Aksaraloka.com, PONTIANAK-Kajati Kalimantan Barat melalui Kasipenkumnya , I Wayan Gedin Arianta akhirnya angkat bicara terkait praperadilan yang dimenangkan oleh mantan Dirum, Dirut dan Kadiv Umum Bank Kalbar atas penyidikan kasus pengadaan tanah Bank Kalbar tahun 2015.
Kasipenkum Kejati Kalbar menegaskan, terkait dengan pra peradilan yang dimenangkan oleh tiga pemohon, yakni SDM, SI dan MF.
Saat ini pihaknya telah mengeluarkan surat perintah penyidikan yang baru atas kasus yang sama.
Tak hanya itu, Kasipenkum juga membantah atas pernyataan pengacara tiga pemohon usai keluarnya putusan praperadilan peradilan yang menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki bukti cukup atas keluarnya Sprindik yang baru.
“Kami tegaskan bahwa Seprin penyidikan baru sudah kami terbitkan, karena kami berkeyakinan substansi penyidikan sudah sah dengan bukti permulaan yang cukup,” tegas Wayan, Kamis 21 November 2024.
Sebelumnya diberitakan, Sprindik baru yang diterbitkan Kejati Kalimantan Barat tersebut, langsung melakukan pemanggilan terhadap SDM dan SI serta MF yang telah bebas dari tahanan untuk didengar dan diperiksa kembali sebagai saksi pada hari Senin 18 Nopember 2024.
Atas panggilan tersebut ketiga saksi tersebut, Penasihat Hukumnya yakni Herawan Utoro menyampaikan kepada Jaksa Penyidik bahwa ketiga kliennya tersebut belum bisa memenuhi panggilan tersebut.
“Panggilan tersebut belum kami penuhi, dikarenakan adanya urusan yang tertunda yang belum diselesaikan, adanya urusan kesehatan dan urusan keluarga dan untuk itu minta pemeriksaan ketiga kliennya ditunda minggu depan,” ungkap Herawan Utoro, Rabu 20 November 2024.
Dikatakan Herawan, atas ketidakhadiran dengan alasan yang diberikan. Kemudian Jaksa Penyidik langsung mengeluarkan surat pemanggilan kedua terhadap ketiga kliennya untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi pada hari Kamis 21 November 2024.
“Terhadap panggilan tersebut, kami Penasihat Hukum berharap agar Jaksa Penyidik tidak lagi melakukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap SDM dan SI serta MF dikarenakan penetapan tersangka dan penahanan hanya dapat diterapkan kepada seseorang berdasarkan minimal 2 alat bukti melakukan tindak pidana yang dipersangkakan,” kata Herawan.
Herawan mengatakan demikian, lantaran faktanya SDM dan SI serta MF tidak memenuhi syarat dan/atau kriteria substantif untuk ditetapkan sebagai tersangka dan untuk dilakukan penahanan, dikarenakan dari penyidikan Jaksa Penyidik tidak terdapat minimal 2 alat bukti yang menunjukkan adanya kesalahan dari SDM, SI dan MF, adanya kejelasan perbuatan-perbuatan, peran, kwalitas dan hubungan serta modus operandi diantara SDM, SI dan MF yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi yang dipersangkakan dalam pengadaan tanah Bank Kalbar tersebut.
“Penyidikan perkara dugaan korupsi yang dipersangkakan oleh Jaksa Penyidik terhadap SDM, SI dan MF, disamping tidak meyakinkan juga tidak faktual,” tegas Herawan.
Herawan menerangkan, bahwa jaksa Penyidik tidak mampu menunjukkan dan menguraikan secara jelas adanya mufakat jahat yang dilakukan antara SDM, SI dan MF dengan PAM, pelanggaran SOP, mark up harga tanah dan kelebihan dan/atau selisih pembayaran serta adanya kerugian keuangan negara lebih dari Rp.30 Milyar pengadaan tanah Bank Kalbar tersebut sebagaimana dipublikasikan dalam siaran pers maupun yang diajukan dalam forum sidang praperadilan.
Herawan pun menegaskan, bahwa penyebutan mufakat jahat, pelanggaran SOP, mark up harga tanah dan kelebihan dan/atau selisih pembayaran serta adanya kerugian keuangan negara lebih dari Rp.30 Milyar pengadaan tanah Bank Kalbar tersebut, hanya didasarkan persepsi dan asumsi dan/atau dimanipulir dan/atau didramatisir dan/atau dikarang dan/atau ditukangi oleh Jaksa Penyidik.
“Apalagi BPKP Kalbar belum menerbitkan Laporan Hasil Audit (LHA) PKKN terhadap permintaan audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah Bank Kalbar Tahun 2015 yang diajukan oleh Jaksa Penyidik Kejati Kalbar,” tuntas Herawan.