Ketua KPPAD Kalbar ‘Sentil’ Pengacara dan Pihak Pembela Oknum Dewan Singkawang

AKSARALOKA.COM, PONTIANAK – Ketua KPPAD Kalimantan Barat, Eka Nurhayati menyentil pernyataan pengacara atau pihak yang melakukan pembelaan terduga pelaku pencabulan dan persetubuhan HA oknum dewan singkawang.

Dinamika penyidikan yang dilakukan kepolisian atas kasus tersebut telah menyorot perhatian pusat. Mulai dari Biro Wassidik Mabes Polri, KPAI dan Kompolnas.

“Jika di Liat Locus dan Temfus dimana Perkara ini terjadi, kewenangan penuh ada pada penyidik di wilayah Polres Singkawang, dengan area penegakan hukum Polda Kalbar,” ujar Eka Nurhayati, Rabu 2 Oktober 2024.

Dikatakan Eka, jika perkara ditangani Polres Singkawang dianggap keliru dan tidak sesuai prosedur, silakan diambil alih polda atau Mabes polri. Akan tetapi ditinjau sampai detik ini, kinerja penyidik Polres Singkawang seharusnya diapresiasi, bukan dimultilasi.

“Kalau seperti ini , bisa hancur supremasi hukum dan keadilan serta rusaknya penyelenggaraan perlindungan anak yang sudah terbangun dengan baik,” ucap Eka.

Eka menyatakan, seharusnya Wasidik Bareskrim melakukan konfirmasi dan koordinasi dengan Polda Kalbar, serta memantau penanganan kasus, ditangani penyidik sejauh ini sudah sampai dimana.

“Kalau ada dumas, silahkan saja diterima, tetapi cek n ricek dulu, itu diperlukan apa tidak. Jangan serta merta mengintervensi kerja dan area kerja penyidik. Apalagi pihak pelaku merasa kuat dengan menggunakan Surat Telegram Kapolri ST Nomor 1160 tahun 2023 tentang netralitas Polri,” jelas Eka.

Eka menegaskan, terkait dengan Telegram Kapolri, harus dipahami bersama adanya Perubahan Telegram Kapolri Nomor 2232 Tahun 2023.

“Isinya apa disitu. Adanya Telegram Kapolri tersebut “bukan” untuk mengintervensi penyidik, dalam melaksanakan Lidik dan sidik, akan tetapi tegas isinya agar penyidik melaksanakan Lidik/sidik secara Tuntas,” tegas Eka.

Selain itu pula Eka menegaskan, UU Perlindungan Anak itu sifatnya “Lex specialis derogat legi generali”, dimana Pasal yang menjerat pelaku kejahatan seksual Minimal 5 tahun maksimal 15 tahun, semestinya Tersangka sudah ditahan.

“Penyidik menetapkan pelaku sebagai tersangka tentunya sudah melakukan gelar perkara, minimal 2 alat bukti sudah ada,” ucapnya lagi.

Eka menerangkan, jika ditanyakan kepada para pelaku, tidak akan ada pelaku cabul mau mengakui perbuatan tersebut, dan tidak akan ada perbuatan kejahatan seksual itu diketahui orang lain. Kecuali korbannya jadi saksi, dan saksinya korban yang mengalami sendiri.

“Inilah istimewanya UU Perlindungan Anak, pengakuan anak sebagai korban, bukti visum positif, belum lagi ditambah alat bukti lainnya sudah kuat untuk menentapkan seorang pelaku jadi tersangka,” ujar Eka.

Eka pun menyarankan para pihak yang melakukan pembelaan terhadap terduga pelaku dengan berbagai macam argumen untuk membuktikan di dalam persidangan.

“Silahkan buktikan di persidangan, jabarkan secara gamblang jika pelaku tidak bersalah. Jika penyidik tidak prosedural, kan bisa di praperadilankan,” saran Eka.

Diungkapkan Eka, sejauh ini KPPAD Kalbar menilai jejaring perlindungan Anak di Kota Singkawang sangat baik. Baik dari Pemkot, APH, maupun Masyarakatnya. Sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

“Proses dan penanganan perkara anak dari penyidik hingga pengadilan sangat profesional. Banyak kasus anak dibawah umur ditangani dengan cepat dan tanggap. Koordinasi kita terjalin dengan baik,” ungkap Eka.

“Terkait dengan korban, Korban bersama LBH RAKHA sejak awal, dan dijamin keamanan serta kenyamanannya. Makanya KPPAD Kalbar mengawal dan mengawasi proses hukum ini dari awal prosesnya,”sambung Eka.

Eka menambahkan, di dalam Rapat Terbatas Presiden dan Menteri tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak, tanggal 11 Mei 2016, dijelaskan oleh Tim Komunikasi presiden, Sunardi Rinakit bahwa salam kesempatan tersebut, Presiden memerintahkan kembali kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk menangani kasus-kasus kejahatan ini dengan cepat, tegas namun sesuai aturan yang berlaku.

“Presiden juga meminta agar anak-anak dipastikan untuk mendapatkan perlindungan serta dibuatkan layanan pengaduan yang bisa diakses dengan mudah. Selain itu, Presiden juga memerintahkan kepada penegak hukum untuk mengejar, menangkap, dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada para pelaku,” tuntas Eka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!