupaten Landak, di aula kecil Kantor Bupati Landak, Jum’at, 20 September 2024.
Kegiatan yang turut diikuti 12 perwakilan direktur perusahaan perkebunan sawit ini, juga dihadiri Pj Sekda Landak serta perwakilan instansi terkait lainnya.
Dalam sambutannya, Pj Bupati Landak Gutmen Nainggolan yang membuka kegiatan mengatakan, sektor perkebunan di Kabupaten Landak memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Komoditas perkebunan seperti sawit, karet dan kakao telah menjadi tulang punggung perekonomian kita. Sebagai gambaran, pada tahun 2023 sub-sektor perkebunan bersama-sama dengan subsektor tanaman pangan, peternakan dan kehutanan menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Kabupaten Landak yaitu sebesar 37,23 persen,” ujar Gutmen.
Gutmen menuturkan bahwa hingga tahun 2024, terdapat 43 perusahaan perkebunan aktif yang beroperasi di wilayah Kabupaten Landak.
“Oleh karena itu Penilaian Usaha Perkebunan (PUP), meliputi penilaian terhadap kinerja usaha perkebunan dan penilaian terhadap kepatuhan usaha perkebunan terhadap peraturan, ketentuan, serta baku teknis usaha perkebunan yang berlaku,” tutur Gutmen.
Gutmen menerangkan bahwa hasil penetapan kelas usaha perkebunan dari penilaian usaha perkebunan ini menjadi salah satu tolok ukur, bahkan prasyarat utama untuk bisa mendapatkan sertifikasi pemenuhan standar praktik usaha berkelanjutan yang lain yang berlaku secara internasional.
“Hasil penilaian PUP yang baik menjadi prasyarat utama untuk ikut dalam kepesertaan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) serta yang paling krusial saat ini adalah prasyarat utama untuk mendapatkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menjadi kewajiban mulai 1 Januari 2025,” terang Gutmen.
Gutmen memberikan apresiasi kepada Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Landak beserta seluruh jajarannya, yang telah berusaha berinovasi dalam membangun suatu sistem penilaian usaha perkebunan yang menekankan penggunaan format digital serta berbasis pada self assesment oleh perusahaan yang dinilai.
“Saya mendukung penuh inovasi ini yang juga merupakan perwujudan proyek perubahan yang dijalankan oleh Kepala Dinas Perkebunan dalam mengaktualisasi bentuk kepemimpinan yang adaptif dalam mengikuti dinamika tantangan yang dihadapi,” ucap Gutmen.
Gutmen berharap, setelah pelaksanaan simulasi dan uji coba dari prototype sistem penilaian mandiri usaha perkebunan ini, perusahaan-perusahaan yang menjalankan simulasi dan uji coba memberikan masukan dan saran yang membangun atas sistem penilaian usaha perkebunan yang sedang dibangun.
“Saya meminta kepada kepala dinas perkebunan beserta jajarannya berbekal hasil simulasi dan uji coba ini, dapat menyempurnakan sistem penilaian usaha perkebunan yang akan kita luncurkan pada pelaksanaan penilaian usaha perkebunan periode tahun 2025,” pesan Gutmen.
Sementara Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Landak, Yulianus Edo Natalaga menuturkan, bahwa inovasi ini, merubah operasional pelaksanaan penilaian dari yang sebelumnya berbasis manual menggunakan kertas menjadi berbasi digital, serta menghadirkan prinsip penilaian mandiri.
“Sehingga itu diharapkan bisa mengurangi konsumsi kertas, kemudian waktu pengiriman kuesioner itu lebih bisa cepat waktu, serta perusahaan itu bisa mengetahui nilai usaha perkebunannya itu seperti apa,” jelasnya.
Dengan demikian dikatakannya bahwa perusahaan perkebunan tidak lagi tergantung dengan proses penilaian atau pengolahan data di Dinas Perkebunan.
Dari uji coba yang telah dilakukan, sistem yang digagas dari implementasi Diklatpim tahap II Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Landak ini, bisa memangkas proses penilaian yang dimulai dari pengisian kuesioner, pengolahan data sampai hasil keluar, yang sebelumnya bisa mencapai satu bulan per perusahaan, kemudian bisa menjadi hanya tiga hari.
“Dan itu tadi dari kertas yang tiga rim kini tanpa kertas. Dengan sistem yang kita rancang ini petugas penilaian tinggal melihat benar atau tidaknya, sehingga tidak mengolah data,” tuturnya.
Ditambahkannya bahwa ada beberapa kelebihan yang bisa dicapai dengan penerapan asas penilaian mandiri atau self asaessment, diantaranya untuk meningkatkan akuntabilitas proses penilaian sehingga tendensi adanya potensi proses transaksional dalam penialaian.
“Tetapi kalau kita lakukan secara digital memanfaatkan platform online, kemudian proses penialaiannya bersifat mandiri, akhirnya semuanya bisa akuntabel dan bisa dilihat prosesnya. Sehingha kita bisa mengeliminir celah-celah transaksional dalam penetapan kelas perusahaan perkebunan,” imbuhnya.
Dijelaskannya juga bahwa penilaian mandiri usaha perkebunan ini untuk menentukan kelas perkebunan. Di tahap operasional perkebunan memiliki lima kelas, jika perkebunan masuk dalam kelas empat dan lima maka perusahaan dinilai tidak mampu menjalankan usaha perkebunan.
“Sehingga dia bisa disanksi, dijabut izinnya. Kenapa harus diteruskan jika dia tidak mampu. Sehingga proses penilaian usaha perkebunan ini adalah proses evaluasi dari kinerja setiap perusahaan,” tambahnya.
Menurutnya selama tiga tahun terakhir, pihaknya memperketat penilaian sehingga perusahaan perkebunan terpacu untuk meningkatkan kinerja.
Dengan peningkatan kinerja tersebut maka juga bisa berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar dengan produktivitas yang meningkat.
“Dengan produktivitas meningkat otomatis hasil bagi untuk kebun plasma juga meningkat,” ucapnya.