PONTIANAK – Kawasan konservasi Pulau Gelam di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, saat ini terancam.
Dugaan pencaplokan izin pertambangan pasir kuarsa oleh PT Sigma Silica Jayaraya (SSJ) telah memicu kekhawatiran terkait dampak negatif yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dapil Kalbar, Daniel Johan angkat bicara.
DJ sapaan akrab Daniel Johan menegaskan bahwa kegiatan pertambangan tersebut telah bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Ia menjelaskan bahwa sebelum adanya tambang pasir, Pulau Gelam lebih dulu ditetapkan sebagai wilayah konservasi yang mesti dijaga kelestariannya.
“Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 91/KEPMEN-KP/2020, wilayah Pulau Gelam dan sekitarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Jadi tidak boleh lagi ada aktivitas yang merusak lingkungan di Kawasan tersebut,” tegas DJ kepada wartawan pada Senin, 19 Juni 2023.
Kader PKB itu juga menjekaskan betapa pentingnya ekosistem Pulau Gelam untuk hayat orang banyak bahkan biota yang hidup di dalamnya.
Mengingat, laut Pulau Gelam memiliki gugusan terumbu karang yang jadi tempat hidup banyak ikan.
“Jika itu dirusak, tak hanya ikan yang mati warga setempat yang mayoritas adalah nelayan juga ikut terdampak, karena ikan yang mau ditangkap sudah hilang,” jelasnya.
Selain itu, DJ juga mengkhawatirkan dampak lain jika hilangnya Pulau Gelam akibat aktivitas pertambangan pasir. DJ yakin akan muncul dampak negatif terhadap dugong dan penyu yang memang telah lama bergantung dengan habitat Pulau Gelam.
“Dugong, mamalia laut yang terancam punah, sangat bergantung pada Pulau Gelam sebagai tempat tinggal dan mencari makanan. Sedangkan penyu menggunakan pantai pulau ini sebagai lokasi bertelur,” khawatirnya.
Melihat seriusnya ancaman ini, Daniel Johan menegaskan bahwa jika kegiatan penambangan pasir tetap dilakukan, dia akan mengambil hak konstitusionalnya untuk mengadakan sidak Komisi IV DPR RI ke Pulau Gelam.
“Langkah ini diharapkan dapat mengungkapkan kebenaran tentang dugaan pencaplokan izin pertambangan yang dapat mengancam kawasan konservasi berharga ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Yayasan WeBe Konservasi Ketapang, Setra Kusumardana mengatakan, secara aturan tidak boleh ada aktivitas pertambangan diwilayah konservasi perairan daerah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
“Harusnya tidak boleh, karena wilayah tersebut terlebih dahulu ditetapkan sebagai konservasi sebelum ada izin usaha pertambangan (IUP),” kata Setra saat dihubungi, Minggu (16/6/2023).
“Kalau misalkan pertambangan masuk, tentu dalam bayangan kita tidak mungkin tidak berdampak pada lingkungan, meskipun mereka nambang didaratan pulau tapi akses keluar masuk tentu lewat laut tidak mungkin lewat udara, kalau itu terjadi maka dampak jangka panjang masyarakat yang akan merasakan,” timpal Retra.
Terlebih, lanjut Retra, kawasan Pulau Gelam dan sekitarnya merupakan tempat bertelurnya penyu dan tempat berkembang biak dugong.
“Kawasan sana sering dikunjungi wisatawan mancanegara yang setiap bulan melintas menggunakan kapal layar, kita khawatirkan jika aktivitas pertambangan tetap lanjut kemudian berdampak pada lingkungan tentu citra kita jelek dimata pihak luar,” ucap Retra.
Untuk itu, Retra berharap pemerintah bisa mendorong perusahaan melakukan pengembangan usaha lain seperti bahari atau budidaya kelautan yang sejalan dengan wilayah konservasi.
“Kami tidak ada hak melarang, tetapi ada kewajiban memberikan pandangan sebagai pemerhati lingkungan, kalaupun pemerintah tetap memberi izin apa boleh buat yang penting dari awal kami sudah sampaikan potensi kerusakannya,” ungkap Retra.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kalbar Syarif Kamaruzaman menjelaskan, saat ini perusahaan masih sebatas izin eksplorasi dan sedang melakukan pemenuhan syarat izin lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalbar.
“Izin awal mereka itu dibuat di Jakarta, untuk peningkatan eksplorasi kewenangan di kami, hanya saja mereka harus melengkapi syarat-syaratnya terlebih dahulu termasuk pengurusan izin lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalbar,” kata Kamaruzaman.
Kamaruzaman mengakubelum bersinggungan langsung dengan pihak perusahaan karena sampai saat ini perusahaan masih mau melengkapi persyaratan dasar.
“Sekarang mereka lagi mengurus izin lingkungan, kalau izin lingkungan tidak ada maka kami tidak akan proses karena itu persyaratan dasar,” tutup Kamaruzaman.