Kasus Penipuan dan Proyek Fiktif Kota Pontianak, Merry Cristine Minta Pengadilan Sidang Secara Offline dan Terbuka

AKSARALOKA.COM, PONTIANAK-Hari Ini perkara dugaan penipuan dan penggelapan proyek fiktif di Kota Pontianak dengan terdakwa atas nama Merry Christine disidangkan.

Majelis Hakim telah menetapkan hari sidang terhadap perkara tersebut, yakni pada hari Kamis 25 Mei 2023 Terhadap pelimpahan perkara tersebut.

Dalam perkara dugaan penipuan dan penggelapan proyek fiktif di Kota Pontianak ini Pengadilan telah menunjuk Majelis Hakim yakni Sri Harsiwi selaku Ketua Majelis, Wuryanti dan Udut Widodo Kusmiran Napitupulu masing-masing selaku Anggota, serta Ririn Zuama Rochaidah Br. Hutagalung selaku Panitera Pengganti.

Sementara itu diketahui ,Jaksa Penuntut Umum terdiri dari Wahyu Oktaviandi, Ico Andreas Sagala dan Mochamad Indra Safwatullah.

Sedangkan terdakwa Merry Christine sendiri didampingi, Tim Penasihat Hukum dari Firma Hukum Herawan Utoro yang terdiri dari Herawan Utoro, Fransiskus Bayu Sukmadiansyah, dan Ismail Marzuki.

Herawan Utoro menyatakan pada hari selasa 23 Mei 2020 pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim agar pemeriksaan persidangan terhadap perkara Terdakwa Merry Christine dilaksanakan secara langsung bertatap muka (offline).

“Terdakwa Merry Christine berhak hadir dimuka persidangan yakni untuk mendengar dan melihat jalannya pemeriksaan persidangan terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum, untuk membela diri dan untuk mendapatkan peradilan yang jujur dan adil,” kata Herawan Utoro, Kamis 25 Mei 2023, pagi.

Didalam Berkas Perkara Terdakwa Merry Christine terlampir bukti surat dan/atau barang bukti, sehingga kepada Terdakwa Merry Christine dan Saksi-saksi perlu diperlihatkan bukti surat dan/atau barang bukti yang disita tersebut secara langsung dipersidangan.

Herawan Utoro meminta kepada pengadilan Negeri Pontianak untuk tidak secara online, lantaran baginya ketentuan persidangan perkara pidana di pengadilan secara elektronik adalah tidak bersifat imperatif, akan tetapi bersifat fakultatif. Keadaan tertentu dalam hal ini status pandemi Covid-19, sudah mulai mereda.

“Pemeriksaan persidangan perkara pidana diharapkan juga dilaksanakan secara offline, sesuai asas equal treatment, equal dealing before the law, terrdakwa beserta kami Penasihat Hukumnya mohon diberikan perlakuan yang sama,” punya Herawan.

Maka dari itu lanjut Herawan, terdakwa beserta penasihat hukum merasa berkeberatan, apabila pemeriksaan perisidangan perkara ini dilakukan secara elektronik, dikarenakan pemeriksaan persidangan yang dilakukan dengan sarana elektronik (melalui aplikasi zoom,) dalam perkara pidana umumnya kurang mendukung pelaksanaan persidangan karena sering terjadi hank (computer tidak meresponse), Lag (ketinggalan percakapan/video) dan lain-lain permasalahan yang disebabkan keterbatasan kemampuan peralatan sidang elektronik (sidang online).

Disamping itu, oleh karena perkara ini telah dilimpahkan ke pengadilan maka masa penahanan ditingkat penuntutan berakhir, tanggung jawab penahanan menjadi beralih ke Pengadilan, namun demikian ternyata Pengadilan belum menerbitkan Penetapan Penahanan terhadap Terdakwa Merry Christine.

“Dengan demikian penahanan terhadap Terdakwa Merry Christine berakhir demi hukum, Terdakwa Merry Christine ditahan di Lapas Perempuan Klas II A Pontianak tanpa penetapan penahanan selama 6 (enam hari) mulai dari tanggal 18 Mei 2023 hingga tanggal 24 Mei 2023, berdasarkan dan beralasan tersebut pada hari Rabu 24 Mei 2023 kami Penasihat hukum Terdakwa Merry Christine mengajukan permohonan pengeluaran Terdakwa Merry Christine demi hukum, terhadap permohonan mana KA Lapas Perempuan Klas II A Pontianak dalam persiapan hendak mengeluarkan Terdakwa Merry Christine demi hukum,” ungkap Herawan.

Namun tiba-tiba, ditambahkan Herawan, Pengadilan Pontianak mengirimkan penetapan penahanan via WA, pengeluaran Terdakwa Merry Christine demi hukum dibatalkan. (Zrn)

error: Content is protected !!