AKSARALOKA.COM, PONTIANAK – Tiga tersangka pengadaan tanah Bank Kalbar menggugat Kajati Kalbar dan Kajari Pontianak dipraperadilan.
Alasannya proses penyidikan yang dilakukan dinilai tidak transparan, profesional dan akuntabel.
Adapun tiga tersangka yang ditetapkan dan ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat tersebut, yakni SDM selaku Dirut, SI selaku Dirum serta MF selaku kepala Divisi Umum Bank Kalbar tahun 2015.
Praperadilan ini didaftarkan ke Pengadilan Negeri Pontianak pada tanggal 17 Oktober 2024 lalu dan dijadwalkan akan berlangsung pada tanggal 29 Oktober 2024.
Menurut Penasihat Hukum tiga tersangka, Herawan Utoro, kliennya SDM dan SI telah hadir pada hari Senin tanggal 30 September 2024 di Kejati Kalbar memenuhi panggilan untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi. Akan tetapi SDM dan SI belum pernah menerima surat pemberitahuan penetapan dan surat panggilan sebagai tersangka, namun tiba-tiba jaksa penyidik sekonyong-konyong menetapkan dan memeriksa kedua klien kami tersebut sebagai tersangka.
Lanjut Herawan, kemudian pada waktu pemeriksaan dimulai jaksa penyidik tidak menjelaskan secara sederhana tentang tipikor yang dipersangkakan kepada kliennya.
Terkait kliennya ditetapkan dan dimintai keterangan sebagai tersangka dan jaksa penyidik juga tidak menjelaskan fakta-fakta yang diperolehnya.
Selain itu jaksa penyidik tidak menunjukkan adanya perbuatan-perbuatan yang dilakukan, peran, kualitas dan hubungan serta modus operandi dari mereka dalam perkara Tipikor terkait pengadaan tanah ini.
“Oleh karenanya SDM dan SI berserta kami Penasihat Hukumnya berkeberatan terhadap pemeriksaan tersebut dan SDM dan SI tidak bersedia memberikan keterangan sebagai Tersangka,” ucap Herawan saat menggelar konferensi pers kepada sejumlah wartawan di Pontianak, Senin 21 Oktober 2024.
Selaku Penasihat Hukum, pada saat pemeriksaan tersebut, Herawan juga menanyakan kepada jaksa penyidik, mengapa melakukan penyidikan terhadap perkara pengadaan tanah, sedangkan sebelumnya terkait perkara pengadaan tanah pada akhir tahun 2022 pernah dilakukan penyelidikan oleh jaksa penyelidik pada Kejari Pontianak dengan kesimpulan tidak ditemukan adanya peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi sehingga tidak dapat dilakukan penyidikan.
“Pertanyaan kami tidak dijawab jaksa penyidik Kejati. Namun menyatakan bahwa jaksa penyidik Kejati tidak mengetahui adanya penyelidikan Kejari Pontianak tersebut, Jaksa Penyidik Kejati Kalbar hanya menjalankan perintah Pimpinan,” ungkap Herawan
Dikatakan Herawan, sedangkan fakta sebelumnya terkait perkara pengadaan tanah Bank Kalbar pada pertengahan Desember tahun 2022 SDM selaku Dirut dan SI selaku Dirum serta MF selaku kepala Divisi Umum Bank Kalbar tahun 2015, pernah dimintai keterangan/klarifikasi oleh Jaksa penyelidik pada Kejari Pontianak. Di mana pada saat pemeriksaan di tingkat penyelidikan oleh Jaksa Penyelidik pada Kejati Kalbar, SDM, SI dan MF tersebut dimintai keterangan/klarifikasi mengenai hal yang sama seperti ketika dimintai keterangan/klarifikasi oleh Jaksa Penyelidik pada Kejari Pontianak.
Jadi tidak terdapat fakta dan data baru, pada dasarnya hanya berisi pengulangan.
“Di dalam kesimpulan dari Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) terhadap laporan pengaduan pada umumnya, terdapat pendapat penghentian penyelidikan perkara tersebut, dengan ketentuan penyelidikan dapat dibuka kembali apabila ada ditemukan fakta dan data baru,” beberapa Herawan.
Diterangkan Herawan, selaku Penasihat hukum, ia menanyakan kepada jaksa penyidik adanya fakta dan data baru yang diperoleh jaksa penyidik, hingga jaksa penyidik membuka kembali penyelidikan terkait perkara pengadaan tanah Bank Kalbar tersebut.
