Aksaraloka.com, PONTIANAK-Viral persoalan hakim Pengadilan Tinggi Pontianak memutus vonis bebas untuk Yu Hao pencuri 774 kilogram emas di Kabupaten Ketapang. Akhirnya Pengadilan Tinggi Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) angkat bicara.
Pengadilan Tinggi Pontianak menyebut telah menemukan 21 fakta hukum yang menjadi alasan membebaskan terdakwa Yu Hao (49) dalam perkara tindak pidana penambangan tanpa izin yang merugikan negara Rp 1,020 triliun.
“21 fakta hukum tersebut di antaranya adalah hasil penyelidikan dan observasi Tim PPNS Dirjen Minerba Kementerian ESDM beserta PPNS Bareskrim Poiri di lokasi tambang dan dalam terowongan tambang bawah tanah PT Sultan Rafii Mandiri, tidak ditemukan adanya kegiatan penambangan,” kata Humas Pengadilan Tinggi Pontianak, Johanis Hehamony kepada wartawan, Kamis 16 Januari 2025.
Lanjut Johanis, kemudian tidak ditemukan barang bukti berupa butiran emas dan terdakwa Yu Hao tidak sedang berada di dalam terowongan tambang bawah tanah tetapi bertemu dengan Tim PPNS Minerba di luar site.
“Sebelum perkara ini terjadi, telah ada sengketa batas Wilayah Ijin Usaha Pertambanagn (WIUP) antara PT Bukit Belawan Tujuh (PT BBT) dan PT Sultan Rafli Mandiri (PT SRM) yang sama-sama bergerak di bidang pertambangan mineral emas di Kecamatan Tumbang Titi, Kabuapten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar),” terangnya.
Terdakwa Yu Hao adalah Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China dengan status karyawan resmi PT Sultan Rafli Mandiri dengan jabatan Maintenance
Reliability Specialist.
Kemudian, pada September 2021, PT Bukit Belawan Tujuh melaporkan PT Sultan Raffi Mandiri ke Bareskrim Polri, dengan tuduhan bahwa PT Sultan Rafli Mandiri melakukan penambangan tanpa izin dengan menambang melewati WIUP sejauh 500 meter di kedalaman 200 meter di bawah tanah.
Menurut Johanis, PT Sultan Raffi Mandiri juga dituduh melakukan pencurian batu yang memiliki kandungan emas di wilayah PT Bukit Belawan Tujuh.
Kemudian berdasarkan laporan tersebut, Penyidik PPNS Dirjen Mineral dan Batubara Kemnterian ESDA melalui Bareksrim Mabes Polri melakukan penyidikan dan menjadikan PT Sultan Rafli Mandiri dan Direkturnya Muhammad Pamar Lubis sebagai terdakwa dan disidangkan di Pengadilan Negeri Ketapang.
Di mana, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Ketapang menyatakan terdakwa Muhammad Pamar Lubis, Direktur PT Sultan Rafi Mandiri dinyatakan secara sah dan meyakinkan tidak terbukti dan akhimya dibebaskan dari segala dakwaan penuntut umum.
Selain laporan polisi tersebut, lanjut Johanis, PT Bukit Belawan Tujuh telah pula mengajukan gugatan perdata tuduhan melakukan penambangan tanpa Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah masuk sejauh 500 meter.
Gugatan perdata diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Februari 2022.
“Setelah proses persidangan, Pengadilan Negeri Jakrta Selatan menyatakan gugatan tidak terbukti dan menolak gugatan PT Bukit Belawan Tujuh untuk seluruhnya, yang telah berkekuatan hukum tetap,” ungkap Johanis.
Sebelum gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diputus, PT Bukit Belawan Tujuh juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, pada 8 September 2022, untuk membatalkan Izin Usaha Pertambangan PT Sultan Rafli Mandiri.
“Pengadilan menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan telah berkekuatan hukum tetap,” jelas Johanis.
Johanis menjelaskan, setelah PT Sultan Rafii Mandiri dan Direkturnya Muhammad Pamar Lubis terbukti tidak bersalah, pihaknya melakukan penambangan kembali, dengan memperhatikan pemeliharaan dan perawatan lubang bukaan tambang bawah tanah.
Hal ini untuk memastikan kelayakan operasional kegiatan penambangan.
“Dalam rangka persiapan tersebut, dilakukan rapat pada 24 Februari 2024, dipimpin terdakwa Yu Hao yang dihadiri oleh Kepala Teknik Tambang PT Sultan Rafli Mandiri Taufik Zulhaji Sam beserta para staf,” ujar Johanis.
Hasil rapat menyimpulkan, bahwa kegiatan penambangan tidak boleh dilakukan sebelum adanya Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2024 – 2026 dari Dirjen Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Jika ada penambangan bukan tanggung jawab Kepala Teknik Tambang PT Sultan Rafli Mandiri,” sebut Johanis.
Bahwa sebelum melakukan kegiatan maintenance dalam terowongan bawah tanah, yang masih berstatus police line dalam perkara sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap, terdakwa Yu Hao selaku penanggung jawab perawatan terowongan terlebih dahulu telah meminta izin secara lisan kepada kepolisian.
“Sudah diizinkan, sehingga police line dibuka dan kegiatan perawatan dalam terowongan bawah tanah dimulai,” ujar Johanis.
Selanjutnya, sejak dimulainya perawatan terowongan hingga 7 Mei 2024, terdakwa Yu Hao dilaporkan Direktur PT Bukit Belawan Tujuh (PT BBT) Dedy Rahmat kepada Korwas PPNS Mabes Polri dan PPNS Dirjen Minerrba Kemeterian ESDM.
Bahwa berdasarkan tersebut, Tim Korwas PPNS Bareskrim Polri langsung turun ke lokasi tambang untuk melakukan observasi dan masuk ke dalam terowongan tambang bawah tanah yang terdapat lokasi pengolahan emas.
Setelah melanjutkan penelusuran terowongan sepanjang 1.000 meter, mendengar suara orang sedang melakukan kegiatan memahat. Saat ditelusuri ditemukan alat pemecah batu, sisa material dan 3 unit mesin penghalus material grinder serta setengah karung berisi batu ore.
“Tapi pada waktu itu terdakwa Yu Hao tidak ada di terowongan namun menurut pekerja mereka bekerja atas perintah dan dikordinir oleh Yu Hao,” tintas Johanis.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Pontianak mengabulkan permohonan banding terdakwa Yu Hao (49) dalam kasus penambangan tanpa izin di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Dalam dokumen Petikan Putusan Pidana yang diterima, Ketua Majelis Hakim Isnurul S Arif menyatakan bahwa permintaan banding Yu Hao diterima dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp yang dijatuhkan pada 10 Oktober 2024.
Majelis hakim juga memutuskan bahwa terdakwa Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin, sebagaimana diatur dalam dakwaan tunggal penuntut umum.
Sebagai konsekuensinya, Yu Hao dibebaskan dari semua dakwaan dan tahanan.
Pengadilan Negeri Ketapang awalnya memutuskan terdakwa Yu Hao bersalah dan divonis hukuman 3,5 tahun dan denda Rp 30 miliar.
Terdakwa warga negara China ini melanggar pidana Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dituntut pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 50 miliar.
Menurut taksiran Kementerian ESDM, nilai kerugian negara akibat pertambangan emas ilegal itu mencapai Rp 1,020 triliun. Kerugian tersebut berasal dari cadangan emas yang hilang sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg.