Bidik Pengemplang Pajak di Kalbar, Kajati Sebut Gubernur Sudah Beberapa Kali Bicarakan Persoalan Ini

AKSARALOKA.COM, PONTIANAK-Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) menegaskan tak hanya fokus kepada perkara tindak pidana korupsi, melainkan juga memfokuskan pengemplang pajak, baik itu melibatkan oknum di instansi terkait maupun korporasi.

Hal ini disampaikan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kalbar belum lama ini.

Kepada wartawan dirinya mengakui, tidak benar jika kejaksaan tidak fokus persoalan pengemplang pajak. Melainkan ada satu kasus di Kabupaten Sanggau yang sudah ditindak melibatkan seorang oknum pegawai terkait penggelapan pajak.

“Jika dikatakan tidak fokus, kita fokus. Ada satu perkara yang sudah kita sidik dan naik, melibatkan seorang oknum PNS,” terang Aspidsus Kejati Kalbar, saat ramah tamah dengan wartawan pada bulan Juli kemarin.

“Apabila melibatkan oknum pegawai tentu akan lari ke ranah Tipikor,” sambungnya.

Namun yang mengejutkan, ungkapan dari Kajati Kalbar Masyhudi, karena persoalan ini sudah beberapa kali dibicarakan oleh Gubernur Kalbar, Sutarmidji.

“Memang, Gurbernur beberapa kali membicarakan hal ini, ada beberapa perusahaan tambang dan perkebunan yang tidak taat (pajak. red),” ucap Kajati Kalbar.

“Atas itu (perbincangan dengan Gubernur Kalbar. ted), kami masih melakukan upaya pengumpulan bahan dan keterangan,” tegas Kajati.

Di momen yang sama pada bulan Juli lalu itu, Wakajati Kalbar Purwanto Joko Irianto, menegaskan pula terkait persolaan pengemplang pajak perlu dipelajari meanstreanya. “Perlu dipelajari meanstreanya baik itu dilakukan negara maupun swasta (korporasi. red),” jelas Wakajati.

Dikatakan Wakajati, siapa saja yang mengetahui atau memiliki informasi terkait pengemplang pajak laporkan saja kepada pihaknya maupun instansi terkait. “Tentu akan cepat kita tangani laporannya,” kata Wakajati.

Sementara itu pengamat hukum Kalimantan Barat Herman Hofi Munawar, menerangkan tentunya persoalan pengemplangan pajak instasni yang berwenang menangani perkara ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), lantaran ada penyidik tersendiri yakni khusus (PPNS).

“Namun dalam hal ini, PPNS tidak bisa kerja sendiri harus berkoordinasi dengan penyidik Polri/Kejaksaan,” terang Herman Hofi.

Lantaran dalam penyidikan khusus atau dengan UU khusus sendiri, perlunya kolaborasi baik itu PPNS bersama penyidik polri maupun kejaksaan.

“Dalam justice criminal system, penyidik kepolisian, kejaksaan harus menghormati kerja PPNS, dan penyidik polri sebagai police direction dan PPNS harus koordinasi dengan polri,” terangnya.

“Demikan juga dengan kejaksaan kalau sudah ditangani PPNS kejaksaan tinggal menunggu pelimpahan berkas untuk melakukan penuntutan. Tidak boleh antar penyidik merasa lebih ahli, lebih tahu dan lebih berwenang dalam menjalankan tugasnya,” sambung Herman Hofi.

Dijelaskannya pula, PPNS sebagai aparat penyidik tindak pidana dalam lingkup bidang tugasnya melaksanakan penyidikan di bawah koordinasi penyidik Polri.

Dimana merupakan bagian dari sistem peradilan pidan, lantaran dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bekerjasama dan berinteraksi dengan subsistem-subsistem penegak hukum lain dalam kerangka sistem peradilan pidana,” jelasnya lagi.

Lanjutnya, untuk tugas penyidik pajak merupakan tugas khusus di sektor bisnis karena mencari data yang memberi petunjuk apakah seseorang wajib pajak sudah membayar pajak secara penuh atau belum. “Penyidik dalam menjalankan tugasnya dapat melaksanakannya dengan secara formal dan secara informal,” papar Herman.

Dikatakannya, penyidikan pajak secara formal dilakukan melalui meneliti pembukuan dan dokumen, sedangkan penyidikan secara informal dilakukan dengan meneliti informasi yang masuk pada kantor pajak, termasuk informasi
yang diberikan masyarakat.

“Sebaliknya para penyidik dapat dikenakan sanksi pidana jika diketahui melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugas,” kata Herman.

Persoalan pengemplangan pajak sendiri memang sangat rawan terjadi, karena mekanisme perpajakan yang masih sangat lemah. “Sistem perpajakan belum terbangun dengan baik dan masih bersifat konvensional, belum maksimal menggunakan IT,” bebernya.

Ia pun memberikan contoh, baik itu perpajakan perkebunan, pertambangan maupun usaha lainnya, seperti pajak restoran yang merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

“Perpajakan harus terus dievaluasi dan untuk menentukan target serta agar semua investor atau pengusaha taat pajak atas operasionalnya perlunya dilakukan uji petik,” katanta lagi.

Ia berujar “pengawasan soal perpajakan atas operasional usaha di Kalbar ini, khususnya di Kabupaten/Kota masih sangat lemah”.

Maka dari itu, ditambahkan Herman, semuanya ditentukan dengan uji petik, Maka sistem perpajakan daerah perlu dilakukan rekonstruksi dan rerevitalisasi dengan penguatan pada sisi IT dan dan pengawasan dan regulasi daerah masih lemah.

“Setahu saya DPRD sudah memberikan saran pada eksekutif untuk melakukan pembenahan sistem dan regulasi perpajakan daerah,” jelas Herman.

“Namun dewan hanya bisa sebatas itu, karena bukan eksekutor,” tuntas mantan Anggota DPRD Kota Pontianak itu. (Zrn)

error: Content is protected !!