AKSARALOKA.COM, PONTIANAK-Ketiga terdakwa korupsi klaim pembayaran asuransi tenggelamnya kapal tongkang Labroy 168, mendapat keistimewaan dalam proses hukum di Kalimantan Barat.
Selain tidak kunjung dieksekusi, permohonan peninjauan kembalinya, juga diterima Pengadilan Negeri (PN) Pontianak.
Diketahui ketiga terdakwa yakni mantan Kepala Cabang Jasindo Pontianak Thomas W, Kepala Divisi Klaim Asuransi Jasindo Danang Saroso, dan Direktur Teknik dan LN Jasindo Ricky Tri Wahyudi, pada 27 Juni 2022 lalu mengajukan permintaan peninjauan kembali (PK) atas perkara yang dihadapinya ke PN Pontianak.
Permintaan PK tersebut diajukan oleh kuasa hukum ketiga terdakwa, tanpa dihadiri ketiga terdakwa.
Dan anehnya, PK tersebut diterima meski dalam aturannya, PK hanya dapat diterima ketika yang mengajukan permintaan adalah terdakwa langsung.
Kuasa hukum PT Surya Bahtera Sejati (SBS), Herawan Utoro, menanggapi permintaan PK yang diajukan ketiga terdakwa tersebut.
“Seharusnya pertama kali dilakukan oleh PN Pontianak adalah memberitahukan terlebih dahulu amar putusan MA, pada 20 April 2021, yang membatalkan putusan PN Pontianak, pada 10 Agustus 2020 yang menyatakan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Herawan.
Herawan menerangkan, bahwa dalam amar putusan MA, ketiga terdakwa telah dijatuhi pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp200 juta.
“Amar putusan ini harusnya disampaikan PN Pontianak, kepada penuntut umum dan ketiga terdakwa,” ujarnya, Senin 14 November 2022.
Herawan menyatakan, berdasarkan pemberitahuan amar putusan tersebut, maka ketiga terdakwa memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum lain dan bagi penuntut umum memilik hak untuk memanggil ketiga terdakwa untuk mengikuti proses eksekusi secara sukarela.
“Dalam perkara korupsi klaim pembayaran asuransi tenggelamnya kapal tongkang Labroy 168, ketiga terdakwa memiliki hak untuk mengajukan permintaan PK. Akan tetapi proses pengajuan permintaan PK tersebut harus dilakukan sendiri,” terang Herawan.
Herawan menegaskan, berdasarkan surat edaran MA nomor 1 tahun 2012 tentang pengajuan permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana, bahwa PK kepada MA hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli waris.
Permintaan PK yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana, tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan.
“Jadi jelas, tugas penasihat hukum hanya mendampingi. PK hanya bisa diajukan oleh terpidana sendiri. Syarat ini harus dipenuhi. Kalau tidak maka, berkas permintaan PK seharusnya tidak dapat diterima dan tidak dapat dikirim ke MA,” tegasnya.
Herawan menyatakan, terhadap permintaan PK tersebut, maka seharusnya permintaan itu hanya dapat dilakukan oleh mereka yang sedang atau sudah pernah menjalani masa hukuman pidana dengan status terpidana.
“Sementara dalam perkara ini ketiga terdakwa belum dieksekusi,” bebernya.
Herawan menilai sikap panitera pengadilan tindak pidana korupsi pada PN Pontianak yang menerima permintaan PK ketiga terdakwa, merupakan sikap yang tidak benar dan menyalahi aturan.
“Apa yang dilakukan PN Pontianak, jelas sudah melanggar surat edaran MA nomor 1 tahun 2012,” tegasnya lagi.
Herawan menilai dengan tidak tereksekusinya ketiga terdakwa oleh kejaksaan dan diterimanya permintaan PK oleh PN Pontianak, seperti paket spesial yang diterima ketiga terdakwa. Karena hal itu tidak umum terjadi.
“Dan yang lebih aneh, kejaksaan tidak keberatan dengan permintaan PK yang diajukan ketiga terdakwa ke PN Pontianak. Seharusnya kejaksaan mendesak Kepala Pengadilan Negeri (KPN) Pontianak untuk tidak menerima dan tidak meneruskan berkas tersebut ke MA,” ucap Herawan.
“Ini lucu, permintaan PK dibiarkan. Lalu ketika dibentuk majelis untuk pemeriksaan berkas PK yang dihadiri ketiga terdakwa, penuntut umum tidak melakukan eksekusi. Padahal ada di depan matanya,” sambung Herawan.
Herawan menyatakan, dirinya tidak menyalahkan penuntut umum tidak melakukan eksekusi. Karena untuk mengeksekusi ketiga terdakwa, tentu harus mengantongi surat perintah.
“Atas dugaan pelanggaran aturan yang telah dilakukan PN Pontianak, pihaknya sudah mengajukan keberatan ke MA, agar mengembalikan berkas tersebut ke Pontianak. Jumat 11 November lalu, surat keberatan itu sudah kami kirim ke MA,” kata Herawan.
Sementara itu Ketua Perwakilan Komisi Yudisial (KY) Kalbar, Budi Darmawan, mengatakan, PK memang hak semua orang. Akan tetapi dalam proses permintaan PK tersebut ada aturan main yang harus diikuti oleh pihak terkait.
“Aturan mainnya ada pada surat edaran MA, nomor 1 tahun 2012 tentang pengajuan permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana, PK hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli waris,” tegas Budi Darmawan.
“Kalau terdakwa belum dieksekusi, kemudian permintaan PK nya diterima, ini ada apa?,” ucap Budi ketik dikonfirmasi wartawan.
Budi meminta kepada PN Pontianak, untuk lebih selektif memproses permohonan permintaan PK, dengan merujuk ketentuan undang undang dan surat edaran MA.
“Apabila ada permohonan permintaan PK yang bertentangan dengan SE MA, panitera harus hati-hati. Berilah pemahaman masyarakat yang benar,” tegasnya.
“Kalau sudah diberikan pemahaman, tapi pihak yang mengajukan masih tidak terima, maka PN harusnya menolak permohonan permintaan PK tersebut,” sambung Budi.
Ketua Pengadilan Negeri Pontianak, Akmad Fijiarsyah Joko Sutrisno ketika dikonfirmasi terkait pemberitaan ini, dirinya belum dapat memberikan keterangan lantaran sedang menjalani dinas di luar.
“Saya sedang dinas luar, coba ke Juru Bicara PN Pontianak, Ke kantor aja langsung temui beliau,” ujar Ketua Pengadilan Negeri ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp nya, Senin 14 November 2022, sore.
Sementara itu, Panitera Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Pontianak, Utin Reza Putri ketika dikonfirmasi wartawan, mengatakan tidak dapat memberikan keterangan apapun terkait hal tersebut.
“Maaf saya tidak bisa memberikan keterangan apapun. Karena saat ini sedang cuti sakit. Kalau mau konfirmasi silakan langsung ke kantor,” kata Utin Reza Putri, ketika di konfirmasi melalui telepon genggamnya oleh wartawan. (Zrn)