“Jaksa Penyidik tidak dapat memberikan jawaban, Jaksa Penyidik menyatakan mereka hanya menjalankan perintah Pimpinan,” terang Herawan.
Lanjutnya lagi, bahwa disamping itu sebelumnya pada tahun 2016 terkait perkara pengadaan tanah Bank Kalbar, juga pernah dilaporkan ke Kantor Kejati Kalbar dan setelah dilakukan klarifikasi dan pemeriksaan (Jaksa Penyelidik Kejati Kalbar Fatwa K.Sembiring) tidak ditemukan adanya peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi sehingga sesuai dengan Kuhap, tidak dapat dilakukan penyidikan.
“Pelaksanaan pengadaan tanah tersebut, pihak bank pada awal oktober 2015 telah berkordinasi dengan Aspidsus yakni Didik Istiyanta dan juga didampingi oleh Tim Jaksa Pengacara Negara yang diketuai oleh Asdatun pada Kejati Kalbar yakni Warman Widianta yang pelaksanaannya diketahui oleh Jaksa Tinggi Kejati Kalbar,” ungkap Herawan lagi.
Herawan pun menyatakan, bahwa berdasarkan Undang-undang Kejaksaan terdapat prinsip Kejaksaan adalah satu dan tidak dapat dipisah-pisahkan yang berarti adalah salah satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan yang bertujuan memelihara kesatuan kebijakan kejaksaan sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku dan tata kerja kejaksaan.
Kendati demikian Jaksa Kejati Kalbar kembali melakukan penyelidikan dan meningkatkannya ketahap penyidikan dan menetapkan SDM, SI dan MF sebagai Tersangka serta melakukan penahanan terhadap ketiga klien tersebut.
Herawan menilai, dari surat perintah penyidikan dan penetapan tersangka serta surat penahanan yang diterbitkan jaksa penyidik ternyata tidak menyebutkan uraian singkat dari adanya peristiwa dan bukti permulaan yang baru ditemukan, perbuatan atau keadaan dari SDM, SI dan MF yang menimbulkan dugaan melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengadaan tanah.
Kemudian dari surat perintah penyidikan dan penetapan tersangka serta surat penahanan yang diterbitkan Jaksa penyidik ternyata tidak menyebutkan uraian singkat dari adanya peristiwa dan bukti permulaan yang baru ditemukan, perbuatan atau keadaan dari SDM, SI dan MF yang menimbulkan dugaan melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengadaan tanah.
Dari surat-surat yang diterbitkan Jaksa Penyidik tersebut yang disebutkan hanyalah kegiatan pengadaan tanah, ketentuan tindak pidana korupsi yang dipersangkakan, dan menetapkan ketiga klien tersebut sebagai tersangka, serta dipersangkakan turut serta melakukan tindak pidana korupsi.
“Menurut kami penasihat hukumnya penyidikan dan penetapan Tersangka serta penahanan terhadap ketiga klien tersebut tidak didasarkan minimal 2 (dua) alat bukti yang cukup oleh karenanya tidak sah menurut hukum,” tegas Hermawan.
Tak hanya Herawan menegaskan pula, bahwa penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah tersebut, tidak transparan, profesional dan akuntabel, oleh karenanya pihaknya mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan ke Pengadilan Negeri Pontianak terhadap penyidikan, penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan oleh Jaksa Penyidik tersebut.
Ditambahkan Herawan, pada pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Kantor Pusat yang terletak dipinggir Jalan A Yani seluas 7.883 M² (tujuh ribu delapan ratus delapan puluh tiga) telah melakukan pembayaran tanah kepada Paulus Mursalim dengan harga penjualan/pembelian yakni sejumlah Rp.11.925.000,-/M2 atau seluruhnya berjumlah Rp.94.004.775.000, berdasarkan permintaan Paulus Mursalim dilakukan dengan cara pemindah-bukuan dari Pos Aktiva disetorkan ke Rekening An Paulus Mursalim, kemudian langsung dipindah-bukukan ke rekening para pemegang SHM yakni Burhan, Johana, Liem Hoei Leng, Johan Kurnia Khouw, Mad Hapi dan Nurdjannah Ali dengan jumlah sesuai dengan harga dan luas tanah yang dimilikinya masing-masing, sehingga tidak terdapat selisih pembayaran.
“Apalagi di dalam pengadaan tanah, BPKP Kalbar belum menerbitkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara. Dalam hal Paulus Mursalim mendapat komisi dari para pemegang SHM, itu hak mereka,” tuntas Herawan.