Kasus Pengadaan Tanah Bank Kalbar 2015, Terungkap Fakta Belum Ada Audit dan Harga Tanah di Bawah KJPP

Aksaraloka.com, PONTIANAK-Kuasa hukum PAM, berharap konsistensi pengadilan dalam memutus perkara praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan kantor pusat Bank di Pontianak.

Mereka berharap, permohonan praperadilan kliennya, PAM dikabulkan. Sebab, penyelidikan perkara tersebut dinilai tak sesuai prosedur.

Sebab, selain tak memenuhi minimal dua alat bukti dalam penetapan tersangka.

Kliennya juga tak pernah diperiksa sebagai calon tersangka. Selain itu hingga saat ini belum ada audit kerugian negara dalam kasus ini.

Kuasa Hukum PAM, Irenius Kadem mengatakan, mengatakan berdasarkan fakta persidangan dan keterangan saksi yang dihadirkan di persidangan yakni Eka Hermansyah, terungkap bahwa klienya pada tanggal 28 Oktober itu diperiksa sebagai saksi untuk perkara SDM, MF dan SI.

Di mana sebelumnya ketiganya tersebut telah ditetapkan tersangka. Namun, putusan pengadilan menyatakan penetapan tersangka kepada ketiganya tak sah.

“Pada saat dipanggil sebagai saksi atas perkara orang lain, kemudian pada hari saat dipanggil tersebut statusnya dinaikan sebagai tersangka,” kata Irenius Kadem, Selasa 26 November 2024.

Menurut Irenius, rentang waktu setelah kliennya diperiksa sebagai saksi atas perkara orang lain, kemudian ditetapkan tersangka hanya sekitar 30 sampai 60 menit.

Peningkatkan status itu, terdapat kesenjangan antara ketentuan hukum acara yang bersifat memaksa dengan tindakan penyidik yang tidak memperlakukan pribadi-pribadi para pemohon sebagai subjek pemeriksaan sesuai dengan kapasitasnya.

Hal ini mengacu keputusan putusan praperadilan Nomor: 12/Pid.Pra/2024/PN Ptk

Disamping itu, berdasarkan fakta hukum yang dikaitkan dengan keterangan saksi Eka Hermansyah pemohon tidak pernah diberitahukan dan menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan atau SPDP dengan kapasitas sebagai Terlapor.

“Bahwa oleh karena pemohon tidak pernah diberikan SPDP dalam kapasitas terlapor, sehingga pemohon tidak pernah diberi kesempatan sebagai calon tersangka memberikan keterangan yang berimbang atas dugaan tindak pidana yang disangkakan,” ungkapnya.

Menurut Irenius, perbuatan termohon tersebut merupakan perbuatan yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015.

Disamping itu, dalam bukti P.16 s/d P.21, klienya juga tidak terlibat dalam penentuan harga tanah, melainkan yang melakukan penawaran dan negosiasi hingga disepakati harga 15 (lima belas) bidang tanah bersertifikat Hak Milik (SHM) sebesar Rp11, 9 juta adalah Ricky Sandi dengan Direksi Bank.

Irenius juga memastikan, tidak ada audit kerugian negara dalam penetapan tersangka terhadap kliennya.

Hal tersebut sebagaimana keterangan auditor BPKP Provinsi Kalbar, Maulanasyah Ilmiawan yang menyatakan, audit keuangan negara dan belum ada, dan saat ini sedang dilakukan penghitungan kerugian Negara.

Irenius menambahkan, berdasarkan keterangan saksi ahli keuangan, Basyiruddin mengatakan, dugaan mark up atau selisih bayar yang disangkakan jaksa Kejati Kalbar, maka harus lebih dulu dilakukan audit perhitungan kerugian negara.

Sementara, jika BUMD membeli tanah di bawah harga taksir yang diperjual, membelikan berdasarkan penilaian KJPP, maka BUMD tersebut diuntungkan.

Adapun fakta persidangan, tanah tersebut dibeli dengan rata-rata Rp11, 9 juta rupiah per persegi.

Angka ini dinilai lebih rendah jika dibandingkan dua penilaian oleh Kantor Jasa Penilaian Publik, yaitu: KJPP Masroni Singaisdam telah menilai harga terhadap tanah tersebut sebesar Rp12, 7 M2 dan KJPP Toto Suharto telah menilai harga tanah tersebut sebesar Rp13,6 M2.

“Bahwa oleh karena harga jual beli terhadap tanah tersebut lebih rendah dari penilaian KJPP maka Bank Kalbar justru diuntungkan dalam pengadaan tanah tersebut,” ucap Irenius.

Disamping itu, ia juga memastikan tak ada selisih pembayaran dari pemilik kuasa dengan pemilik tanah.

Ini dibuktikan dengan rekening koran yang dijadikan bukti dipersidangan.

Sementara itu, kata Iren, berdasarkan keterangan ahli pidana, Universitas Tanjungpura, Alfonsius Hendri Soa juga memberi keterangan yang sama.

Yakni sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka.

Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa penetapan tersangka dilakukan dengan mempertimbangkan hak asasi individu dan untuk mencegah tindakan sewenang-wenang oleh penegak hukum sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014,

Ia juga mengingatkan pentingnya konsistensi pengadilan. Ia menilai putusan Nomor 12/Pid.Pra/2024/PN Ptk pada Pengadilan Negeri Pontianak tanggal 12 November 2024 berdampak terhadap Pemohon yaitu pada pokoknya penetapan tersangka terhadap pemohon serta merta tidak sah menurut hukum.

“Dengan fakta persidangan, berdasarkan keterangan saksi, dan bukti surat yang kami ajukan. Kami berharap permohonan kami dapat dikabulkan,” tuntasnya.

Respon (4)

  1. Excellent beatt ! I wopuld lioe too apprentikce
    while yoou amend your website, how coulld i subscribe ffor a bloog site?
    Thhe account aided mee a aceptable deal. I had
    beewn ttiny bbit acquaqinted oof this your broadcast provided bright clar concept

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!